Part 51 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 51 LOVE IN RAIN
Viona tengah fokus mempelajari beberapa berkas di ruang kerjanya. Ya, karena semenjak kembali ke Indonesia ia langsung disibukkan dengan urusan kantor. Memegang salah satu cabang perusahaan yang telah dipercayakan kepadanya.
Namun meskipun seluruh kosentrasi ia curahkan pada semua berkas itu, tapi tatapannya nampak sangat kosong. Ia merasakan ada kehampaan dalam dirinya.
Hingga tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya, dengan santai ia pun langsung mempersilahkan masuk. Tapi ia merasa begitu terkejut ketika mengetahui siapa yang datang bersama salah satu staff nya.
"Tante Sarah?." Viona langsung bangkit dari tempat duduknya dan menatap lurus perempuan itu
Sarah pun langsung menghampiri setelah salah satu staff yang mengantarnya tadi meninggalkan ia dan juga Viona berdua di ruangan itu.
"Apa kabar Viona?." tanya lurus Sarah
"Viona, Viona baik tante. Tante sendiri apa kabar?." Viona nampak sangat gugup
"Tante juga baik." Sarah tersenyum kecil
"Syukurlah." Viona balas tersenyum setenang mungkin. "Silahkan duduk tante." suruhnya sambil mulai terduduk kembali di kursi kerjanya, lalu mencoba mengatur nafasnya yang menjadi tak terkendali
"Terimakasih." sahut Sarah setelah ia terduduk dihadapan gadis itu
"Mohon maaf sebelumnya, tante ada apa ya datang kesini?." tanya Viona dengan penuh kehati-hatian
"Memangnya kenapa? Tante ga boleh datang kesini? Kamu mau mengusir tante? Atau kamu mau memutuskan hubungan diantara kita, lalu menyuruh tante untuk tidak mengganggu kamu lagi? Seperti yang kamu lakukan kepada Dion kemarin. Iya? Benar begitu?." Sarah menatap dengan tajam
"Oh jadi tentang Dion." Viona mencoba mengendalikan nafasnya yang semakin tak terkendali
"Hanya segitu saja reaksi kamu ketika mendengar nama Dion?." tanya Sarah lurus
"Mohon maaf ya tante, saya sedang sibuk. Jadi jika tidak terlalu penting, kita bisa bicara di lain waktu saja." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Tidak penting kamu bilang? Jadi bagi kamu Dion itu tidak penting?." tanya Sarah dengan nada tinggi
"Lalu maksud tante, Viona harus menganggap orang yang pernah secara tiba-tiba tidak mementingkan Viona lagi itu menjadi penting?." Viona menanggapi dengan santai
Sejenak Sarah terdiam, karena ia benar-benar tak menyangka dengan perubahan sikap gadis itu. "Jadi kamu ingin membalas apa yang pernah Dion lakukan kepada kamu tanpa mau mendengarkan penjelasan dia dulu?." tanyanya penuh penegasan
"Memangnya untuk apa Viona harus mendengarkan penjelasannya Dion? Toh Dion saja dulu tidak pernah mau mendengarkan penjelasan Viona kan? Dia bahkan sampai membiarkan Viona menunggu berjam-jam hingga harus kehujanan dan akhirnya jatuh sakit. Tapi apa dia peduli? Ngga sama sekali. Jadi sekarang Viona tanya sama tante, harus ya Viona menganggap orang seperti itu masih tetap penting?."
"Oke tante mengerti mungkin kamu sangat kecewa dengan sikap Dion saat itu, tapi kamu tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jadi tolong kamu dengarkan dulu apa yang ingin tante jelaskan sekarang." Sarah mulai merendahkan nada bicaranya
"Viona menghargai usahanya tante datang kesini untuk menjelaskan semuanya. Tapi Viona minta maaf yang sebesar-besarnya, saat ini Viona sedang sibuk. Jadi lebih baik kita bertemu di lain waktu untuk membicarakan hal ini." pinta Viona. "Lagipula semuanya sudah berakhir, jadi tante ga perlu menjelaskan apapun lagi."
"Tante sama sekali ga menyangka kamu bisa berubah menjadi seperti ini." Sarah menggeleng tak percaya. "Tapi mau kamu dengarkan atau tidak, tante akan tetap menjelaskan semuanya sama kamu. Tante ga akan pergi sebelum penjelasan tante selesai." sahutnya dengan tegas
"Silahkan jika tante ingin tetap menjelaskan semuanya, tapi tidak disini dan tidak kepada Viona. Karena Viona memiliki kesibukan lain yang lebih penting daripada harus mendengarkan penjelasan yang ingin tante sampaikan." acuh Viona yang malah kembali membuka beberapa berkas yang berada didekatnya
"Tante benar-benar masih ga habis pikir, kenapa kamu bisa berubah menjadi seperti ini. Dan sekarang tante sadar, ternyata Dion telah mempertahankan cinta yang salah." Sarah langsung bangkit dari tempat duduknya
"Baguslah kalau akhirnya tante sadar, karena anak tante itu memang tidak seharusnya mempertahankan orang yang sama sekali tidak ingin dipertahankan." acuh Viona lagi
"Baik kalau begitu. Mulai detik ini tante tidak akan lagi mendukung Dion untuk tetap mempertahankan cintanya kepada kamu, tapi justru tante akan menyuruhnya untuk melupakan kamu." tegas Sarah. "Tapi sebelum itu, tante akan tetap menjelaskan semuanya. Dan tante sangat berharap setelah kamu mendengarkan penjelasan yang ingin tante sampaikan ini, kamu tidak akan pernah menyesali semua perkataan kamu yang tadi."
Setelah menarik nafas sejenak, Sarah pun mulai menjelaskan semuanya. Menjelaskan bahwa sebenarnya waktu itu Dion bukan sudah tidak memperdulikan Viona lagi, melainkan ia harus dihadapkan kepada pilihan antara orang tua dan gadis yang dicintainya. Namun Dion tidak memilih salah satunya. Ia hanya berada pada orang yang saat itu memang sangat membutuhkannya. Ia berjuang dan bekerja keras untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran yang disebabkan oleh orang tuanya Viona.
Tapi disamping itu, ia tidak pernah berhenti memikirkan Viona. Ia selalu memikirkan gadis cantiknya. Ia ingin sekali pergi untuk menemui Viona, namun Reza selalu melarang dan menyuruhnya untuk tetap fokus pada apa yang tengah ia kerjakan. Hingga ia pun bertekad untuk mencurahkan dulu seluruh konsentrasinya agar bisa membayar semua hutang-hutang keluarganya, sehingga kebangkrutan pun bisa dihindari.
Sampai akhirnya Vina meyakinkan dirinya bahwa bagaimanapun keadaannya ia harus tetap menemui Viona, karena takutnya Viona akan salah paham dan menganggapnya sudah tidak peduli lagi. Lalu Dion pergi menemui Viona, tapi dia mengetahui Viona sedang berlibur ke luar negeri. Kemudian seminggu setelah itu ia kembali datang untuk menemui Viona, tapi semuanya sudah terlambat. Viona sudah pergi jauh, dan tidak ada seorang pun di rumah itu yang mau memberitahu kemana sebenarnya Viona pergi.
"Dan kamu tau Viona? Setelah kepergian kamu, hidup Dion hancur. Dia sampai melukai kedua tangannya dengan memukuli cermin, dan tidak mau makan selama berhari-hari. Ia terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian kamu."
"Hingga waktu berjalan, Dion mulai bangkit. Tapi tetap, dia tidak pernah berhenti memikirkan kamu. Sekalipun dia dekat dengan Putri. Masih ingat dengan Putri? Iya, dia adalah gadis yang pernah dijodohkan dengan Dion. Putri dan papanya lah yang telah menyelamatkan keluarga kami dari kebangkrutan akibat ulah keluarga kamu."
"Dion selalu yakin bahwa kamu akan kembali untuk dia, makanya selama kamu pergi dia begitu semangat mewujudkan mimpinya untuk bisa dipersembahkan kepada kamu ketika kamu kembali. Dan sekarang semua mimpinya itu sudah terwujud, dia sudah memiliki cabang restoran di berbagai kota, bahkan dia pun sudah memiliki rumah sendiri."
"Semuanya hanya ingin ia persembahkan untuk kamu, gadis yang sangat ia cintai. Tapi kenyataanya apa yang sudah dia perjuangkan itu sia-sia, karena jangankan menghargai bahkan kamu malah bersikap pura-pura tidak kenal ketika kalian bertemu setelah 2 tahun lamanya berpisah."
"Terimakasih Viona, terimakasih karena kamu sudah membuat Dion menjadi lelaki paling beruntung karena pernah dicintai oleh gadis seperti kamu, sekaligus membuatnya hancur seketika. Karena sekarang kamu malah menjadi badai, padahal selama ini Dion selalu menjadi pelangi untuk kamu." Pungkas Sarah sebelum akhirnya pergi dengan penuh kekecewaan
Seketika Viona merasakan sesak yang teramat begitu menyakitkan pada dadanya. Sedari tadi ia memang menahan sesuatu yang kini sudah tidak bisa ditahan lagi, hingga akhirnya air mata pun membasahi wajahnya dengan sangat deras.
"Tuhan, kenapa aku harus berada di posisi seperti ini?." lirih Viona dengan tangis yang semakin menjadi
"Good job sayang." sahut Anggara yang tiba-tiba datang bersama dengan Marisa
"Tidak perlu menangis, kamu sudah melakukan hal yang benar." Marisa langsung menghapus air mata di wajah putrinya itu
Anggara dan Marisa memang sudah mendengarkan semua pembicaraan Viona dengan Sarah tadi, melalui penyadap suara yang memang sengaja di pasang di ruangan kerja putrinya itu.
Mereka melakukannya untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu keluarganya Reza datang menemui Viona, sekaligus ingin membuktikan apakah Viona benar-benar menepati janjinya atau tidak. Ya, karena saat masih berada di luar negeri mereka membuat Viona berjanji untuk tidak lagi mempunyai hubungan apapun dengan Dion ataupun keluarganya. Mereka hanya mengizinkan Viona untuk kembali berhubungan baik dengan Vina dan juga Feby, jika Viona ingin kembali lagi ke tanah air.
Jelas saja ini adalah hal yang sangat sangat sulit dan amat teramat menyakitkan. Karena sejujurnya Viona masih sangat mencintai Dion, bahkan perasaannya tak pernah berkurang sedikitpun, malah semakin bertambah dan bertambah setiap waktunya. Perlakuannya kepada Dion dan Sarah memang bukan keinginannya sendiri, melainkan karena tertekan oleh janji yang sudah ia buat kepada orang tuanya.
Dugaan Vina memang sangat benar. Viona mengakhiri hubungannya dengan Dion bukan murni atas keinginannya, melainkan karena tekanan dari Anggara dan juga Marisa. Jika bisa memilih, Viona ingin sekali lebih memilih untuk tetap bersama Dion. Tapi kenyataanya tidak bisa, ia tidak ingin menjadi anak yang durhaka hanya karena lebih memilih lelaki yang dicintainya.
"Sudah sayang, lupakan semuanya. Bukankah kamu yang bilang kalau kamu akan benar-benar melanjutkan hidup kamu? Jadi sekarang kamu ga perlu menjadi sedih lagi hanya karena lelaki itu." Anggara langsung menghapus air mata Viona yang kembali menetes
"Iya Pa." Viona memaksakan seulas senyum di bibirnya
"Daripada jadi murung kaya gini, lebih baik kita lunch di luar yukkk. Mama denger-denger ada restoran baru di pinggir pantai yang waktu itu kita pergi kesana, gimana kalau kita coba kesana aja?." ajak Marisa dengan santai
"Papa setuju. Kamu gimana sayang?." Anggara melirik ke arah Viona
"Boleh." Viona mengangguk singkat
***
Viona, Marisa, dan Anggara baru saja tiba di restoran yang dimaksudkan oleh Marisa tadi. Lalu saat mereka tengah memesan makanan, Dimas yang memang ditelepon oleh Marisa untuk menyusul pun langsung bergabung ketika baru saja datang.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya semua pesananan pun datang. Dan mereka memulai makan siangnya. Hingga tiba-tiba di tengah waktu makan, Viona izin untuk pergi ke toilet.
Dengan langkah santai, Viona berjalan menghampiri salah seorang pelayan yang berada disana. "Mba maaf mau tanya, toilet di sebelah mana ya?."
"Oh toilet ya. Mba tinggal lurus aja kesana terus turun lewat tangga, nanti langsung ketemu koq toiletnya." Pelayan itu mengarahkan ke bagian belakang restoran
"Oke makasih ya Mba." sahut Viona lalu langsung beranjak pergi
Mengikuti arahan yang diberikan oleh pelayan tadi, kemudian berdiam diri sejenak di dalam toilet. Dan menghadap ke cermin dengan tatapan penuh misteri. Nampak seperti ingin meluapkan semua yang tengah dirasakannya saat ini.
"Arghhhhh." tiba-tiba Viona teriak dengan cukup keras
Beruntung yang berada di toilet itu hanya ia sendiri, sehingga ia bisa dengan bebas melakukan apapun yang diinginkannya.
"Kenapa aku harus mengalami semua ini? Kenapa aku harus terjebak dalam sebuah janji yang membuat aku harus menyakiti orang yang sangat aku cintai. Kenapa Tuhan? Kenapa aku harus berada di posisi seperti ini." geram Viona sambil mulai terisak dalam tangis penuh kesesakan
"Aku muak dengan semua ini. Aku ingin hidup seperti dulu lagi, dimana aku selalu bisa bersama dengan Dion. Bersama orang yang sangat aku cintai dan sayangi. Bersama orang yang selalu menjadi pelangi dalam hidupku."
"Bukan malah berpura-pura tidak mencintainya lagi." Viona semakin terisak dalam tangisnya
Setelah merasa cukup tenang karena sudah meluapkan semua kekesalannya. Viona pun langsung membersihkan wajahnya, berusaha menghilangkan bekas tangisan tadi.
Namun saat keluar dari toilet, tubuhnya mendadak kaku ketika melihat orang yang tengah berada dihadapannya sekarang.
"Aku sudah mendengar semuanya." sahut Dion yang memang sudah mengikuti Viona sejak pergi ke toilet tadi
"Maksud kamu apa ya?." Viona bersikap seolah tidak tau apa-apa
"Kita bicara di tempat lain." Dion langsung menarik tangan Viona dan membawanya ke lantai paling atas dari restoran itu, tepatnya ke sebuah ruangan private
"Kita ngapain kesini?." tanya lurus Viona
"Ini ruang kerja aku." jawab Dion dengan santai
"Ruang kerja kamu?." Viona mengerutkan kening heran
"Iya." Dion mengangguk singkat. "Ini ruang kerja aku, dan ini juga restoran aku." jelasnya sambil menatap lurus Viona
"Apa? Ini restorannya Dion? Berarti sejak tadi dia tau kalau aku makan siang disini." pikir Viona dalam diamnya
"Apa yang kamu pikirkan memang benar, bahkan aku sudah tau jika kamu berada disini dari sejak kamu datang. Dan aku mengikuti kamu saat kamu pergi ke toilet, dan aku juga mendengarkan semua yang kamu katakan di dalam toilet tadi." jelas Dion yang membuat Viona tak berani berkutik
"Aku harus pergi. Karena waktu istirahat sudah habis, jadi aku harus kembali lagi ke kantor." sahut Viona yang langsung beranjak pergi
Namun dengan cepat, Dion menarik tangan Viona hingga gadis itu berada dalam dekapannya. Jarak mereka begitu dekat, saling bertatapan dan saling merasakan hembusan nafas satu sama lain.
"Kenapa kamu menyimpan beban ini sendirian? Seharusnya kamu bilang sama aku, biar kita hadapi bersama. Bukankah kita sudah berjanji bahwa kita akan selalu bersama dalam keadaan apapun, tapi sekarang kenapa kamu malah menyerah dengan keadaan? Kenapa kamu malah lebih memilih untuk mengakhiri semuanya daripada mempertahankannya?." tanya Dion dengan penuh penegasan
Sementara Viona hanya bisa terdiam, dadanya terasa sangat sesak mendengar Dion menanyakan hal itu. Karena sejujurnya ia pun tidak ingin menyerah, ia tetap ingin mempertahankan cintanya kepada lelaki itu. Tapi ia tidak bisa, ini terlalu rumit.
"Jawab aku, Viona. Kenapa?." Dion langsung menangkup kedua sisi wajah Viona dan menatapnya sendu
"Karena semuanya udah ga bisa lagi dipertahankan. Udah ga bisa, Dion." lirih Viona yang kembali terisak dalam tangisnya
"Pasti bisa. Serumit apapun keadaannya, kita pasti bisa mempertahankan semuanya. Selama kita tetap bersama, badai sebesar apapun pasti bisa dihadapi. Jadi tolong jangan menyerah, kita sudah pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya." Dion pun mulai meneteskan air matanya
"Ini beda, Dion. Ini ga semudah yang kita bayangkan. Orang tua kita sama-sama menentang hubungan ini, karena mereka saling bermusuhan. Dan kita ga akan bisa menyatukan mereka."
"Bisa, percaya sama aku. Cinta kita itu sangat kuat, sayang. Jadi kita pasti bisa menyatukan orang tua kita. Percaya sama aku." Dion berusaha meyakinkan gadis cantiknya itu
"Tapi..."
"Kamu meragukan kekuatan cinta?." sela Dion
"Bukan meragukan. Tapi masalahnya aku udah janji sama mama dan papa, kalau aku ga akan pernah mempunyai hubungan apa-apa lagi sama kami. Itu adalah syarat agar aku bisa tetap berada disini. Jadi kalau sampai mereka tau aku udah melanggar janji aku sendiri, mereka pasti akan mengirim aku kembali ke luar negeri dan aku akan tinggal selamanya disana. Aku ga mau tinggal sendirian lagi di negeri orang, karena aku ga sanggup kalau harus jauh dari orang-orang yang aku sayang. Aku ga sanggup kalau harus jauh lagi dari kamu." Viona menatap dengan sangat dalam
"Lalu apa bedanya dengan kamu kembali tapi malah mengakhiri semuanya? Kita tetap aja jauh meski sebenarnya kita dekat." Dion balas menatap dengan tak kalah dalam. "Percaya sama aku, semuanya akan baik-baik aja selama kita tetap bersama."
Setelah mencoba meresapi semua perkataan Dion, Viona pun langsung mengangguk dengan sangat yakin. "Iya, aku percaya." sahutnya sambil tersenyum lembut
Senyuman yang sempat hilang selama 2 tahun itu kini telah kembali. Dion dan Viona sama-sama tersenyum penuh haru dan bahagia, lalu saling berpelukan dengan sangat erat. Melepas rindu yang selama ini tertahankan.
"Jangan pernah pergi lagi dari aku ya. Apapun yang terjadi kamu harus selalu bersama aku." Dion mempererat pelukannya sambil mengecup manis pucuk kepala Viona
"Iya. Aku ga akan pernah pergi lagi, aku janji." Viona pun mempererat pelukannya sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang lelaki itu
Pelukan Dion adalah hal yang selalu ia rindukan. Pelukan yang selalu bisa menenangkan hati dan mendamaikan jiwa. Pelukan yang penuh kasih sayang dan ketulusan. Serta menjadi pelukan ternyaman dari semua pelukan yang pernah ia dapatkan.
"Viona."
Hingga akhirnya suara panggilan itu membuat pelukan mereka saling terlepas.
"Ngapain kamu masih nemuin lelaki ini?." tanya Anggara dengan tajam yang entah kenapa bisa menyusul kesana bersama Marisa dan juga Dimas. "Kamu lupa sama janji kamu?." tanyanya lagi yang langsung menarik Viona ke dekatnya
"Pa, Viona cape Pa. Viona ga mau lagi berpura-pura sudah tidak mencintai Dion dan menjauh dari Dion, karena sebenarnya Viona masih sangat mencintai Dion." Viona mencoba membuat papanya itu mengerti
"Kan sudah papa bilang lupakan perasaan itu, buang jauh-jauh seperti semua kenangan kalian yang sudah melebur menjadi abu." geram Anggara
"Ga bisa Pa, semua barang kenangan kami mungkin bisa saja dimusnahkan dengan cara dibakar. Tapi tidak dengan cinta kami, karena cinta itu akan selamanya ada dan tidak akan pernah hilang sedikitpun meski dimakan waktu." tegas Viona
"Apa? Semua barang kenangan aku dan Viona dibakar?." gumam Dion dalam hatinya yang merasa terkejut
"Kamu berani menentang papa demi membela lelaki itu?." Anggara semakin merasa geram
"Viona ga bermasuk menentang papa, tapi tolong papa mengerti perasaannya Viona. Viona sangat mencintai Dion dan Dion itu adalah kebahagiaannya Viona." Viona mencoba kembali memberi pengertian. "Jadi Viona mohon sama papa dan juga mama, dengan tidak mengurangi rasa sayang dan hormat Viona kepada kalian. Tolong biarkan Viona tetap bersama Dion, jangan pisahkan kami lagi." lanjutnya sambil menempelkan kedua telapak tangannya lalu meletakkannya di depan dada, sambil menatap Anggara dan Marisa dengan penuh harap
"Kamu ga perlu segininya hanya untuk mempertahankan lelaki seperti Dion." Dimas langsung membuat tangan Viona kembali ke posisi semula
"Kamu ga usah ikut campur." Viona menatap dengan sangat kesal
"Bagaimana bisa aku ga ikut campur, aku tau betul apa yang sudah pernah dia lakukan ke kamu dulu. Kamu lupa? Dulu kamu sampai menunggu berjam-jam dan kehujanan hanya untuk dia yang sama sekali ga datang, padahal kamu ga bisa sedikitpun terkena air hujan. Kamu sampai jatuh sakit, selalu menyendiri dan merasa terpuruk, padahal dia ga pernah peduli. Lalu untuk apa kamu sampai mau membela dia sampai seperti ini?." Dimas menatap penuh penegasan
"Eh lo ga tau apa-apa ya, lo ga tau keadaan gue sebenarnya saat itu. Jadi lo jangan asal bicara." Dion menunjuk Dimas dengan kesal
"Gue ga asal bicara, gue bicara berdasarkan fakta. Lo emang ga peduli sama Viona, jadi untuk apa sekarang datang lagi? Ga punya malu lo?." Dimas menatap dengan tajam
"Apa yang dikatakan Dion itu benar. Kamu ga tau apa-apa, jadi jangan asal bicara. Dan ngomong-ngomong masalah fakta, tidak semua yang kamu bicarakan berdasarkan fakta. Karena apa? Karena sekarang aku tau saat aku baru berangkat ke luar negeri saat itu, Dion datang kan ke rumah? Bahkan dia sampai datang dua kali. Dan kamu menyembunyikan fakta itu, sampai aku beranggapan Dion emang udah ga peduli lagi sama aku. Dan gara-gara itu semua aku harus merasakan hidup seperti terasingkan di negeri orang dengan penuh kehampaan, dan kamu ga tau gimana sulitnya aku menjalani hidup seperti itu selama 2 tahun lamanya." Viona menatap Dimas dengan lebih tajam
"Oh jadi lo menyembunyikan fakta bahwa saat itu gue datang untuk menemui Viona. Kenapa? Lo masih ga ikhlas gue sama Viona? Lo masih punya perasaan sama mantan pacar yang ternyata adalah adik kandung lo ini? Iya?." Dion langsung mendekati Dimas dengan tatapan penuh kekesalan
"Jaga bicara lo ya." Dimas langsung terpancing emosi dan menunjuk Dion
"Terus untuk apa lo menyembunyikan fakta itu kalau bukan karena lo masih punya perasaan sama Viona?." tanya Dion tajam
"Ya gue cuma ga mau aja Viona terus mengharapkan lelaki pengkhianat kaya lo." sinis Dimas
"Maksud lo apa bilang gue pengkhianat?." Dion merasa semakin kesal
"Ya lo emang pengkhianat, lo deket lagi kan sama cewe yang pernah dijodohin sama lo pas dulu? Itu artinya apa kalau bukan pengkhianat? Viona menderita karena harus hidup sendirian di negeri orang, sedangkan lo malah deket sama cewe lain." Dimas menatap penuh penegasan. "Emang bener ya kata orang buah itu jatuh ga akan jauh dari pohonnya. Bokapnya pengkhianat, anaknya juga pengkhianat. Cuma bedanya bokapnya mengkhianati kepercayaan sahabatnya, sedangkan anaknya mengkhianati pasangannya." lanjutnya sambil tersenyum sinis
"Eh lebih baik lo ngaca dulu ya sebelum ngomong." Dion nyaris memukul Dimas namun langsung ditahan oleh Viona. "Gue ga pernah mengkhianati Viona sedikitpun, justru lo yang pernah mengkhianati dan menyakiti dia. Dan lo ga usah bawa-bawa bokap gue dalam masalah ini." geramnya di dalam cekalan kekasihnya itu
"Loh kenapa? Emang bener kan bokap lo itu pengkhianat. Bahkan dia itu ga punya malu, orang tua gue udah segitu baiknya malah dikhianatin. Tapi gue heran kenapa nasibnya malah baik ya, setelah dihancurkan bukannya jatuh miskin malah makin maju. Bahkan sekarang restoran lo aja malah semakin berkembang, bukannya bangkrut kek." Dimas kembali tersenyum sinis
"Lo bener-bener ya." Dion langsung melayangkan pukulan keras di wajahnya Dimas yang langsung dibalas dengan pukulan yang lebih keras
"Harusnya lo itu sadar diri. Lo ga pantas buat Viona, karena lelaki yang berasal dari keluarga pengkhianat ga pantas untuk gadis yang berasal dari keluarga baik-baik." sahut Dimas dengan tajam
"Lo." Dion sudah sampai pada puncak emosinya
"Dimas udah." Viona langsung menengahi kedua lelaki itu dan menghadap ke arah kakaknya. "Kamu sama sekali ga berhak mengatakan semua itu."
"Kamu ga perlu ngebela dia lagi. Lebih baik kamu minggir, biar aku kasih dia pelajaran." suruh Dimas dengan tajam
"Ngga, kamu ga boleh menyentuh Dion sedikitpun." tegas Viona
Namun Dimas sama sekali tak menghiraukan Viona, ia langsung menghajar Dion hingga keduanya terlibat perkelahian sengit. Meskipun Anggara sudah berusaha memisahkan, namun keduanya tak saling menghiraukan.
Hingga akhirnya Viona mencoba menengahi kembali, namun Dimas malah menepis dan mendorongnya hingga ia tersungkur dan kepalanya membentur meja yang berada disana. Tepat di bagian ujung yang sangat keras.
"Viona." sahut Marisa ketika melihat putrinya itu sudah tak sadarkan diri dengan kening berdarah
"Viona." Dion pun langsung menyudahi perkelahian itu dan menghampiri kekasihnya diikuti dengan yang lain