Part 53 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 53 LOVE IN RAIN
Karena cinta sejati tidak akan pernah pudar, seperti apapun kepadaannya. Nampaknya hal itu yang ingin ditunjukkan oleh Dion kepada Viona. Lelaki itu tak pernah berhenti sedetikpun untuk mencintai gadis cantiknya, malah yang ada rasa cintanya semakin bertambah dari waktu ke waktu. Sekalipun ia pernah ditinggalkan begitu saja selama 2 tahun lamanya, dan sekalipun kini Viona buta. Tapi tak ada sedikitpun niat untuk ia pergi dan berpaling mencari pengganti kekasihnya itu.
Seluruh perhatian dan kasih sayang pun selalu ia curahkan kepada Viona. Seperti halnya yang tengah ia lakukan sekarang, dengan penuh kelembutan ia menyuapi Viona di ruang makan yang ada di rumahnya. Ya, Dion memang membawa Viona ke rumahnya dan ia juga sengaja memasak untuk makan siangnya bersama kekasihnya itu.
Sesuap untuk Viona, sesuap untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya piring berisi makanan yang sejak tadi mereka makan berdua pun habis tanpa sisa. Lalu ia memberikan segelas air mineral dan membantu gadis cantiknya itu meminumnya.
"Gimana udah kenyang atau mau nambah lagi makannya?." tanya Dion setelah merapihkan bekas makanannya yang ada di meja
"Udah kenyang koq. Kamu kali yang masih lapar, karena makannya harus sepiring berdua sama aku." Viona tersenyum santai
"Aku juga udah kenyang koq, kenyang sama cinta kamu." sahut Dion jail
"Apaan sih." Viona terkekeh kecil
"Loh serius. Malah aku kuat ga makan selama apapun, asal kamu tetap disamping aku." rayu Dion
"Ih Dion. Jijik tau ga rayuannya." Viona tersenyum geli
"Gapapa jijik juga, yang penting kamu bisa selalu tersenyum kaya gini." Dion balas tersenyum dengan lembut
Viona pun menjadi tersipu malu, lalu ia menyasar tangannya menuju wajah Dion. Seolah mengerti, kekasihnya itu langsung meletakkan tangannya di bagian pipi kanan.
"Makasih ya sudah menjadi sosok terbaik dalam hidup aku." sahut Viona sambil mengelus lembut pipi Dion. "Meskipun aku ga bisa melihat wajah kamu lagi, tapi kamu akan selalu menjadi keindahan yang aku miliki."
"Dan kamu akan selalu menjadi yang lebih indah serta takkan pernah tergantikan." Dion mengecup manis punggung tangan Viona beberapa saat, lalu meletakkan kembali tangan kekasihnya itu di pipinya
Sejenak keduanya saling tersenyum dengan wajah yang berdekatan. Hingga suara dehaman seseorang menghentikan moment manis itu.
"Mama." sahut Dion yang mengetahui bahwa yang mendeham tadi adalah Sarah. "Papa." lanjutnya ketika melihat papanya itu berjalan di belakang mamanya
"Tante, Om." Viona langsung mencoba membangkitkan tubuhnya dari kursi
"Eh ga usah Viona, kamu ga perlu berdiri." Sarah langsung mendekat dan mendudukkan kembali gadis itu. "Gimana keadaan kamu? Maaf ya tante baru bisa nemuin kamu sekarang." tanyanya setelah ikut terduduk
"Viona sudah mulai bisa menerima kenyataan ini koq tante." Viona tersenyum menahan kepahitan
"Tante masih ga menyangka dengan apa yang kamu alami sekarang, padahal sebelum kejadian itu kita sempat bertemu dan kamu masih baik-baik aja." Sarah menggenggam erat kedua tangan Viona, dan mengelusnya lembut
"Mungkin memang sudah takdirnya tante." Viona kembali tersenyum menahan kepahitan
"Kamu yang sabar ya, tante juga akan membantu mencarikan donor mata itu untuk kamu. Tante yakin kamu pasti bisa melihat lagi." Sarah mempererat genggamannya
"Tante koq bisa masih baik seperti ini ke Viona? Bukannya perkataan Viona waktu itu sudah keterlaluan?." tanya Viona lurus
"Awalnya tante sangat marah dan kecewa sama kamu. Tapi setelah Dion menceritakan semuanya, tante mengerti kenapa kamu bisa mengatakan semua itu. Karena kamu berada dalam tekanan, bukan atas dasar keinginan kamu sendiri." Sarah tersenyum dengan begitu tenang
"Makasih tante atas pengertiannya." Viona balas tersenyum dengan lembut
"Yaudah kalau gitu, tante tinggal dulu ya sebentar. Dari tadi tante nahan pengen ke toilet." sahut Sarah sambil mengelus lembut pipi Viona sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduknya. "Mama ke toilet dulu ya Pa, Dion." lanjutnya yang kemudian pergi
"Dion, bisa papa bicara berdua sebentar sama kamu." Reza mulai bersuara
"Tapi Pa, Viona ga ada yang nemenin. Kita tunggu dulu mama kembali dari toilet ya." balas Dion
"Viona bisa jaga diri dia sendiri koq, lagipula kita cuma bicara di luar aja sebentar." sahut Reza
"Papa kamu benar, aku gapapa koq disini sendirian. Kalian bicara aja." Viona mempersilahkan
"Tapi..."
"Ayo Dion." sela Reza yang langsung berjalan menuju samping rumah ke arah kolam renang
"Kamu gapapa ditinggal sendirian dulu disini?." Dion nampak tak tega meninggalkan Viona
"Gapapa koq, kamu bicara aja sama papa kamu. Sepertinya ada hal penting yang ingin dia bicarakan." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Yaudah kalau gitu, aku tinggal dulu sebentar ya sayang. Kamu jangan kemana-mana, tunggu disini sampai mama kembali dari toilet." Dion mengelus lembut kepala Viona sebelum akhirnya pergi menyusul Reza
Setelah cukup lama menunggu sendirian, tiba-tiba Viona mendengar suara dering ponselnya Dion. Ia memang sudah hafal betul nada dering ponsel kekasihnya itu, karena sejak dulu memang tak pernah diganti. Selalu lagu Bukti dari Virgoun. Lagu yang pernah dinyanyikan untuknya saat berada di puncak.
Karena suaranya semakin jelas terdengar, Viona pun mencoba menyasar tangannya mencari keberadaan ponsel itu di sekitar meja. Hingga tak terlalu lama ia pun menemukannya, tak jauh dari posisinya duduk.
"Sepertinya ada telepon penting, karena dari tadi bunyi terus." gumam Viona sambil memegang ponsel itu. "Sebaiknya aku kasih aja ke Dion." lanjutnya yang mencoba bangkit dari kursi
Lalu menyasar jalan kosong dengan tongkat kecil yang sudah ia pakai selama beberapa hari ini, sebagai alat bantunya berjalan di tengah kegelapan. Dengan penuh kehati-hatian, Viona pun akhirnya sampai ke ambang pintu samping rumah. Tempat dimana Reza dan Dion tengah berbicara di pinggir kolam renang.
"Sebenarnya maksud pembicaraan papa dari tadi itu apa sih? Kenapa kesannya papa masih tetap tidak menyetujui hubungan aku dengan Viona. Padahal kan sudah jelas, Viona tidak pernah mengkhianati keluarga kita." Dion menatap lurus papanya itu
Sementara Viona, ia mendengarkan pembicaraan tersebut dengan bersembunyi di balik pintu.
"Viona memang tidak pernah mengkhianati kita semua, tapi tetap saja dia itu adalah anaknya Anggara dan juga Marisa." jelas Reza
"Tapi kan sekarang Viona sudah tidak tinggal lagi bersama mereka, dia lebih memilih tinggal bersama tante Vina demi mempertahankan hubungannya dengan aku." tegas Dion
"Tetap saja. Mau dia tinggal bersama siapapun, tidak akan merubah fakta tentang siapa orang tuanya. Terlebih sekarang dia itu buta, kamu masih mau mempertahankan gadis buta seperti dia?." Reza menatap dengan tajam
"Viona pasti bisa melihat lagi. Karena aku, tante Vina, orang tuanya, dan semuanya sedang berusaha mencarikan donor mata untuk dia." yakin Dion
"Iya kalau nemu, kalau ngga gimana? Kamu mau hidup selamanya dengan gadis buta seperti dia?." Reza menatap semakin tajam
"Memang apa masalahnya? Aku sama sekali ga keberatan dengan keadaan Viona yang seperti itu." Dion menanggapi dengan santai
"Dion, kamu itu laki-laki. Dan kamu akan menjadi suami yang seharusnya dilayani oleh seorang istri, bukan malah sebaliknya." geram Reza. "Tadi papa lihat sendiri bagaimana Viona begitu bergantung sama kamu. Makan disuapin, minum diminumin. Kamu mau menghabiskan hidup kamu dengan melayani dia seperti itu?."
"Pa, semua itu aku yang menginginkannya. Aku memang ingin mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayang aku kepada Viona. Bukan karena Viona yang meminta. Ngga, dia sama sekali ga pernah minta diperlakukan seperti itu." Dion mencoba memberikan pengertian
"Viona mungkin tidak pernah memintanya, tapi kamu yang bodoh. Kamu terlalu bodoh karena telah dibutakan oleh cinta kamu kepada Viona." sahut Reza dengan tajam. "Dan papa tegasin sekali lagi, papa tidak akan pernah mengizinkan kamu untuk tetap berhubungan dengan Viona."
"Viona, koq kamu disini?." tanya Sarah yang tiba-tiba datang dan langsung mengagetkan Viona hingga ponsel milik Dion yang sejak tadi dipegangnya terjatuh
"Viona." Dion pun langsung memutar kepalanya bersama dengan Reza. "Sayang, kamu kenapa?." tanyanya yang langsung menghampiri
"Aku gapapa koq, tadi aku cuma mau ngasihin hp kamu aja soalnya bunyi terus. Takutnya ada telepon penting, tapi hp nya ga sengaja aku jatuhin. Maaf ya." jelas Viona mencoba setenang mungkin
"Iya gapapa koq." Dion menanggapi dengan santai sambil mengambil ponsel miliknya dari tangan Sarah setelah mamanya itu mengambilkannya dari lantai
"Maafin tante ya Viona, tante sama sekali ga bermaksud untuk mengagetkan kamu." Sarah tersenyum tak enak hati
"Gapapa koq tante, emang Vionanya aja yang lagi ga fokus." Viona balas tersenyum dengan santai
"Ga fokus karena terlalu asyik menguping pembicaraan saya dengan Dion ya?." tanya Reza dengan nada tak menyenangkan
"Hah? Ngga koq om, Viona ga menguping pembicaraan siapa-siapa." elak Viona
"Kenapa ga iya aja? Justru saya sangat mengharapkan kamu mendengarkan semua pembicaraan tadi. Biar saya juga ga usah repot-repot mengulangi pembicaraan yang sama kepada kamu." sinis Reza
"Maksud papa apa sih? Dan kenapa juga papa bicara dengan nada seperti itu kepada Viona?." Sarah mengerutkan kening heran
"Apa mungkin Viona mendengarkan semua pembicaraan aku dengan papa tadi?." pikir Dion dalam diamnya
"Sepertinya tanpa papa jelaskan pun, mama sudah pasti tau maksud papa apa." jelas Reza yang langsung beranjak pergi meninggalkan mereka semua
"Loh Pa." panggil Sarah. "Mama susul papa dulu ya." pamitnya kepada Dion dan Viona, lalu kemudian langsung menyusul Reza yang pergi meninggalkan rumah anaknya itu
"Lebih baik kita duduk aja yukk di dalam." ajak Dion sambil memegang tangan Viona
"Ga usah, sebaiknya aku pulang aja." Viona langsung menepis pegangan kekasihnya itu
"Kenapa?." Dion mengerutkan kening heran. "Apa jangan-jangan karena tadi kamu mendengarkan pembicaraan aku sama papa?."
"Apa yang dikatakan papa kamu memang benar." sahut Viona
"Jadi kamu beneran mendengarkan pembicaraan kami tadi?." Dion nampak tercengang. "Ya ampun sayang, jangan terlalu kamu pikirkan ya dan jangan juga kamu masukkan ke hati." sahutnya dengan gusar
"Gimana bisa ga aku pikirkan? Toh kenyataaanya semua dikatakan papa kamu itu memang benar adanya." jelas Viona
"Ya tapi semua itu ga ngaruh apa-apa, aku ga akan menuruti perkataan papa tadi. Dan aku harap kamu juga jangan terpengaruh." Dion semakin merasa gusar
"Aku emang sama sekali ga terpengaruh koq." Viona tersenyum santai
"Jadi maksud kamu?." Dion mengerutkan kening heran
"Semua yang dikatakan papa kamu tadi jelas menjadi pikiran aku. Tapi, itu ga akan membuat aku mundur untuk tetap mempertahankan cinta kita." jelas Viona
"Jadi maksudnya, kamu tetap akan berjuang bersama aku meskipun pertentangan demi pertentangan terus menghampiri kita?." tanya Dion lurus
"Iya." Viona mengangguk mantap. "Karena sekarang aku sangat yakin, cinta kita itu begitu kuat. Semakin ditentang, malah semakin kuat lagi bukannya melemah." lanjutnya sambil tersenyum lembut
"Makasih sayang." Dion langsung memeluk erat Viona. "Tadinya aku udah takut kalau kamu akan kembali menyerah pada keadaan."
"Aku ga akan melakukan kesalahan yang sama, dan aku ga akan membiarkan kamu berjuang sendirian lagi." Viona balik memeluk tak kalah erat dengan perlahan sambil menyasar
Karena cinta bukan hanya tentang memperjuangkan ataupun hanya diperjuangkan. Melainkan tentang kedua orang yang berjuang bersama-sama.
***
"Kita ini sebenarnya ada dimana sih? Kamu ngajakin aku ke tempat apa?." tanya Viona setelah dibawa jalan cukup jauh oleh Dion sejak turun dari mobil tadi
"Sebentar, kamu nikmati dulu suasananya. Nanti juga kamu akan tau sendiri sekarang kita ada dimana." Dion mulai menghentikan langkahnya lalu meletakkan kedua tangan Viona pada tembok pembatas dan mengarah ke arah sana
"Seperti ada suara air laut." sahut Viona setelah mulai menikmati suasana disekitarnya. "Ada hembusan angin juga, dan ada seperti tembok pembatas." lanjutnya sambil meraba-raba apa dipegangnya sejak tadi
"Kita di dermaga ya?."
"Tepat sekali. Pinter banget sih pacar aku." Dion langsung mengelus lembut rambut Viona
"Apaan sih, mulai deh rayuan jijiknya." Viona tersenyum geli
"Kata aku juga kan, gapapa jijik yang penting kamu bisa selalu tersenyum." Dion melepaskan jaket yang sejak tadi dipakainya. "Dan yang lebih penting lagi, aku bisa menjadi alasan dari setiap senyuman di wajah kamu." sahutnya sambil memakaikan jaket itu kepada Viona, lalu memeluk gadis cantiknya itu dari belakang
"Koq jaketnya di kasih ke aku sih? Nanti kamu bisa masuk angin." Viona menolehkan wajahnya ke arah Dion yang saat ini menempelkan dagu di bahu kanannya
"Ga bakal masuk angin, aku kan punya yang lebih menghangatkan dibandingkan jaket." Dion mempererat pelukannya
"Apaan sih, dasar modus." Viona terkekeh kecil
"Biarin." sahut Dion santai. "Kamu kangen ga sama moment saat kita berdua kaya gini?." tanyanya sambil menatap Viona dari samping
"Pasti lah." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Selama aku pergi, moment seperti inilah yang selalu aku rindukan setiap waktu."
"Ga teralihkan sama orang yang ada disana gitu?." jail Dion
"Ya ngga lah, siapa juga yang bisa membuat aku teralihkan dari kamu." Viona menanggapi dengan santai
"Ya siapa lagi kalau bukan bule-bule yang ada di London sana. Mereka kan lebih keren daripada aku, masa kamu ga tertarik." goda Dion
Ya London, selama 2 tahun itu Viona memang pergi ke London. Awalnya hanya untuk liburan, namun karena Dimas mengatakan bahwa Dion tidak pernah datang sekalipun sehingga ia menganggap bahwa kekasihnya itu benar-benar sudah tidak peduli lagi. Akhirnya ia pun memilih untuk menetap disana dan melanjutkan S2 nya.
Namun setelah lulus S2, ia tak mampu lagi untuk hidup sendirian disana meskipun orang tuanya dan Dimas selalu rutin menemuinya dua minggu sekali. Tapi tetap saja, yang namanya hidup negeri orang terlebih bukan murni atas keinginannya sendiri tidak akan membuat nyaman. Hingga ia memutuskan untuk kembali ke tanah air.
"Jangankan yang lebih keren, lebih baik dari kamu juga banyak koq. Tapi, bagi aku kamu adalah yang terbaik. Dan tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun." sahut Viona dengan sangat lembut
"Kamu belajar dari mana? Koq pinter banget sih gombalnya." Dion terkekeh kecil
"Dari kamulah, kamu kan yang paling pinter ngegombal." Viona balas terkekeh kecil
"Aku? Perasaan aku ga pernah ngegombal deh, aku kan selalu bicara sesuai isi hati." sahut Dion
"Aku juga sesuai isi hati koq, kamu memang yang terbaik untuk aku." balas Viona sambil memfokuskan pandangan gelapnya ke arah depan. "Meskipun raga kamu tidak akan pernah bisa lagi aku lihat, tapi cinta kamu akan selalu aku rasakan."
"Kamu koq bicara kaya gitu sih?." tanya Dion lurus
"Kamu ingat kan kata dokter kalau sampai lebih dari 3 bulan, kita semua belum juga mendapatkan donor mata itu maka aku akan buta selamanya. Dan sekarang sudah 2 bulan berlalu, masih belum ada juga donor mata yang cocok buat aku." jelas Viona
"Baru 2 bulan sayang, masih tersisa waktu sebulan lagi. Jadi kamu jangan hilang harapan seperti ini, kamu harus percaya sama aku kalau kamu pasti bisa melihat lagi. Karena aku sendiri yang akan memastikannya." tegas Dion
"Maksud kamu apa?." Viona mengerutkan kening heran sambil menolehkan wajahnya ke arah Dion yang saat ini masih meletakkan dagu di bahu kanannya
"Ya aku akan berusaha sekeras mungkin untuk mencari donor mata yang cocok untuk kamu. Dan kali ini aku pastikan, bukan lagi harapan kosong." Dion mencoba meyakinkan kekasihnya itu
"Lelaki ini memang selalu bisa meyakinkanku terhadap sesuatu yang paling mustahil sekalipun. Meskipun jujur untuk hal yang satu ini, aku meragukannya. Dan jika seandainya keraguanku ini benar, aku akan mencoba ikhlas. Ikhlas untuk menerima kenyataan bahwa duniaku akan selamanya diselimuti kabut kegelapan." gumam Viona dalam hatinya yang kembali menatap ke arah depan
Kamu adalah bukti
Dari cantiknya paras dan hati
Kau jadi harmoni saat ku bernyanyi
Tentang terang dan gelapnya hidup ini
Tiba-tiba saja Dion menyanyikan lagu itu setelah keduanya terdiam cukup lama, dengan pelukannya pada Viona yang tidak sedikitpun terlepas sejak tadi.
"Lagu itu?." Viona langsung menoleh ke arah Dion
"Masih ingat?." Dion tersenyum lembut
Kaulah bentuk terindah
Dari baiknya Tuhan padaku
Waktu tak mengusaikan tampanmu
Kau lelaki terhebat bagiku
Tolong kamu camkan itu
Viona melanjutkan lagunya dengan lirik yang berbeda dari lagu aslinya, setelah tersenyum sejenak.
Beruntungnya aku dimiliki kamu
Dion dan Viona saling tersenyum dengan wajah berdekatan, sambil menyudahi lagunya.
Hingga lagu itu kembali terdengar. Namun bukan mereka yang menyanyikan, tapi melalui ponsel Dion yang berdering. Ada sebuah panggilan masuk dari mamanya.
"Hallo Ma. Kenapa?."
"Sekarang?."
"Yaudah Dion sama Viona langsung kesana ya."
Dion menutup panggilannya sambil mulai melepaskan pelukannya pada Viona.
"Ada apa?." tanya Viona sambil memutar badannya secara perlahan
"Mama lagi nungguin kita di restoran. Jadi sebaiknya, kita pergi kesana sekarang yukkk." ajak Dion
"Maksudnya di restoran kamu? Restoran yang mana?." tanya Viona lagi
"Restoran utama. Tempat yang menjadi saksi perjalanan cinta kita." jelas Dion setelah tersenyum sejenak
"Oh yaudah kita kesana sekarang." Viona mengangguk paham
"Ayo." Dion langsung merangkul bahu kekasihnya itu dan membantunya berjalan
Viona pun mulai melangkahkan kalinya bersama Dion sambil menyasar jalanan, hingga tiba-tiba saja Dion langsung menggendongnya dan membuatnya seketika melingkarkan kedua lengannya pada leher Dion.
"Dion, kamu ngapain sih pake gendong aku segala. Turunin ga?." pinta Viona kepada Dion yang mengangkat bagian punggung dan kedua belakang kakinya dengan sangat kuat
"Ga mau." Dion menanggapi dengan santai
"Kenapa ga mau?." tanya Viona lurus
"Karena aku kangen ngegendong kamu kaya gini, apalagi ngegendong kamunya pas kamu tertidur." Dion tersenyum lembut
Seolah merasakan bagaimana respon yang diberikan oleh Dion, Viona balas tersenyum tak kalah lembut. Hingga kekasihnya itu terus menggendongnya dan mulai menurunkannya ketika sudah berada di dalam mobil.
"Mau aku gendong aku lagi?." tanya Dion saat ia dan Viona baru saja turun dari mobil tepat di depan restorannya
"Ga ah malu, disini kan banyak orang." tolak Viona dengan manja
"Oh jadi kamu maunya di tempat yang ga banyak orang kaya tadi, yaudah kita cari tempat sepi yukk." goda Dion
"Apaan sih." Viona tersenyum geli. "Udah ah ayo cepet masuk, kasian mama kamu nunggu terlalu lama."
Dion pun kembali merangkul bahu Viona, dan membantu kekasihnya berjalan hingga masuk ke dalam restoran. Lalu mencari keberadaan Sarah, hingga ia menemukan mamanya itu berada di meja tengah yang berukuran cukup besar. Namun tidak sendirian, ada Reza juga beserta Vina, Feby, Marisa dan Anggara. Mereka semua berada dalam satu meja.
"Mama." sahut Dion saat sudah berada di hadapan mereka semua
Seketika mereka pun langsung bangkit dari tempat duduknya masing-masing.
"Akhirnya kalian datang juga." Sarah tersenyum senang
"Kalian semua kenapa pada kumpul disini?." Dion mengerutkan kening heran
"Kalian?." Viona ikut mengerutkan kening heran. "Memangnya mama kamu sedang bersama siapa?."
"M-mama lagi sama..."
"Viona."
Tiba-tiba terdengar suara yang sudah tidak asing lagi di telinga Viona.
"Dion, lebih baik kamu antar aku pulang aja yukk. Tiba-tiba aku ga enak badan." ajak Viona yang langsung memegang erat tangan Dion
"Viona, tunggu Viona." Marisa yang tadi memanggil putrinya itu langsung menghampiri. "Tolong jangan menghindar lagi, mama kangen sekali sama kamu sayang."
Viona memang selalu menghindar setiap kali Marisa ataupun Anggara datang menemuinya selama 2 bulan terakhir ini.
"Untuk apa mama kesini? Kalau mama ingin mengajak Viona kembali ke rumah, jawaban Viona masih tetap sama. Viona ga akan pernah kembali jika mama dan papa masih terus menyuruh Viona untuk meninggalkan Dion." sahut Viona dengan tegas
"Ngga sayang, ngga. Papa dan mama ga akan pernah menyuruh lagi kamu untuk meninggalkan Dion ataupun memisahkan kalian berdua." Anggara mulai ikut menghampiri
"Iya sayang, kami ga akan melakukannya lagi." sambung Marisa
"Kalian pasti bohong." Viona tersenyum tak percaya
"Orang tua kamu ga bohong Viona. Mereka ga akan memisahkan kamu lagi dari Dion, begitupula dengan Om." Reza pun mulai menghampiri bersama dengan yang lainnya
"Maksud papa?." Dion mengerutkan kening heran
"Sekarang kami sudah menyadari bahwa selama ini kami terlalu egois, sehingga mengorbankan kebahagiaan kalian berdua." jelas Anggara
"Dan papa juga sadar, kesalahan papa di masa lalu kepada orang tuanya Viona tidak seharusnya menimbulkan kebencian. Tapi justru harus papa akui dan papa perbaiki semuanya." Reza tersenyum lembut. "Maafkan om ya Viona, sebenarnya om sama sekali tidak berniat membenci kamu apalagi hanya karena keadaan kamu yang sekarang. Semua itu karena kebencian yang om miliki kepada orang tua kamu, kebencian yang tidak seharusnya." sahutnya sambil mengelus lembut rambut Viona
"Tunggu dulu, ini maksudnya papa sama orang tuanya Viona sudah berdamai?." Dion bertanya dengan hati-hati
"Iya." Reza mengangguk mantap
"Papa serius?." Dion tersenyum senang namun masih merasa tak percaya
"Iya Dion, kami sudah saling memaafkan dan melupakan semuanya." Anggara tersenyum lembut
"Makasih ya karena kalian sudah mengalah untuk kami." Viona menatap dengan haru
"Tidak perlu berterimakasih sayang." Marisa langsung memeluk erat Viona. "Karena sudah menjadi kewajiban orang tua untuk selalu membahagiakan anak-anaknya." lanjutnya sambil mengurai pelukannya
"Justru kami minta maaf, karena pernah membuat kamu bersedih dan juga menderita." Anggara menatap dengan rasa bersalah
Lalu ia dan Marisa pun langsung memeluk putrinya itu dengan sangat erat. Begitupula dengan Dion yang langsung berpelukan dengan Reza, meluapkan kebahagiaannya.
Kemudian mereka semua pun kembali terduduk, dan menikmati makan malam dengan penuh tawa serta kebahagiaan.
Seakan kepahitan kemarin telah menjadi manis sekarang. Meskipun Viona tak bisa melihat satu persatu orang yang bersamanya saat ini, tapi ia bisa merasakan ada senyum kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka.