Part 52 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 52 LOVE IN RAIN
Marisa, Anggara, Dion dan juga Dimas tengah berada di ruang rawat Viona sekarang. Mereka memang langsung membawa gadis itu ke rumah sakit, setelah tak sadarkan diri di restoran tadi.
Suasana nampak begitu menegangkan, tatapan mereka pun penuh kesenduan sambil menunggu Viona yang belum juga sadarkan diri dengan plester di keningnya. Entah apa yang terjadi, bahkan Marisa pun sampai menangis di dalam pelukan Anggara. Begitupula dengan Dion dan Dimas yang nampak berkaca-kaca, sambil berdiri disamping ranjang Viona pada dua sisi yang berbeda. Dimas bersama kedua orang tuanya, sementara Dion sendiri di sisi yang lain.
Hingga setelah cukup lama berada dalam suasana seperti itu, Viona mulai tersadar dan membuka matanya.
"Sayang." Marisa yang menyadari itu langsung mendekati Viona. "Kamu udah sadar?." tanyanya sambil mengelus lembut kepala putrinya itu
"Ma, Viona ada dimana?." tanya Viona dengan tatapan kosong
"Kamu ada di rumah sakit sayang, tadi kamu pingsan setelah terbentur meja di restorannya Dion." jelas Marisa sambil menahan tangisnya
"Tapi kenapa gelap Ma? Ini lagi mati lampu atau emang ruangannya yang gelap?." Viona sama sekali tak menemukan titik terang di ruangan itu. "Kenapa Viona ga bisa melihat apapun disini Ma? Kenapa semuanya gelap?." sahutnya sambil mencoba menyasar tangannya untuk menyentuh sesuatu
"Kamu tenang dulu ya sayang." Marisa langsung memegang kedua tangan putrinya itu
"Tapi Viona benar-benar ga bisa melihat apapun Ma, cepet nyalain lampunya. Semuanya gelap. Viona ga mau gelap-gelapan seperti ini. Viona ga mau." Viona mulai histeris karena ia memang tidak bisa melihat apapun disekitarnya, semuanya benar-benar gelap bahkan sangat gelap
Marisa langsung menatap Anggara, ia nampak tak sanggup untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Viona.
"Sayang kamu tenang ya. Dokter bilang, benturan tadi merusak saraf mata kamu yang memang sebelumnya sudah pernah terkena benturan juga. Dan hal itu membuat kamu harus mengalami kebutaan." jelas Anggara mencoba menguatkan dirinya. "Tapi kamu ga perlu khawatir, papa akan mencari donor mata secepetnya untuk kamu. Kalau di Indonesia ga ada, kita pergi ke luar negeri. Pokoknya kemanapun juga akan papa cari agar kamu bisa melihat lagi." lanjutnya mencoba meyakinkan Viona
"Apa? Ngga, Viona ga mungkin buta. Ga mau, Viona ga mau buta." Viona semakin histeris dan langsung bangkit dari posisi terbaringnya
"Papa tau, papa tau. Papa juga ga akan membiarkan kamu berlama-lama dalam keadaan seperti ini, papa akan melakukan apapun agar kamu bisa melihat lagi. Papa akan mencari dokter mata terbaik untuk kamu." Anggara mencoba menenangkan putrinya itu
"Tapi Viona ga mau buta Pa, Viona ga mau." Viona malah semakin histeris lagi dan terus memberontak
"Sayang, kamu tenang ya. Semuanya akan kembali seperti semula, yang penting kamu tenang dulu." Dion mulai bersuara dan mendekati kekasihnya itu
"Tapi aku ga mau buta, Dion. Aku ga mau." Viona malah semakin memberontak
"Aku tau sayang, aku tau." Dion langsung memeluk erat Viona. "Tapi kamu harus tenang, jangan seperti ini. Semuanya akan kembali seperti semula, kamu akan bisa melihat lagi. Percaya sama aku."
"Tapi aku ga mau buta, aku ga mau buta." lirih Viona dalam tangisan tanpa air mata
Entah apa lagi ini. Jika biasanya hujan selalu menjadi sumber masalah dalam kehidupanku, dengan diikuti terpaan angin, petir dan juga badai. Namun sekarang, hujan itu telah mengering. Hanya kabut yang tersisa. Kabut yang begitu gelap hingga membuatku tak bisa lagi melihat dunia.
Hukuman atau ujian. Aku pun tak tau. Rasanya derita ini tak pernah berakhir. Selalu datang silih berganti. Diri ini pun menjadi mati rasa. Entah harus seperti apa menghadapinya. Untuk menangis pun sudah tak bisa, karena air mata tak lagi mengalir. Mungkin hanya hati yang bisa menangisi semua keadaan ini.
"Lebih baik sekarang kamu istirahat dulu ya, pasti kepala kamu masih terasa sakit akibat benturan tadi." sahut Dion setelah cukup lama memeluk Viona yang hanya terdiam
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Viona hanya menurut ketika kekasihnya itu kembali membaringkannya. Lalu mengelus kepalanya dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang.
"Kamu tetap disini ya, temenin aku." Viona tiba-tiba menggenggam erat tangan Dion setelah menyasarnya beberapa saat
Dion pun langsung menatap ke arah Anggara dan juga Marisa, karena ia tau betul bahwa mereka tidak mungkin mengizinkannya untuk menemani Viona lebih lama lagi.
"Ga..."
"Iya sayang, Dion akan tetap disini koq untuk nemenin kamu." sela Marisa ketika Anggara nampak ingin melarang
"Ma." Anggara menatap dengan kesal
"Tolong papa mengerti, saat ini hanya Dion yang bisa membuat Viona tenang. Jadi biarkan saja dia menemani Viona disini." bisik Marisa pelan
"Yasudah, tapi hanya untuk kali ini saja. Setelah ini jangan harap dia bisa menemui Viona lagi." sahut Anggara yang juga pelan sambil menatap tajam Dion, sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu bersama Marisa dan juga Dimas
Setelah menarik nafas berat sejenak, Dion pun mulai menggenggam balik tangan Viona dengan sangat erat. "Sekarang kamu istirahat ya, aku bakal temenin kamu disini koq." sahutnya lembut
"Makasih ya karena kamu masih mencintai aku sampai saat ini, meskipun aku pernah menyakiti dan meninggalkan kamu begitu saja." Viona menoleh ke arah Dion meski tatapannya entah tertuju kemana
"Bukan kamu yang menyakiti, tapi aku. Maaf ya karena aku sudah melanggar janji aku sendiri dengan membuat kamu sakit hati dan kecewa." Dion mempererat genggamannya
"Gapapa koq, semua itu kan berawal dari aku juga." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Yaudah, kalau gitu kita lupakan aja semua yang udah berlalu ya? Jadikan sebagai pembelajaran untuk lembaran baru yang lebih baik lagi. Dan kamu harus janji, kamu harus selalu bersama aku apapun yang akan terjadi nanti. Jangan pernah pergi lagi." Dion menatap dengan sangat dalam
"Kamu masih mau bersama aku meski keadaan aku sekarang seperti ini?." tanya Viona lurus
"Loh emangnya kenapa?." Dion menanggapi dengan santai
"Aku udah ga kaya dulu lagi, Dion. Sekarang aku buta, aku pasti akan sering bahkan akan selalu ngerepotin kamu." jelas Viona
"Koq kamu jadi pesimis gini sih? Kamu harus yakin dong, kamu pasti bisa melihat lagi." Dion mencoba menyemangati
"Tapi kemungkinan terburuk itu pasti ada. Dan seandainya benar terjadi, hidup kamu akan menjadi sia-sia jika kamu memilih untuk tetap bersama aku." tegas Viona
"Hey, kamu bicara apa sih?." Dion langsung memegang lembut pipi Viona, sementara tangan satunya masih tetap menggenggam erat tangan kekasihnya itu. "Aku mencintai kamu dengan tulus, jadi aku ga peduli bagaimanapun keadaan kamu. Dan jika seandainya kamu tidak bisa melihat lagi pun, aku akan tetap bersama kamu. Aku akan selalu menjadi penerang di dalam kegelapan yang kamu rasakan."
"Karena kamu itu satu untuk selamanya." bisik Dion dengan sangat lembut
Seketika Viona merasa begitu terenyuh dengan apa yang dikatakan oleh kekasihnya itu. Dion memang tak ada duanya. Dion adalah sosok lelaki sejati yang begitu sempurna, meskipun di dunia ini tidak ada yang sempurna. Tapi Dion mampu menunjukkan kesempurnaan itu.
Viona mencoba membayangi semua hal yang pernah ia lewati bersama Dion. Semua kepahitan yang pernah ia alami, namun lelaki itu tetap bersamanya. Mendukukungnya, menguatkannya, serta selalu bisa menenangkannya sepahit apapun keadaannya. Sama halnya dengan sekarang, ia mampu menerima hal terpahit dalam hidupnya hanya karena lelaki itu.
Jika seandainya Dion tak ada bersamanya, tentu Viona sudah merasa begitu terpuruk dengan kenyataan pahit yang ia terima saat ini. Dimana dunia sudah tidak bisa dilihatnya lagi, semuanya menjadi gelap tanpa ada titik terang sedikitpun.
Hingga tiba-tiba ia teringat jelas dengan kejadian dimana Dimas pernah mendorongnya hingga tersungkur ke ujung sofa, ketika lelaki itu berusaha untuk menyentuhnya. Dan ia mencoba mengingat penjelasan Anggara tadi, papanya itu mengatakan bahwa kebutaan yang ia alami sekarang disebabkan oleh benturan sebelumnya yang mengenai saraf matanya. Dan benturan tadi membuat saraf matanya itu rusak hingga kebutaan terjadi.
"Benturan sebelumnya." Viona menyudahi lamunannya. "Dion." sahutnya mencoba menyasar tangan kekasihnya itu
"Iya sayang, kenapa?." Dion langsung memegang tangan Viona
"Tadi papa aku bilang kata dokter kebutaan ini terjadi karena benturan sebelumnya yang sudah mengenai saraf mata aku, dan seinget aku, aku hanya pernah terbentur sebelum ini ketika Dimas mendorong aku di apartementnya." sahut Viona. "Dan aku kembali terbentur karena ulah Dimas juga. Berarti yang membuat aku sampai buta seperti ini itu adalah Dimas?." tanyanya dengan kesal
"Jadi dari tadi Viona memikirkan hal ini." gumam Dion dalam hatinya
"Dion." panggil Viona ketika kekasihnya itu hanya terdiam
"I-iya, Dimas yang membuat kamu seperti ini." Dion langsung mengerjapkan matanya
"Emang bener-bener ya, dia ga pernah berhenti jadi badai di dalam kehidupan aku." Viona nampak geram. "Aku harus kasih dia pelajaran." lanjutnya yang langsung bangkit dari posisi terbaringnya
"Kamu mau kemana?." Dion langsung memegangi Viona
"Aku mau temuin Dimas, aku mau kasih dia pelajaran. Aku benar-benar muak dengan semua yang udah dia lakukan sama aku." geram Viona
"Ga perlu, karena aku sudah memberi dia pelajaran tadi." sahut Dion
"Tapi aku mau tetep kasih dia pelajaran." Viona berusaha turun dari ranjang tempatnya berbaring sejak tadi
"Ga perlu sayang, lebih baik kamu istirahat. Jangan dulu mikirin hal yang ga penting." sahut Dion
"Ga penting kamu bilang? Dia udah jadi badai dalam kehidupan aku, dia selalu nimbulin masalah dalam kehidupan aku, dia selalu bikin aku menderita. Kamu juga tau kan apa aja yang udah dia lakukan sama aku, terus sekarang kamu bilang ini ga penting?." kesal Viona
"Maksud aku bukan kaya gitu. Tapi sekarang kamu benar-benar membutuhkan waktu untuk istirahat, sebelum nanti sore kamu kembali ke rumah. Jadi lebih baik kita urus aja hal ini nanti." Dion mencoba memberikan pengertian
Seketika Viona terdiam, ia seakan terhipnotis dan menurut pada Dion. Perlahan ia pun mulai membaringkan kembali tubuhnya. Lelaki itu memang paling juara, selalu bisa meluluhkannya dalam situasi apapun.
***
Dengan begitu setia Dion menemani Viona, hingga kekasihnya itu tertidur lelap. Sambil terus mengelus lembut rambut gadis cantiknya, ia pun tak henti-hentinya menatap penuh cinta.
"Viona." sahut Vina yang tiba-tiba datang dan langsung menghampiri mereka
"Tante Vina." Dion pun langsung bangkit dari tempat duduknya
"Gimana keadaan Viona?." tanya Vina yang nampak sangat khawatir
"Viona udah bisa tenang koq tante, dan sekarang dia juga udah bisa tertidur lelap." jelas Dion sambil menatap kekasihnya itu sekilas
"Koq bisa sih Viona terbentur meja? Dan kenapa juga kamu baru ngasih tau tante sekarang, bukannya dari sejak tadi siang setelah kejadian itu terjadi." Vina menatap lurus Dion
"Maaf tante, Dion baru bisa ngasih tau tante saat Viona mulai bisa tertidur tadi. Karena setelah kejadian, Viona sulit untuk ditenangkan." jelas Dion lagi
"Jelas saja, Viona pasti berat sekali menerima kenyataan ini." Vina langsung mengelus lembut kepala Viona dan menatapnya sendu. "Padahal dia baru aja kembali setelah harus hidup jauh dari kita semua, dan sekarang keadaannya malah menjadi seperti ini. Seakan badai di dalam kehidupannya tak pernah berakhir, hanya bahagia sebentar lalu setelahnya kembali menderita."
"Tapi badai itu pasti akan berlalu tante. Dion yakin setelah ini Viona akan menemukan pelangi kebahagiaannya, dan Dion sendiri yang akan mewujudkan itu semua." Dion tersenyum mantap
"Tanpa kamu bicara seperti ini pun, kamu memang selalu menjadi pelangi di dalam kehidupan Viona. Tidak seperti Dimas yang selalu menjadi badai dan membuat Viona selalu saja menderita." sahut Vina
"Permisi."
Tiba-tiba saja dokter yang tadi siang memeriksa Viona datang, bersama Marisa dan juga Anggara.
"Gimana keadaannya Viona, Dion?." tanya lurus Anggara setelah berada di dekat ranjang Viona
"Sudah lebih tenang, Om. Dan sekarang dia juga sedang tertidur." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Baguslah, kalau begitu sekarang juga kamu bisa pulang. Ga perlu menemani Viona lagi." Anggara balas tersenyum dengan sinis
"Maksud Om?." Dion nampak tak mengerti
"Ya kamu bisa pergi dari sini, karena saya kan mengizinkan kamu menemani Viona hanya agar dia bisa tenang. Dan sekarang dia udah tenang, jadi kamu ga dibutuhkan lagi disini." tegas Anggara
"Kamu ga bisa mengusir Dion seenaknya kaya gini." sahut Vina
"Loh kenapa? Viona anak saya, jadi saya berhak mengusir siapapun yang tidak saya izinkan untuk menemui Viona." tegas Anggara lagi. "Kalau kamu membela Dion, silahkan kamu juga bisa pergi dari sini."
"Baik, saya akan pergi. Tapi setelah Viona bangun, karena saya akan pergi bersama Viona." balas Vina tak kalah tegas
"Apa maksud kamu pergi bersama Viona?." Marisa mengerutkan kening heran
"Ya saya akan membawa Viona ke rumah saya, dia akan tinggal bersama saya lagi." jelas Vina
"Viona tinggal bersama kamu lagi? Jangan mimpi kamu, Vina." Marisa tersenyum merendahkan. "Lagipula selain kami tidak akan mengizinkan, Viona juga ga akan mau hidup serba kekurangan lagi bersama kamu."
"Siapa bilang? Saya tau betul Viona tidak seperti itu. Kalian mungkin memang bisa memberikan apapun kepada Viona dengan kekayaan yang kalian memiliki, tapi ingat satu hal Viona tidak bahagia hidup bersama kalian. Orang tua yang sama sekali tidak berperasaan, dan malah menjauhkan anaknya sendiri dari orang yang dicintainya." Vina menatap dengan tajam
"Jaga bicara kamu, Vina." Marisa menunjuk dengan kesal
"Mohon maaf, Bu. Ini rumah sakit, jadi jangan membuat keributan." Dokter yang tadi mulai bersuara dan melerai percekcokan itu
Lalu tiba-tiba Viona membuka matanya. Gadis itu terbangun dari tidurnya, karena ia merasa terganggu dengan suara percekcokan Vina dan juga Marisa.
"Viona." Vina pun langsung mendekat dan mengelus lembut kepala anak angkatnya itu
"Mama? Mama ada disini?." Viona menggerakkan matanya menuju ke arah suara Vina
"Iya sayang, mama ada disini." Vina terus mengelus lembut kepala Viona
"Permisi Bu, biar saya periksa pasien dulu." sahut dokter tadi yang kemudian langsung melakukan tugasnya, memeriksa kedua mata Viona
"Bagaimana Dok? Kornea mata anak saya masih memungkinkan untuk dilakukan operasi atau memang hanya donor mata yang bisa mengembalikan penglihatannya?." tanya Anggara setelah dokter itu selesai melakukan tugasnya
"Sepertinya hanya donor mata yang bisa mengembalikan penglihatannya, karena kornea mata pasien sudah benar-benar rusak. Dan itu pun harus secepatnya, karena jika terlau lama penglihatannya tidak akan pernah kembali lagi." jelas dokter itu
"Jadi maksud dokter, saya tidak akan bisa melihat lagi untuk selamanya?." tanya lurus Viona
"Sayang kamu tenang ya, kami semua pasti akan secepatnya mencari donor mata itu. Jadi kamu ga perlu khawatir, kamu pasti akan bisa melihat lagi." Dion langsung menggenggam erat tangan kekasihnya itu
"Iya sayang, kamu ga perlu takut. Kami semua ada bersama kamu, terutama mama dan juga Dion." tambah Vina yang juga ikut menggenggam erat tangan Viona yang satunya
"Apa maksud kamu berbicara seperti itu?." tanya Marisa yang nampaknya memahami maksud Vina
"Ga ada maksud apa-apa." elak Vina. "Bagaimana dokter, Viona sudah bisa dibawa pulang sekarang kan?." tanyanya kepada dokter tadi
"Sudah bisa Bu, hanya setiap minggunya harus tetap rutin melakukan pemeriksaan." jelas dokter itu
"Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang ya sayang. Kamu pulang bersama mama aja, jangan pulang bersama mereka." ajak Vina pada Viona sambil menatap tajam Marisa dan Anggara sekilas
"Ga bisa, kamu ga punya hak membawa Viona pulang bersama kamu. Viona hanya akan pulang bersama kami, karena kami adalah orang tuanya." tegas Anggara
"Ngga Pa, Viona ga akan pulang bersama papa dan mama. Viona akan pulang bersama mama Vina, dan Viona akan tinggal lagi bersama mama Vina." sahut Viona
"Apa maksud kamu Viona? Ngga, mama dan papa ga akan pernah mengizinkan. Kamu harus pulang bersama kami." balas Marisa
"Viona ga mau tinggal bersama kalian lagi, karena Viona ga mau dijauhkan lagi dengan orang yang Viona cintai." tegas Viona
"Tapi Viona, itu semua demi kebaikan kamu. Lagipula hidup kamu akan kembali susah jika kamu kembali tinggal dengan mama angkat kamu itu." tegas Anggara balik
"Kebaikan itu hanya untuk kalian, bukan untuk Viona. Dan hidup dengan kesederhanaan jauh lebih baik yang penting Viona bahagia, daripada harus hidup dengan penuh kemewahan tapi Viona selalu merasa tidak bahagia." tegas Viona lagi. "Ayo Ma, kita pulang sekarang. Bawa Viona pergi dari sini." ajaknya yang langsung bangkit dan mencoba menyasar Vina
"Iya ayo sayang. Dion, tolong bantuin tante." pinta Vina kepada kekasih dari anak angkatnya itu
"Pelan-pelan." Dion langsung membantu Viona turun dari ranjang tempatnya berada sejak tadi, bersama dengan Vina
"Ga bisa, kalian ga bisa membawa Viona pergi." Anggara langsung menghalangi jalan mereka bersama dengan Marisa setelah dokter tadi pamit pergi
"Mau kalian izinkan ataupun tidak, Viona akan tetap pergi bersama mereka." tegas Viona
"Ngga, sayang. Kamu harus pulang bersama mama dan papa." Marisa menatap penuh harap
"Untuk apa? Untuk membuat Viona menderita lagi dengan mengasingkan Viona ke luar negeri jika Viona masih tetap berhubungan dengan Dion? Cukup Ma, Viona punya pilihan hidup sendiri. Dan pilihan Viona adalah tetap bersama Dion." tegas Viona lagi
"Sudah cukup jelas bukan? Viona sama sekali tidak bahagia tinggal bersama kalian." Vina menatap dengan tajam. "Ayo sayang, kita pulang sekarang." ajaknya sambil mulai membantu Viona berjalan bersama dengan Dion
"Kalian mau bawa Viona kemana?." tanya Dimas yang tiba-tiba datang
"Kami akan membawa Viona pergi agar dia tidak terus-menerus dibuat menderita oleh kamu." jawab Vina dengan tajam
"Apa maksud tante?." Dimas nampak tak mengerti
"Kamu masih nanya maksud saya apa? Kamu lupa dengan semua yang udah kamu lakukan sama Viona?." tanya Vina semakin tajam
"Apa perlu aku ingatkan?." tambah Viona tak kalah tajam
"Viona, aku minta maaf. Soal benturan itu, aku benar-benar ga sengaja. Aku sama sekali ga berniat untuk membuat kamu menjadi buta seperti ini." Dimas nampak merasa sangat bersalah
"Bukan hanya tentang kebutaan ini. Tapi tentang semua yang udah kamu lakukan. Kamu pernah membuat hubungan aku dengan Feby memburuk, kamu pernah membuat aku merasa menjadi perempuan kotor, kamu pernah membuat aku nyaris kehilangan Dion untuk selamanya, kamu juga pernah menyembunyikan fakta bahwa Dion datang ke rumah saat aku pergi ke luar negeri, sehingga aku terus menganggap bahwa Dion benar-benar sudah tidak peduli lagi, dan akhirnya aku harus merasakan hidup tersiksa disana selama 2 tahun lamanya. Bahkan sekarang kamu membuat dunia aku menjadi gelap, kamu memang badai terbesar dalam hidup aku." Viona meluapkan semua kekesalannya. "Aku sama sekali ga ngerti, apa salah aku sama kamu? Sampai kamu ga pernah berhenti berusaha untuk menghancurkan hidup aku."
"Ngga, Viona. Aku sama sekali ga ingin menghancurkan hidup kamu. Aku..."
"Udah cukup, aku udah benar-benar muak sama kamu. Dan aku ga akan pernah memaafkan kamu." sela Viona saat Dimas ingin memberikan penjelasan
"Tapi Viona..." Dimas masih kembali berusaha untuk memberikan penjelasan
Namun sama sekali tak dihiraukan, Viona langsung pergi dibawa oleh Dion dan juga Vina. Bahkan Anggara dan Marisa pun tak bisa menahan, karena mereka memahami betul kemarahan Viona saat ini. Dan ada rasa bersalah mendalam di hati mereka karena telah membuat Viona sampai semarah itu, hingga tak mau lagi kembali ke rumah bersama dengan mereka.