Part 8 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 8 LOVE IN RAIN
Hembusan angin malam disertai suasana yang begitu senyap dan sepi menemani kesendirian Dion yang tengah berdiam diri di balkon rumahnya. Sambil memandang ke atas langit, lelaki itu terlihat begitu gusar. Wajahnya pun tampak semrawut tak karuan.
"Dion." panggil Sarah sambil memegang bahu anaknya itu
"Eh mama." Dion langsung terperanjat dan membalikkan badan
"Kamu kenapa? mikirin Viona ya?." goda Sarah
"Mama, apaan sih." Dion terlihat salah tingkah
"Bener kan yang mama bilang barusan?." tanya lurus Sarah
"Ya begitulah." Dion tersenyum kecil
"Emangnya ada apa? kamu udah nembak dia ya, tapi dianya belum ngasih jawaban. Makanya kamu sampai kepikiran kaya gitu." Sarah kembali menggoda
"Bukan itu Ma, tapi..."
"Tapi apa?." Sarah nampak begitu penasaran
Setelah menghela nafas sejenak, Dion pun menatap lurus ke arahnya Sarah. Lelaki itu mulai menceritakan semuanya. Semua hal yang ia ketahui tentang apa yang telah terjadi pada Viona. Dijelaskannya dengan begitu detail, hingga membuat mamanya itu begitu terkejut tak percaya.
"Apa? Viona dikhianatin oleh pacar dan adiknya sendiri?." tanya lurus Sarah
"Iya Ma. Dan Dion bisa merasakan bagaimana hancurnya dia tadi saat mengetahui kebenarannya, dia begitu rapuh. Terlebih isakan tangisnya yang membuat Dion ga tega melihatnya." jelas Dion dengan wajah sendu
"Mama sampai ga habis pikir, kenapa adiknya bisa setega itu." Sarah merasa tak mengerti
"Itu juga Ma yang membuat Viona sama sekali tak menyangka, kenapa dia bisa dikhianati oleh orang-orang yang sangat disayanginya." Dion terlihat semakin sendu. "Lelaki itu benar-benar tidak punya hati." lanjutnya dengan wajah kesal
Sarah pun nampak terlihat kesal. "Tapi sayang, tunggu deh. Viona mengetahui hal ini tadi siang, apa itu artinya Viona juga putus dengan pacarnya di waktu yang sama?." tanyanya tenang
"Ngga Ma, mereka putus udah lebih dari sebulan yang lalu. Tepat di malam itu, saat Dion pertama kali bertemu dengan Viona." jelas Dion kembali tenang
"Maksud kamu, malam dimana kamu hampir nabrak dia, lalu dia tiba-tiba pingsan dan kamu membawanya ke rumah sakit?." Sarah menatap lurus anaknya itu
Dion pun langsung menceritakan apa yang terjadi pada Viona sebelum bertemu dengannya di hujan deras malam itu. "Apa dia pantas disebut sebagai seorang lelaki Ma? setelah dengan mudahnya dia memutuskan Viona dan mengatakan bahwa dia menyukai orang lain, lalu dia pergi begitu saja. Tanpa memperdulikan perasaan Viona sedikitpun." sahutnya dengan emosi
"Sayang, mama sangat mengerti perasaan kamu. Mama paham betul, kamu merasa marah karena lelaki itu telah menyakiti orang yang kamu cintai." Sarah langsung memegang lengan kanan anaknya itu. "Tapi kemarahan kamu ini tidak ada gunanya. Karena yang harus kamu lakukan sekarang, kamu hapus semua kesedihannya Viona. Kamu ubah semua kesedihan itu menjadi kebahagiaan." lanjutnya dengan tatapan lembut
"Tapi Ma, dia baru putus dari lelaki itu. Dan dia juga belum bisa melupakan semuanya." Dion nampak terlihat ragu
"Justru dalam keadaan seperti inilah dia membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sandarannya. Bukan mengambil kesempatan dalam kesempitan, tapi kamu harus tunjukkan sama dia bahwa ada cinta lain yang lebih baik untuknya." jelas Sarah dengan sangat tenang. "Karena saat ini, mama sangat yakin dia pasti merasakan trauma yang cukup besar dan bukan tidak mungkin kalau dia sudah tidak percaya lagi akan cinta."
"Mama benar, bahkan mungkin alasan dari sikap sinisnya dia sama Dion selama ini karena itu semua. Karena dia trauma jika ada lelaki yang mendekatinya." Dion berusaha memahami semuanya
"Tepat sekali. Karena itulah, kamu harus mulai memperjuangkan cinta kamu sama dia dari sekarang." Sarah menyemangati
"Iya Ma, Dion akan mulai melakukannya. Agar tidak ada lagi kesedihan yang dirasakan oleh Viona." Dion tersenyum penuh arti
***
Viona terlihat begitu murung dan tidak ada semangat sedikitpun dari wajahnya. Tangannya mungkin memang bergerak, membolak-balikan daging ayam yang tengah digorengnya dalam wajan. Raganya pun mungkin memang berdiri dengan tegaknya, namun jiwanya entah ada dimana. Yang pasti gadis itu terlihat seperti bukan dirinya hari ini.
Perubahan sikapnya itu membuat orang-orang yang ada disekitarnya, terutama Dion dipenuhi oleh tanda tanya. Karena selama mereka mengenalnya, gadis itu selalu banyak bicara dan aktif kesana kemari. Bukan terdiam seperti sekarang
Bahkan karena sikapnya yang mudah mengakrabkan diri itu, para chef sering sekali meminta gadis itu untuk membantunya dalam memasak. Atau bisa dikatakan sebagai asisten chef. Seperti yang sedang dilakukannya saat ini.
"Viona kenapa ya, tumben banget diem mulu dari tadi." pikir Dion sambil terus memperhatikan Viona yang berada disebelahnya
"Viona, ayamnya udah mateng belum?." tanya chef Andi dari pojok dapur
Namun Viona masih saja terdiam, bahkan tak menyadari jika ada orang yang memanggilnya.
"Viona." panggil Dion lembut. "Viona." panggilnya lagi sambil memegang lengan gadis itu
Seketika Viona langsung terperanjat, dan tanpa sadar tangannya terkena minyak panas sedikit. "Awww." teriaknya saat mulai menyadari
"Viona. Lo baik-baik aja, duh sorry ya gue ga bermaksud buat ngagetin lo." Dion merasa begitu khawatir
"Viona, kamu kenapa?." tanya chef Maya yang mulai menghampiri, diikuti kedua chef yang lainnya
"Iya tangan kamu kenapa Viona.?" tambah chef Andi
"Saya ga sengaja bikin tangan dia terkena minyak panas, bisa tolong ambilkan salep atau apa gitu." jelas Dion dengan wajah kekhawatirannya
"Baik Pa, akan saya ambilkan." chef Roy langsung bergegas. "Ini salepnya." sahutnya saat sudah kembali
Dion pun langsung mengolesi salep itu pada luka yang berada pada tangan Viona, perlahan ia juga meniup lukanya berulang kali dengan penuh perhatian. "Sorry ya, gue bener-bener ga sengaja." sahutnya yang merasa sangat bersalah
"Gapapa koq, ini bukan salah lo. Lagian cuma luka kecil doang, jadi ga usah ngerasa bersalah kaya gitu." Viona langsung menurunkan tangannya dari pegangan lelaki itu
"Syukurlah kalau lo gapapa." Dion terlihat sangat lega. "Yaudah kalau gitu, kalian kembali kerja aja." perintahnya pada ketiga chef tadi
Bukannya membaik, Viona malah kembali murung sambil meniriskan ayam goreng yang dibuatnya tadi lalu mematikan kompornya.
"Lo masih mikirin kejadian yang kemarin ya?." tanya lurus Dion
"Hah?." Viona langsung menoleh ke arah lelaki itu. "Ya gitulah." lanjutnya tersenyum kecil
"Gue tau mungkin keadaan ini sulit buat lo. Tapi jangan gara-gara itu semua, lo jadi kehilangan semangat hidup kaya gini." Dion menatap lembut gadis itu
"Sorry atas ketidaprofesionalan gue hari ini, gue bakal balik kerja dan gue janji gue ga bakal kaya tadi lagi." Viona mulai beranjak pergi
"Ngga, mendingan lo ganti baju aja sana." Dion langsung menarik tangan Viona
"Ganti baju? jam kerja itu masih lama, aneh banget sih lo." ketus Viona yang langsung menepis pegangan lelaki itu
"Ya terus lo mau tetep kerja dengan keadaan lo yang kaya gini?." tanya Dion dengan sedikit ketus
Viona langsung mendecakkan lidah. "Yaudah iya." sahutnya yang langsung pergi ke toilet setelah mengambil pakaiannya di loker tempat menyimpan barang-barang karyawan
"Aku ga bisa membiarkan Viona terus-menerus bersedih seperti itu. Mulai sekarang, aku akan melakukan hal apapun yang bisa membuat dia bahagia." gumam Dion dalam hatinya di tengah kesibukan para chef yang sedang memasak, dengan tatapan kosong tertuju ke bawah
Hingga akhirnya tatapan Dion teralihkan pada Viona yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya dengan wajah masih dipenuhi kesedihan.
"Lo udah selesai? yaudah kita pergi sekarang." ajak Dion sambil menggenggam pergelangan tangan kanan Viona
"Pergi kemana?." Viona mengerutkan kening heran
"Udah, ikut aja." sahut Dion santai yang langsung membawa gadis itu keluar dari restoran
"Lo mau bawa gue kemana sih? gue kan harus kerja." ketus Viona sambil menepis pegangannya Dion
"Kan tadi udah gue bilang, lo ikut aja." Dion kembali menggenggam pergelangan tangan kanan gadis itu. "Ayo masuk." ajaknya setelah membukakan pintu depan mobilnya
"Mau kemana?." Viona kembali mengerutkan kening heran
"Masuk aja." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
Dengan wajah kesal, Viona pun masuk ke dalam mobilnya Dion dan langsung memasang sabuk pengaman sebelum lelaki itu masuk.
"Gitu dong langsung pasang sendiri." sindir Dion saat sudah duduk di kursi kemudi sambil memasang sabuk pengamannya sendiri
Viona hanya tersenyum sinis dan langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela. Setelah menghempaskan dirinya pada jok mobil, gadis itu hanya menatap kosong ke arah jalanan yang terlewati. Hingga akhirnya ia mulai menyadari sesuatu.
"Lo kenapa? koq kaya kebingungan gitu." tanya Dion santai
"Eh bentar deh, kita dimana sekarang? ini kan bukan jalan menuju rumah gue." Viona menatap ke arah jalanan yang sama sekali tidak dikenalinya
"Emang siapa yang mau nganterin lo pulang?." Dion tersenyum kecil sambil tetap fokus menyetir
"Terus lo mau bawa gue kemana?." Viona mengerutkan kening tak mengerti. "Oh, jangan-jangan lo mau culik gue ya." lanjutnya yang mulai merasa takut
"Kalau iya, emang kenapa?." Dion mengangkat kedua alisnya
"Dion, gue serius ya. Ini kita udah jauh banget loh dari restoran lo." sahut Viona sambil menoleh ke arah depan dan belakang mobil. "Lo jangan macem-macem deh, lo mau bawa gue kemana?." lanjutnya yang mulai kesal
"Lo tenang aja, gue ga bakal macem-macem koq. Mendingan lo duduk manis aja." Dion kembali tersenyum santai
"Ngga, ngga. Mendingan sekarang juga lo turunin gue disini." Viona terlihat semakin kesal
"Turunin lo disini? ya ga mungkin lah." acuh Dion yang kembali fokus menyetir
"Lo tuh ya, turunin gue ga." Viona langsung memegang tangan lelaki itu dengan kencang
"Lo apaan sih? lepasin ga, gue lagi nyetir." suruh Dion dengan sedikit ketus
"Bodo amat. Pokoknya lo turunin gue sekarang juga, kalau ngga." sinis Viona dengan tatapan tajam
"Kalau ngga apa?." Dion menatap dengan sangat lembut
"Arghhh, lo itu ya." geram Viona yang langsung kembali menghempaskan dirinya pada jok mobil. "Bukannya cepet turunin, malah santai-santai aja. Ga tau gue lagi ketakutan apa." kesalnya sambil menatap ke arah depan mobil
Mendengar itu, Dion tak mampu menahan tawa. "Lo ketakutan? tenang aja kali gue juga bukan orang jahat." sahutnya tanpa melirik ke arah Viona
Seketika Viona langsung memutar kepalanya ke arah lelaki itu yang tetap fokus menyetir, lalu kembali memalingkan wajahnya dengan sangat kesal.
Hingga akhirnya Dion mulai menghentikan mobilnya di suatu tempat yang benar-benar tidak dikenali oleh Viona, bahkan berada cukup jauh dari pusat kota.
"Udah sampai. Ayo turun." ajak Dion setelah membuka sabuk pengamannya sendiri
"Turun?." Viona mengerutkan kening tak mengerti
"Ya iya turun, tadi minta cepet-cepet turun." sahut Dion sambil membukakan sabuk pengamannya Viona
Tanpa berkomentar, Viona pun langsung keluar dari mobilnya Dion. Gadis itu mulai memperhatikan daerah sekitar. Jalanan yang sepi, hanya dilewati satu atau dua kendaraan saja. Pepohonan dan semak-semak blukar. Juga lingkungan yang benar-benar sepi, tidak ada seorang pun lagi selain dirinya dan juga Dion.
"Ayo ikut." ajak Dion yang langsung berjalan menuju sebuah jembatan
"Kemana?." tanya Viona sambil berjalan mengikuti lelaki itu
Dion langsung membalikkan badannya dan menatap Viona dengan sangat tenang saat mereka sudah berada di atas jembatan.
"Jembatan? sungai?." Viona menatap ke arah bawah jembatan. "Lo mau ngapain? lo mau bunuh gue ya? lo mau ngedorong gue kan ke bawah sana?." lanjutnya sambil berjalan mundur
"Lo tuh ngomong apa sih. Emang tampang gue ini kaya pembunuh apa?." Dion mengerutkan kening tak mengerti, lalu tersenyum kecil
"Lah terus lo ngapain bawa gue kesini?." Viona menatap dengan penuh kewaspadaan
"Makanya lo sini dulu, jangan jauh-jauh kaya gitu." Dion langsung menarik tangan gadis itu
"Ga usah pegang-pegang tangan gue." Viona menepis pegangannya Dion, lalu mulai berjalan mendekati lelaki itu
"Gue bawa lo kesini itu karena gue pengen buat lo kembali tenang, ga mikirin terus masalah yang kemarin. Gue pengen ngilangin semua beban yang mengganggu pikiran lo itu." jelas Dion dengan sangat tenang
"Ngilangin beban pikiran gue? maksudnya lo mau nyuruh gue bunuh diri? aduh please ya Dion, serapuh apapun keadaannya, gue ga bakalan ngelakuin hal bodoh kaya gitu." sinis Viona
"Oh ya? bukannya kemarin aja lo hampir mengakhiri hidup lo sendiri, dan malam itu lo juga melakukan hal yang sama dengan nyebrang sembarangan di depan mobil gue." Dion menatap dengan penuh penegasan
"Jadi lo beneran mau nyuruh gue bunuh diri?." Viona menatap dengan tajam
"Aduh, lo bisa ga sih ga usah mikir kesana terus. Emangnya dengan cara mengakhiri hidup, masalah lo bisa hilang begitu aja? ngga, justru itu malah nambah masalah dan lo juga bakal rugi karena mati secara sia-sia." tegas Dion. "Gue ngajak lo kesini itu biar lo bisa menenangkan diri." lanjutnya dengan tatapan lembut
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Lo liat air itu, sangat tenang kan? Sekalipun arusnya sangat deras, banyak sampah ataupun hal lain yang melewatinya, atau disaat keruh sekalipun dia tetap tenang." Dion menatap ke arah sungai tadi. "Gue pengen lo kaya air sungai itu. Lo tetap tenang, seberat apapun masalah yang lo hadapi. Apalagi hanya karena masalah cinta kaya gitu. Apa lo ga sadar? waktu lo, pikiran lo, dan semuanya terbuang sia-sia hanya karena lelaki itu. Apa ada gunanya? ngga, lo cuma nyakitin diri lo sendiri. Sementara dia pun sama sekali ga peduli." lanjutnya kembali menoleh ke arah Viona
"Lo emang bener, udah banyak hal yang gue buang secara sia-sia hanya karena dia. Tapi itu semua bukan urusan lo." jelas Viona dengan sedikit tajam
"Jelas emang bukan urusan gue, tapi gue pengen buat lo sadar kalau yang lo lakuin itu salah." Dion menatap dengan tenang. "Mereka aja yang ngekhianatin lo bisa bahagia tanpa memikirkan perasaan lo sedikitpun, nah lo sendiri? come on Viona, hidup itu terus berjalan."
Seketika Viona langsung terdiam, berusaha meresapi setiap kata yang dikeluarkan oleh lelaki itu. Hingga akhirnya tiba-tiba saja turun hujan, hal yang sangat dibenci olehnya. Dengan cepat ia pun langsung beranjak untuk pergi.
"Lo mau kemana?." Dion menarik tangan gadis itu
"Ya gue mau cari tempat buat neduh lah, lo ga liat ini hujan." ketus Viona
"Ngga, lo ga boleh pergi. Lo harus hilangkan kebencian lo sama hujan." Dion menatap dengan lembut
"Lo gila ya, lo mau gue masuk rumah sakit lagi kaya waktu itu?." sinis Viona
"Percaya sama gue, hujan bukan penyebab lo sakit. Tapi itu semua karena kondisi fisik lo yang emang lagi lemah dan karena sugesti yang udah tertanam dalam diri lo sejak lama." tegas Dion
"Terserah lo mau bilang apa." Viona langsung berjalan cepat meninggalkan lelaki itu
"Viona, tunggu. Tolong lo percaya sama gue." Dion mengejar gadis itu dan berdiri di hadapannya tepat di tengah jalan
"Minggir ga lo, hujannya makin deras." ketus Viona
"Dengerin gue baik-baik. Sekarang, lo coba ubah sugesti lo itu. Lo yakinin diri lo kalau hujan ini ga bakalan bikin lo sakit, tapi justru akan membuat lo lebih tenang dan menghilangkan semua beban yang ada dalam fikiran lo." jelas Dion dengan sangat tenang
"Ngomong apa sih lo. Minggir ga." sinis Viona sambil berusaha berjalan melewati lelaki itu
Namun Dion malah merentangkan kedua tangannya, lalu mengangkat kepalanya dan mengarahkan wajahnya ke atas langit. Menikmati setiap tetesan air hujan yang terjatuh. Dan terlihat begitu tenang tanpa beban sedikitpun.
"Apa gue coba ikutin kata-kata Dion aja ya." pikir Viona sambil memperhatikan lelaki itu
Perlahan Viona pun mulai meyakinkan dirinya, mengubah sugesti yang sudah tertanam di dalam dirinya sejak kecil, seperti yang dikatakan oleh Dion tadi. Lalu ia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh lelaki itu. Keduanya saling berhadapan dengan gerakan yang sama.
"Jika aku bisa meyakinkannya untuk tidak lagi membenci hujan, maka aku juga pasti bisa meyakinkannya untuk percaya pada cinta ini." gumam Dion dalam hatinya
"Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, aku bisa merasa sangat tenang disaat berdiri di tengah hujan seperti ini." gumam Viona dalam hatinya
Setelah cukup lama, dalam waktu yang bersamaan. Dion dan Viona pun kembali berdiri dengan tegak dan saling bertatapan satu sama lain. Tanpa saling berbicara. Sekalipun saat Dion menggerakkan tangannya untuk menyisipkan rambut gadis itu ke belakang telinga karena menghalangi wajahnya, keduanya masih tetap tidak saling berbicara.
Sampai akhirnya pandangan Dion tertuju pada sebuah motor yang sedang melaju cukup kencang dari arah belakang Viona, dengan cepat ia pun langsung menarik gadis itu ke tepi jalan. Mereka kembali bertatapan dengan posisi kedua tangan Viona menempel pada dada Dion, sementara lelaki itu memegang erat kedua lengan Viona.
Aku ingin sekali bumi berhenti berputar detik ini juga. Waktu terhenti disini saja. Agar kamu tetap berada di dekatku. Sangat dekat dengan diriku. Tepat di depan mataku. Dan agar kamu bisa merasakan betapa kencangnya jantung ini berdegup saat kamu ada bersamaku.
Betapa derasnya darah ini mengalir saat aku menatapmu. Juga betapa kakunya tubuh ini saat berhadapan denganmu. Meskipun kamu tidak merasakan hal yang sama, tapi aku harap setidaknya kamu mengetahui apa yang saat ini aku rasakan.
"Dion." teriak Viona untuk kesekian kalinya di tengah hujan yang masih cukup deras
"Hah iya." Dion baru tersadar dari lamunannya
"Lepasin tangan lo, kita udah aman." ketus Viona
"Oh iya sorry." Dion melepaskan pegangannya pada gadis itu secara perlahan. "Yaudah kalau gitu, kita pulang. Sudah cukup lama hujan ini membasahi kita." ajaknya sambil menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Gimana, sekarang lo lebih tenang kan?." tanya Dion saat sedang di perjalanan pulang
"Lumayan. Tapi kalau sampai gue sakit, lo mesti tanggung jawab." jawab Viona dengan sikap sedikit mengancam
"Tenang aja. Percaya sama gue, lo ga bakalan sakit." Dion tersenyum dengan begitu santainya
"Dion ternyata baik juga ya, dia sampai ninggalin pekerjaannya cuma untuk bawa gue jauh-jauh kesini biar gue bisa menenangkan diri. Padahal kan gue cuma karyawannya." pikir Viona dalam diamnya. "Apa gue yang baru menyadarinya."
"Turun dulu yu." ajak Dion yang langsung membuyarkan lamunannya Viona
"Turun? kita kan belum sampai." Viona mengerutkan kening heran
"Gue laper, makan dulu yu disana." Dion menunjuk pada sebuah warung kecil yang berada di sebelah kanan mobilnya
"Warung itu?." Viona terlihat tak percaya
"Iya. Emang kenapa?." tanya Dion santai
"Ya gapapa sih. Cuma kan lo ini seorang pemilik restoran yang mewah dan makanannya mahal-mahal, emangnya lo ga malu makan di warung pinggir jalan kaya gitu?." Viona menatap lurus lelaki itu
"Ya ngga lah, ngapain juga mesti malu. Selama makanannya sehat dan ga mengandung racun, kenapa harus dipermasalahkan." Dion terkekeh dengan gelinya
"Ternyata ada juga ya orang kaya yang ga gengsian kaya gini. Ga seperti Dimas." gumam Viona dalam hatinya
"Malah diem, ayo turun." Dion mulai bergegas keluar dari mobil
Viona pun langsung mengikuti dan berlari kecil menuju warung itu, karena hujan masih belum reda juga. Dengan begitu lembut, Dion mempersilahkannya duduk dan langsung memesankan dua mangkuk mie rebus pada pemilik warungnya dengan sikap yang sangat ramah.
"Pake telur ga mas?." tanya pemilik warung itu
"Pake Bu, saya 2 ya telurnya." jawab Dion santai. "Kalau..."
"Saya 1 aja Bu." Viona langsung melanjutkan perkataan Dion
"Baik mas, mba. Kalau minumnya?." tanya pemilik warung itu lagi
"Teh manis hangat aja." Dion dan Viona menjawab secara bersamaan
"Kompak banget, jadi keliatan makin cocok." Pemilik warung itu menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Yaudah kalau begitu, saya buatkan dulu ya pesanannya." lanjutnya lalu pergi
"Cocok. Maksudnya?." Viona mengerutkan kening heran
Dion hanya mengangkat kedua bahunya dengan santai. "Mana gue tau." sahutnya singkat
"Ini pesanannya mas, mba." Pemilik warung itu mengantarkan pesanan setelah Dion dan Viona cukup lama menunggu
"Makasih Bu." Viona tersenyum ramah
"Bu, saosnya boleh minta lagi ga? ini kurang pedes." Dion tersenyum begitu polos
"Boleh mas, sebentar ya." Pedagang itu pergi dan kemudian kembali lagi untuk membawakan pesanan Dion. "Kalau begitu, saya permisi dulu." pamitnya ramah
"Yaelah kenapa ga sekalian aja tuh abisin sama botol-botolnya." sindir Viona saat melihat Dion menambahkan saos dengan begitu banyak pada mie rebusnya
"Sirik aja lo. Biar enak tau, daripada lo apaan saosnya dikit gitu." sindir Dion balik
"Suka-suka gue dong, lagian sekarang itu masih hujan. Nanti ribet lagi kalau gue sakit perut gara-gara kepedesan." Viona tersenyum sinis
"Gausah ngeles, bilang aja kalau lo ga kuat makan pedes." ejek Dion
"Enak aja, siapa bilang gue ga kuat. Gue kuat koq, cuma sekarang emang lagi ga pengen aja makan makanan yang terlalu pedes." elak Viona yang tak terima
"Yaudah kalau emang lo kuat. Abisin tuh mie nya." sahut Dion sambil menambahkan saos cukup banyak pada mie rebus milik Viona
"Ih lo apaan sih. Rese banget." kesal Viona. "Yaudah, lo juga abisin ya tuh mie nya. Selamat makan." lanjutnya sambil menambahkan saos lebih banyak pada mie rebus milik Dion
"Oh lo balas dendam ya, oke. Sekarang gue tantang lo untuk ngabisin mie ini, kalau lo kalah lo harus mengakui bahwa lo itu ga kuat makan pedes." Dion tersenyum seperti meremehkan
"Oke. Siapa takut." Viona menyanggupi dengan santai
Layaknya sebuah pertandingan. Persaingan sengit pun terjadi diantara Dion dan juga Viona. Keduanya berusaha saling mengalahkan dan berusaha menghabiskan mie rebus yang sangat pedas secepat mungkin. Meskipun mereka sama-sama sudah merasa tidak kuat, tapi mereka tetap memaksakan diri. Hingga akhirnya mereka menghabiskan mie itu dalam waktu yang bersamaan dengan keringat membasahi kening dan bibir merah menyala.
"Duh sumpah pedes banget. Dimasukkin apa sih ini saos." gerutu Viona sambil meminum teh manis miliknya yang mulai dingin
"Iyalah pedes orang dicampurin sambel." sahut Dion yang juga langsung meminum habis teh manis miliknya. "Tapi by the way lo hebat juga deh bisa selesai makan barengan sama gue, biasanya kan kalau cewe itu makannya lama." lanjutnya sambil menatap lurus Viona
"Iyalah cepet, orang gue udah ga kuat nahan pedesnya." sahut Viona sambil mengusap keningnya yang berkeringat
"Tuh kan bener lo ga kuat makan yang pedes." ejek Dion
"Terserah lo deh, yang jelas gue udah makan mie nya sampai abis." acuh Viona
"Oke. Berarti lo berhasil melakukan tantangan dari gue." Dion tersenyum santai
"Iya gue berhasil dan gue menang." Viona tersenyum bangga
"Kata siapa lo menang? orang kita seri juga." bantah Dion
"Ya tapi kan pas tadi gue selesai makan, lo masih megang sendoknya. Berarti gue yang menang dong, karena gue udah bener-bener beres duluan." Viona tetap tidak ingin mengalah
"Dih mana ada aturan kaya gitu, yang penting kan mie nya udah abis." Dion pun seperti tidak ingin mengalah
"Ya suka-suka gue dong, pokoknya gue yang menang." tegas Viona
"Dasar cewe aneh." Dion terkekeh geli
Saat itu tanpa disadari, Viona tersenyum puas namun terlihat begitu ceria ketika melihat Dion mengalah terpaksa untuknya. "Dion benar-benar baik. Mungkin selama ini gue udah salah karena selalu bersikap ketus dan sinis sama dia, seharusnya gue bisa bersikap lebih baik sama dia." gumamnya dalam hati
"Kenapa lo senyum-senyum gitu sambil ngeliatin gue?." Dion menatap lurus Viona
"Hah? ngga, gue gapapa." elak Viona. "Cuma gue baru sadar aja." lanjutnya santai
"Baru sadar apa?." Dion mengerutkan kening heran
"Ya gue baru sadar aja kalau ternyata lo itu orangnya baik juga, meskipun dikit sih." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Yaelah kemana aja lo selama ini. Orang dari dulu juga gue udah baik, baik banget malah." Dion tersenyum dengan sangat percaya diri
"Mulai deh kepedeannya." ketus Viona. "Tapi by the way, makasih ya." lanjutnya santai
"Makasih untuk?." Dion menatap dengan sangat tenang
"Makasih untuk hari ini." Viona tersenyum dengan begitu hangat
"Senyuman itu kembali aku dapatkan lagi, dan mulai hari ini aku pastikan akan selalu menjadi alasan dari senyuman indahnya." gumam Dion dalam hatinya. "I-iya sama-sama." sahutnya terlihat sangat tingkah
"Kenapa lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Gapapa, emangnya gue kenapa?." Dion terlihat semakin salah tingkah
"Terpesona ya lo sama gue." Viona tersenyum dengan sangat percaya diri
"Hah?." Dion nampak begitu terkejut
"Gue cuma bercanda kali. Udah ah yu pulang, nanti kemaleman lagi nyampe rumah." ajak Viona sambil mulai berdiri
"Pulang? kan masih hujan." Dion menatap lurus gadis itu
"Hujan dari mana? tuh lo liat, orang hujannya udah reda dari tadi juga." Viona menunjuk ke arah jalanan yang sudah mulai kering
"Oh iya, gue baru sadar. Kalau gitu, bentar ya gue bayar dulu." sahut Dion yang langsung berdiri
"Kenapa tuh orang, kesambet kali ya." gumam Viona saat Dion sudah pergi menghampiri pemilik warung yang tadi