Part 6 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 6 LOVE IN RAIN
Kegelapan malam dan derasnya hujan membuat Viona merasa takut sendirian berada di depan restorannya Dion. Terlebih suasana yang sangat hening dan tidak ada siapapun disana selain dirinya sendiri.
Tak cuma ketakutan yang dirasakannya, tapi juga kesedihan. Sedih karena jutaan tetes air yang jatuh dari langit itu mengingatkannya kembali pada lelaki itu. Lelaki yang telah mengkhianati cintanya. Lelaki yang telah menggoreskan luka di hatinya. Dan lelaki yang telah membuat kepercayaannya pada cinta tidak ada lagi. Lelaki itu pergi membawa kebahagiaannya.
"Dulu gue membenci hujan, dan sekarang gue semakin membenci hujan." gumam Viona dengan nada kebencian
"Kenapa lo benci sama hujan? emang hujan salah apa sama lo?." tanya Dion yang tiba-tiba datang seperti biasanya
"Kepo banget sih lo jadi orang." sinis Viona
"Terus aja sinis. Lo lupa ya kalau lo udah janji sama gue untuk..."
"Tapi nyokap gue udah tau kalau sekarang gue kerja, jadi janji itu udah ga berlaku lagi." Viona memotong perkataan Dion dengan nada ketus
"Ya emang sih gue ga akan bisa lagi nyuruh lo untuk bersikap baik sama gue dengan alasan itu." Dion melipatkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap ke depan. "Tapi disini kan gue bos lo, kalau lo masih tetap aja bersikap kaya gini. Gue bisa aja mecat lo dengan alasan sikap tidak sopan pada atasan." lanjutnya sambil menoleh ke arah Viona
"Lo tuh ya. Bisa ga sih lo ga usah ngegunain jabatan lo itu buat ngekang gue, tanpa lo kasih tau berulang kali juga, gue udah tau kalau lo itu pemilik restoran ini dan lo adalah bos gue." tegas Viona dengan tatapan emosi. "Dan kalau misalnya lo mau mecat gue, pecat aja sekarang juga. Gue bisa koq kerja di tempat lain, ga perlu kerja di tempat orang yang songongnya kebangetan kaya lo." lanjutnya semakin sinis
"So-sorry, maksud gue bukan kaya gitu." Dion terlihat sangat menyesal atas perkataannya tadi
"Terus apa? hah?." Viona masih terlihat kesal
"Gue cuma ngerasa cape aja karena lo selalu ngajak ribut setiap kali kita ketemu. Makanya gue berusaha cari cara biar lo bisa bersikap baik sama gue, ga ada maksud buat ngekang lo." jelas Dion dengan tatapan bersalah
Ungkapan itu membuat Viona tertegun. Gadis itu mulai mengingat semua percekcokan yang selalu terjadi setiap kali ia bertemu dengan Dion.
"Emang lo ga cape apa selalu kaya gitu? lo ga mau gitu hubungan kita bisa lebih baik dari ini?." tanya lurus Dion
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Ya maksud gue, apa lo ga bisa bersikap sama gue, seperti cara lo bersikap sama Dila, chef Andi, dan semua yang ada disini. Terlihat akrab, berteman baik, dan ga ada sikap ketus ataupun sinis." jelas Dion dengan tenang. "Sekarang gue tanya sama lo, apa alasan lo selalu bersikap ketus dan sinis sama gue? apa gue pernah punya salah sama lo?." lanjutnya saat melihat Viona yang hanya terdiam
"Lo emang ga punya salah sama gue. Tapi entah kenapa sikap itu mengalir begitu saja. Dan gue sendiri pun ga tau apa alasannya." gumam Viona dalam hatinya
"Kenapa lo diem? itu karena lo ga punya alasan kan?." tanya Dion sambil menatap Viona penuh arti
"Oke. Gue emang ga punya alasan apapun. Tapi gue emang selalu ngerasa kesel setiap kali ketemu sama lo." sahut Viona dengan lantang
"Sekalipun kalau gue bersikap baik dan lembut sama lo?." Dion menatap gadis itu dengan tenang
Entah kenapa kali ini Viona seakan sulit untuk berbicara, karena memang ia tidak tahu apa lagi yang harus dikatakannya kepada lelaki itu.
"Diem lagi. Itu artinya sikap sinis lo emang tanpa alasan." Dion mengambil kesimpulan dengan yakin. "Jadi ga ada salahnya kan kalau gue pengen berteman baik sama lo seperti yang lainnya? karena kekesalan lo itu tanpa alasan, dan lo juga ga punya alasan untuk menolak permintaan gue ini."
"Lo bener, gue emang ga punya alasan untuk menolak pemintaan lo ini. Tapi gue juga ga punya alasan untuk menerimanya." tegas Viona dengan wajah datar
"Jelas ada alasannya. Karena lo pasti akan membutuhkan seorang teman, terutama teman seperti gue." Dion tersenyum dengan begitu yakinnya
"Ga usah kepedean deh. Karena gue, ga bakal pernah ngebutuhin teman kaya lo." Viona pun tersenyum dengan begitu yakin
Saat itu tiba-tiba saja petir menyambar dengan cukup keras, yang membuat Viona langsung memeluk erat lengan Dion sambil menenggelamkan wajahnya di bahu lelaki itu tanpa disadarinya.
"Katanya ga bakalan ngebutuhin teman kaya gue." sindir Dion sambil tersenyum simpul
Sindiran itu membuat Viona menyadari, jika saat ini ia tengah memeluk lelaki itu.
"Hah ngga, gue emang ga butuh teman kaya lo. Tadi gue cuma refleks aja karena ada petir menyambar, dan kebetulan lo ada di hadapan gue." Viona mencoba mencari alasan
"Yakin ga bakal ngebutuhin gue?." Dion menatap dengan tak percaya
"Yakin lah." tegas Viona
Saat itu petir kembali menyambar dengan keras, lebih keras dari sebelumnya. Tanpa sadar, Viona pun melalukan hal yang sama seperti tadi kepada Dion dan pelukannya pun lebih erat.
"Tuh kan butuh juga." sindir Dion kembali
"Terserah lo deh mau bilang apa. Yang jelas untuk saat ini, biarin gue berlindung di bahu lo sampai petirnya pergi." lirih Viona dalam ketakutannya karena kali ini petirnya terus menyambar cukup lama
"Jangankan untuk saat ini, untuk selamanya pun aku siap melindungi kamu setiap kali kamu ketakutan." gumam Dion dalam hatinya sambil tersenyum menatap ke arah Viona yang tengah menenggelamkan wajah di bahunya. "Petirnya udah pergi." sahutnya setelah petir itu sudah tidak lagi menyambar
Perlahan Viona mulai mengangkat kepalanya dari bahu Dion, dan berdiri tegak seperti semula.
"Selain benci sama hujan, lo juga benci sama petir?." tanya Dion santai
"Yang tadi itu namanya bukan benci, tapi takut." jawab Viona kesal
"Oh. Terus kalau sama hujan, kenapa lo bisa benci?." Dion menatap dengan penuh penasaran
"Karena setiap kali terkena hujan, gue pasti jatuh sakit." jawab Viona dengan santai
"Berarti yang menyebabkan lo pingsan waktu itu..."
Viona langsung menganggukkan kepala sebelum Dion menuntaskan perkataannya.
"Itu cuma sugesti, karena hujan ga selalu menyebabkan orang sakit." Dion menatap lurus Viona
"Bukan sugesti, karena itu terjadi dari sejak gue kecil. Dan alasan yang menyebabkan gue semakin benci sama hujan adalah karena gue pernah mengalami kejadian menyakitkan di saat turun hujan malam itu." Viona mengalirkan ceritanya sambil menatap ke arah tetesan air hujan dengan penuh kebencian
"Kejadian menyakitkan? kejadian apa?." Dion terlihat sangat penasaran
"Gue ga bisa ngasih tau lo. Karena itu masalah pribadi gue." Viona menatap lelaki itu sekilas
"Oke. Gue ga akan nanya lebih dalam. Tapi untuk alasan lo yang pertama, percaya deh itu cuma sugesti yang udah tertanam dalam diri lo sejak lo kecil." Dion menatap lurus Viona dari samping
"Lo bisa bilang apapun, tapi gue yang ngerasin." Viona melirik ke arah lelaki itu
"Lo boleh ga percaya, tapi gue akan buktiin ke lo kalau itu cuma sugesti." tegas Dion
Viona hanya tersenyum sinis seperti biasanya, lalu tiba-tiba ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari mamanya.
"Hallo Ma." Viona memulai pembicaraan
"Hallo sayang, kamu dimana?." tanya Vina di ujung sana dengan sangat khawatir
"Viona masih di restoran Ma, lagi nunggu hujan reda." jawab Viona dengan sangat tenang
"Bagus kalau gitu, kamu jangan dulu pulang ya. Biar mama kesana jemput kamu, pokoknya jangan sampai kamu kehujanan." sahut Vina
"Ga usah Ma, biar Viona pulang sendiri aja. Bentar lagi hujannya reda koq." tolak Viona dengan lembut
"Tapi sayang ini udah malem, mama khawatir kalau kamu pulang sendirian." Vina semakin merasa khawatir
"Mama tenang aja, Viona akan segera pulang koq. Mama tunggu aja di rumah." Viona berusaha meyakinkan
"Yaudah kalau gitu kamu hati-hati di jalan ya sayang." pungkas Vina sebelum menutup teleponnya
Viona pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas kecil yang dipakainya. Wajahnya menjadi terlihat murung sambil terus menunduk.
"Katanya bentar lagi pulang." sahut Dion sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada
"Lo ga liat hujannya masih deras gitu?." ketus Viona sambil melirik ke arah Dion
"Ya emang kenapa? hujan segini doang, ga bakal bikin sakit kali." Dion tersenyum kecil
"Terserah lo deh." sinis Viona
"Tapi ini udah jam 10 malam loh, mau berapa lama lagi lo nunggu disini?." Dion menatap jam tangannya sejenak lalu kembali menatap gadis itu
"Lo sendiri ngapain masih disini? bukannya pulang." Viona mengalihkan pembicaraan
"Ya gue kan nungguin lo." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Hah?." Viona terlihat tercengang
"M-maksud gue, sebagai cowo yang baik, ga mungkin dong gue ninggalin cewe sendirian malam-malam di tengah hujan deras kaya gini." Dion berusaha mencari jawaban yang membuat Viona bisa percaya
"Ternyata Dion baik juga ya orangnya." gumam Viona dalam hatinya
"Viona." panggil Dion dengan lembut
"Hah iya." Viona terlihat begitu terkejut
"Lo kenapa?." Dion mengerutkan kening heran
"Ga, gue gapapa." elak Viona
"Pulang bareng gue aja yu." ajak Dion tiba-tiba
"Hah?." Viona kembali terlihat tercengang
"Iya pulang bareng gue. Lagian hujannya juga ga akan reda dalam waktu cepat, dan taxi pun ga bakal ada kalau semalam ini." Dion menatap gadis itu dengan tenang. "Gue sih cuma pengen ngebantuin lo doang, biar nyokap lo ga semakin khawatir sama lo." lanjutnya santai
Namun Viona hanya diam, hatinya seakan ragu untuk menerima tawaran lelaki itu.
"Kalau lo ga mau yaudah, gue pulang duluan aja." pamit Dion sambil mulai melangkah pergi
"Dion tunggu." panggil Viona setelah cukup lama diam
"Jadi mau pulang bareng sama gue?." Dion langsung memutar kepala ke arah gadis itu
"Terpaksa." acuh Viona
"Yaudah ayo." ajak Dion sambil menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Tapi kan masih hujan." Viona menunjukkan wajah sedikit manja
Dion menghela nafas sejenak, lalu membuka jas nya dan berjalan kembali mendekati Viona.
"Mau ngapain?." tanya Viona heran
"Biar lo ga kehujanan." Dion langsung memayungi Viona dengan jaketnya sambil tersenyum simpul
"Gue bisa sendiri." Viona langsung mengambil jasnya dan berjalan menuju pintu belakang mobilnya Dion
"Lo ngapain disitu?." tanya Dion saat sudah berada di sebelah Viona
"Ya mau masuk ke mobil lah." jawab Viona santai
"Emang lo pikir gue supir lo?." ketus Dion sambil mendekatkan wajahnya ke Viona. "Duduk di depan." lanjutnya sambil mengarahkan wajah ke pintu depan mobilnya yang sudah terbuka
Viona hanya tersenyum kecil, lalu masuk ke dalam mobilnya Dion.
"Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu?." tanya Viona saat Dion sudah berada di dalam mobil
Namun Dion tak mengeluarkan sepatah katapun, ia hanya terdiam. Lalu mendekatkan wajahnya ke Viona, semakin dekat dan semakin dekat yang membuat gadis itu terlihat ketakutan. Sampai akhirnya ia kembali duduk seperti semula, setelah memasangkan sabuk pengaman Viona.
"Kenapa lo? gue cuma masangin sabuk pengaman lo aja, biar lo aman. Nanti gue lagi yang disalahin kalau sampai lo celaka." Dion menunjukkan wajah datar
Viona langsung terlihat kesal dan memalingkan wajahnya ke arah jendela. Sementara Dion, lelaki itu langsung tersenyum penuh arti sebelum akhirnya mulai mengemudikan mobilnya.
Setelah cukup lama mengemudikan mobilnya, Dion pun sampai di depan rumahnya Viona, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh gadis itu tadi. Sebelum tertidur lelap di dalam mobilnya.
"Viona." panggil Dion pelan. "Viona." panggilnya lagi sambil memegang bahu gadis itu
Perlahan Viona mulai terbangun, melihat hujan yang sudah reda dari balik jendela, menatap ke arah jas hitam yang menyelimuti dirinya, lalu menatap ke arah Dion yang menghadap ke arahnya.
"Udah nyampe. Itu rumah lo kan?." Dion menunjuk sebuah rumah dari kaca depan mobilnya
"Iya itu rumah gue." Viona langsung menganggukkan kepalanya
"Yaudah, lo jangan dulu keluar ya." sahut Dion sambil melepaskan sabuk pengamannya, kemudian keluar dari mobil. "Sekarang baru boleh." lanjutnya setelah membukakan pintu mobilnya untuk gadis itu
Dengan cepat, Viona pun langsung bergegas untuk keluar dari mobilnya Dion. Namun tubuhnya malah tertahan dalam jok, dan ia sendiri tidak mengetahui apa penyebabnya.
"Lo itu ya. Udah tadi ga masang sabuk pengamannya dulu, sekarang malah ga lo lepas lagi." sahut Dion sambil melepaskan sabuk pengaman itu dari Viona
"Sorry." Viona tersenyum malu, lalu mulai keluar dari mobil, masih menggunakan jas milik Dion
"Viona." Vina langsung membukakan pintu, setelah mengintip dari balik jendela sejak mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya
"Mama." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Ini siapa?." Vina menatap lurus anaknya itu, lalu mengarahkan matanya ke arah Dion
"Tante ga ingat sama saya?." tanya Dion dengan lembut
"Kamu." Vina mencoba mengingatnya. "Kamu Dion?."
"Iya tante, saya Dion." Dion tersenyum hangat
"Aduh maaf ya, saya lupa tadi. Karena waktu itu kan kita cuma sebentar ketemunya." Vina tersenyum malu. "Oh ya, kenalkan saya Vina. Waktu itu kita kan belum sempat kenalan." lanjutnya sambil mengulurkan tangan
Dion pun berjabatan tangan dengan Vina sambil tersenyum penuh keramahan.
"Mama apa-apaan sih, koq jadi so genit gitu sama Dion." pikir Viona dalam hatinya sambil menatap heran kedua orang yang berada di hadapannya itu
"Makasih ya Dion, udah nganterin Viona pulang." sahut Vina dengan senyuman hangatnya
"Iya tante sama-sama." Dion pun membalas dengan senyuman yang tak kalah hangat
"Masuk dulu ke dalam yu, biar tante buatkan teh hangat." ajak Vina
"Tante." Viona mengerutkan kening heran. "Sejak kapan mama jadi tantenya dia?."
"Loh emang kenapa? kan biar lebih akrab. Gapapa kan ya Dion?." Vina kembali tersenyum pada Dion
"Gapapa koq tante, justru saya lebih senang seperti ini." Dion pun kembali membalas senyumannya Vina. "Oh ya tante, saya pamit pulang dulu ya. Ga enak udah malam." pamitnya lembut
"Ga mau masuk dulu ke dalam?." tanya Vina santai
"Lain kali aja ya tante. Mohon maaf sekarang saya harus segera pulang." tolak Dion dengan sopan
"Oh yaudah kalau gitu, hati-hati di jalan ya Dion." Vina menatap dengan penuh perhatian
Dion hanya membalas dengan senyuman. "Gue pulang dulu ya." pamitnya sambil menatap ke arah Viona
Viona langsung menganggukkan kepalanya. "Makasih ya." sahutnya santai
"Iya." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya sebelum akhirnya beranjak pergi
"Lelaki itu terlihat sangat baik dan begitu lembut, sama seperti Viona. Jika mereka bersama, aku akan merasa senang sekali. Karena Dion pasti bisa membuat Viona bahagia." gumam Vina dalam hatinya
"Ma." panggilan Viona membuyarkan lamunannya
"Eh iya sayang." Vina terlihat terkejut
"Masuk ke dalam yu." ajak Viona santai
"Yu." Vina langsung merangkul bahu anaknya itu
"Jangan sampai mama naksir sama Dion. Apa jadinya nanti, kalau aku punya papa tiri berondong kaya gitu." Viona tak mampu membayangkan apa yang tengah dipikirkannya itu
***
Tahukah kamu, saat kamu tiba-tiba memelukku tadi. Jantungku berdegup dengan begitu kencangnya, bahkan ribuan kali lebih cepat dari biasanya. Darahku pun mengalir dengan begitu derasnya.
Tahukah kamu, sebenarnya aku ingin memelukmu balik. Terlebih ketakutan yang tersirat jelas di wajahmu tadi. Ingin sekali aku memenangkanmu dalam dekapanku. Namun apa daya, tubuhku tadi tiba-tiba saja menjadi kaku. Tanganku pun terasa berat sekali untuk digerakkan. Dan semua itu karenamu, karena rasa yang aku miliki untukmu.
"Aku menyerah Viona. Aku menyerah untuk berpura-pura bersikap biasa saja setiap kali bersamamu. Karena sesungguhnya aku ingin sekali mencurahkan seluruh isi hatiku kepadamu. Hanya kamu." gumam Dion sambil menatap beberapa foto yang tengah dipegangnya
"Itu foto siapa?." tanya Sarah yang tiba-tiba masuk ke kamarnya Dion
Seketika Dion pun langsung menyembunyikan foto-foto itu, dan mulai menoleh ke arah Sarah yang sekarang duduk di sofa bersamanya. Tanpa disadari, jika salah satu fotonya jatuh ke lantai.
"Ngga Ma, bukan foto siapa-siapa." elak Dion
Namun Sarah tidak menghiraukan elakan anaknya itu, matanya tertuju pada sebuah foto terbalik yang tergeletak di lantai. Ia pun langsung mendongak dan membawa foto itu, di saat itulah Dion baru menyadari jika ada salah satu foto yang terjatuh.
"Cantik." sahut Sarah sambil menatap foto yang tengah dipegangnya. "Ini siapa?." lanjutnya sambil menatap ke arah Dion
"I-itu teman Dion Ma." Dion terlihat sangat gugup
"Namanya?." tanya Sarah santai
"Viona." Dion mengatakan dengan ragu
"Nama yang cantik, secantik orangnya." Sarah kembali menatap foto itu. "Tapi, koq bajunya kaya mama kenal ya." lanjutnya sambil berpikir
"Duh gawat nih kalau mama bisa inget sama baju itu, dia bisa tau kalau Viona pelayan di restoran aku." gumam Dion dalam hatinya dengan sangat gelisah
"Ini seragam pelayan di restoran kamu kan?." Sarah mulai mengingatnya
"Aduh, mesti jawab apa nih." Dion semakin merasa gelisah
"Dion, benar kan ini seragam pelayan di restoran kamu?." Sarah memegang lengan anaknya itu dengan lembut
"I-iya Ma." Dion tersenyum kecil
"Jadi gadis ini kerja di restoran kamu?." Sarah menatap lurus anaknya itu lalu menurunkan tangannya
Dion hanya menganggukkan kepalanya dengan gusar.
"Kamu suka sama dia?."
Pertanyaan itu membuat Dion semakin gusar dan mendadak berkeringat dingin.
"Kamu kenapa? mama ga keberatan koq kalau emang kamu suka sama gadis ini." Sarah tersenyum dengan tenang
"Mama ga keberatan?." Dion menatap dengan tidak percaya
"Iya. Karena mama tau kalau kamu itu terpaksa menerima perjodohan kamu dengan Putri." Sarah menatap dengan lembut. "Jadi kalau emang kamu punya pilihan lain, kenapa mama harus keberatan?."
"Tapi kan Ma, dia bukan berasal dari keluarga kaya seperti kita." Dion terlihat ragu
"Sayang, bagi mama status sosial itu ga penting. Karena yang terpenting itu dia bisa membuat kamu bahagia, dan begitupun sebaliknya." Sarah langsung memegang lembut pipi anaknya itu
"Tapi bagaimana dengan papa?." Dion kembali terlihat gusar
"Ya kamu harus buktiin ke papa dong, kalau pilihan kamu itu emang yang terbaik." Sarah mengelus pipi Dion lalu menurunkan tangannya
Perlahan Dion pun mulai mengembangkan senyuman di wajahnya, karena awalnya ia berpikir jika mamanya itu akan marah saat mengetahui dirinya menyukai seorang pelayan. Tapi ternyata tidak.
"Dia udah lama kerja di restoran kamu?." tanya Sarah dengan penasaran
"Baru 2 mingguan Ma, tapi dia kerjanya paruh waktu. Paling full cuma dari hari jum'at sampai minggu aja. Karena dia sambil kuliah juga." jelas Dion santai
"Oh dia kuliah. Kuliah dimana?." Sarah semakin merasa penasaran
"Di kampus yang waktu itu Dion inginkan, tapi ga jadi karena papa malah nyuruh Dion kuliah di Amerika." Dion terlihat sedikit murung
"Wah itu kan salah satu Universitas terbaik yang ada di Jakarta, berarti dia pintar dong ya." Sarah terlihat begitu antusias
"Ya begitulah, bahkan dia masuk ke kampus itu dengan beasiswa prestasi." Dion tersenyum bangga
"Waw. Terus terus dia semester berapa?." Sarah semakin terlihat antusias
"Udah mau tingkat akhir Ma." Dion tersenyum santai
"Kamu bisa tau semua itu dari dia langsung atau..."
"Nyari tau sendiri." Dion memotong pembicaran dengan wajah melas
"Hah? berarti kamu ga deket sama dia?." Sarah mengerutkan kening heran
Dion hanya menggelengkan kepalanya.
"Jangan bilang kalau dia juga ga tau tentang perasaan kamu ini?." Sarah menatap lurus anaknya itu
"Ga." Dion kembali menggelengkan kepalanya
"Loh koq gitu, kenapa kamu ga bilang sama dia?." Sarah mengerutkan kening heran
"Ya gimana Dion mau bilang, dianya aja ganas banget. Tiap ketemu selalu ngajak ribut, padahal ke yang lain dia baik." Dion menunjukkan wajah murungnya kembali
"Mungkin kamunya kali yang suka bikin dia kesel." goda Sarah sambil tersenyum kecil
"Ya dia sih bilang gitu. Tapi ya itu emang cara Dion buat bisa deket sama dia. Karena meskipun dia galak dan bicaranya selalu sinis, Dion tetap jatuh cinta sama dia. Bahkan sejak pertama kali Dion ketemu sama dia di malam itu, Dion udah ngerasain sesuatu yang berbeda dari dia." jelas Dion sambil membayangi pertemuannya dengan Viona di malam itu
"Malam itu?." Sarah mengerutkan kening samar
"Iya malam itu di tengah hujan deras. Viona adalah gadis yang Dion tolong, dan dia yang membuat Dion pulang dengan baju basah kuyup saat malam itu." Dion tersenyum penuh arti
"Gadis? oh iya iya mama ingat. Jadi gadis itu adalah Viona? dan sekarang dia kerja di restoran kamu." Sarah mencoba menerka sesuatu. "Mama yakin, ini bukan kebetulan. Semuanya pasti sudah diatur dan akan ada hal tak terduga untuk kalian."
"Dan hal tak terduganya adalah Dion dan Viona akan bersatu selamanya, suatu hari nanti." Dion langsung memeluk mamanya itu dari samping dengan begitu manja
Tak pernah sebelumnya aku melihat anakku ini tersenyum dengan begitu bahagianya. Bahkan kebahagiannya itu tersirat dengan sangat jelas dari pancaran matanya yang berbinar-binar. Gadis itu hebat sekali, karena bisa semudah ini meluluhkan hati yang begitu keras.