Part 37 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 37 LOVE IN RAIN
"Selamat pagi Ma, Pa." sapa Viona saat baru saja memasuki ruang makan dengan pakaian yang sudah rapih dan siap untuk pergi ke kantor
"Pagi sayang." sapa balik Marisa dan Anggara secara bersamaan
"Sun mama dan papa dulu dong." sahut Marisa saat Viona hendak langsung duduk
"Hah?." Viona mengerutkan kening heran
"Sini Viona nya." ajak Marisa sambil tersenyum lembut
Viona pun langsung menghampiri Marisa, lalu Marisa langsung menempelkan satu jari pada pipi kanannya dan mengarahkan pipinya itu pada Viona.
Sejenak Viona terdiam mencoba memahami maksud Marisa, lalu ia pun langsung mengecup manis pipi kanan mamanya itu yang langsung dibalas dengan kecupan hangat di keningnya. Kemudian ia pun melakukan hal yang sama dan diperlakukan sama oleh papanya.
"Biasakan seperti ini ya, setiap kali kita ketemu saat menyambut hari dan menutup hari saat pulang kerja nanti." sahut Anggara sambil menarik kedua tangan Viona sehingga melingkari lehernya
"Iya Pa." Viona mengangguk lembut
Lalu Viona pun mulai terduduk di samping Anggara yang duduk di kursi utama, serta berhadapan dengan Marisa yang duduk di samping Anggara pada sisi yang lain.
"Mama mau ke kantor?." tanya Viona saat mereka sudah memulai sarapannya
"Iya. Beberapa hari ini kan mama ga ke kantor, karena nemenin kamu di rumah. Jadi gapapa kan sayang, kalau mama mulai ke kantor lagi." jelas Marisa
"Ya gapapa dong Ma, lagipula sekarang Viona kan juga udah kerja. Jadi mama lakukan aja semua yang menjadi kebiasaan mama sebelum Viona ke rumah ini." Viona tersenyum tenang
"Makasih ya sayang, kamu memang anak yang sangat pengertian." Marisa memegang tangan putrinya itu beberapa saat
"Oh iya sayang, ngomong-ngomong masalah kerja. Kamu kenapa sih harus kerja di perusahaan papanya Dion? Papa dan mama kan juga punya perusahaan, bahkan banyak cabangnya. Kamu bebas memilih mau memegang cabang yang mana aja." sahut Anggara sambil terus melanjutkan sarapannya
"Ya bukannya Viona ga mau ikut berkontribusi di perusahaan papa dan mama, tapi kan memang Viona sudah melamar ke perusahaan papanya Dion dari sebelum wisuda dan bertemu dengan kalian. Jadi Viona ingin mencoba bertanggung jawab terhadap pilihan yang sudah Viona ambil itu, lagipula biar Viona bisa belajar merintis karir dari awal. Karena kalau langsung kerja di perusahaan papa dan mama nanti Viona malah seenaknya lagi." jelas Viona panjang lebar
"Pikiran kamu dewasa sekali." Anggara nampak begitu kagum
"Iya, beda jauh sama kakaknya." Marisa pun nampak begitu kagum
"Iya dong Viona kan kebawa dewasa sama Dion." Viona tersenyum manja sambil menghabiskan suapan terakhir makanannya
"Kayanya Dion ga cuma jadi pacar kamu ya, tapi bisa jadi guru juga buat kamu." sahut Marisa
"Ya begitulah." balas Viona setelah menghabiskan minumannya. "Oh iya, mumpung lagi ngebahas soal Dion. Ada yang mau Viona tanyain, koq mama bisa tau sih kalau Dion itu pacar Viona padahal kan Viona ga pernah bilang ke mama. Bahkan kemarin aja mama sampai nyebut Dion calon mantu segala."
"Ya kalau itu, semua orang juga tau kali karena gerak-gerik Dion sebagai pacar kamu memang terlihat jelas. Dari pertama kali mama lihat Dion pas kamu diwisuda aja mama langsung bisa nyimpulin kalau Dion itu orang special buat kamu." jelas Marisa sambil tersenyum ceria
"Dan lagipula selain mencari tau tempat tinggal dan dimana kamu kuliah, orang-orang suruhan papa juga mencari tau tempat kerja kamu dan dari sanalah kami tau bahwa kamu adalah pacarnya Dion. Pemilik restoran tempat dimana kamu kerja itu." tambah Anggara
"Oh pantesan." Viona mengangguk paham
"Dan dari sana kami juga tau katanya kamu dulu kerja sebagai pelayan, sebelum magang menjadi manager. Memangnya bener ya sayang kamu pernah kerja sebagai pelayan di restoran itu?." Marisa menatap lurus putrinya
"Iya." Viona mengangguk santai
"Iya? Jadi kamu benar-benar pernah kerja sebagai pelayan?." Anggara nampak begitu tercengang
"Ya memang iya." Viona kembali mengangguk santai
"Keterlaluan Vina, dia benar-benar membuat anak kita kerja disaat masa kuliahnya bahkan menjadi seorang pelayan restoran." gerutu Marisa sambil menatap kesal suaminya
"Ini bukan salah mama Vina koq Ma, Viona sendiri yang memang ingin kerja. Bahkan mama Vina aja ga pernah mengizinkan kalau bukan karena Viona yang terus membujuknya." Viona mencoba memberi pengertian
"Tapi tetep aja, kalau bukan karena Vina yang tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kamu, kamu juga ga akan sampai kerja sambil kuliah gitu. Mama tau koq sebenarnya kamu ga menginginkan semua itu terjadi kan?." Marisa menatap penuh penegasan
"Ya memang sebenarnya Viona ga pernah menginginkan hal itu terjadi sih, apalagi sampai harus jadi pelayan. Tapi setelah menjalankannya, Viona seneng koq Ma. Karena yang penting kan pekerjaannya halal, dan Viona juga bisa belajar mandiri tanpa harus bergantung lagi sama orang tua." jelas Viona setenang mungkin
"Tapi kalau saja Vina tidak pernah menjauhkan kamu dari papa dan mama, pasti kamu tidak akan mengalami kehidupan yang serba kekurangan seperti itu." tegas Anggara
"Koq papa dan mama jadi kaya merendahkan mama Vina gini sih. Ya emang, kehidupan aku yang sekarang jauh lebih enak daripada kehidupan aku yang dulu. Tapi mama Vina juga selalu berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan aku koq, dan dia selalu menyayangi aku dengan sangat tulus." gumam Viona dalam hatinya
"Yaudahlah, yang terpenting mulai sekarang mama pastikan kehidupan kamu akan terjamin dan tidak akan kekurangan apapun lagi." sahut Marisa kembali tersenyum tenang. "Dan ini mama berikan untuk kamu." lanjutnya sambil memberikan sebuah kartu ATM dan beberapa kartu kredit kepada Viona
"Ini apa Ma?." tanya Viona setelah mengambil semua kartu itu
"Itu kartu ATM yang tiap bulannya akan mama transfer sebanyak 30 juta untuk uang jajan kamu, dan sisanya kartu kredit yang semuanya unlimited. Bisa kamu gunakan untuk membeli apapun yang kamu inginkan." jelas Marisa sambil tersenyum santai
"Apa? Tapi Ma ini berlebihan." Viona nampak sangat tidak percaya dengan apa yang didapatkannya
"Tolong jangan menolak, izinkan mama dan papa memberikan semua yang terbaik untuk kamu sebagai pengganti untuk waktu 20 tahun yang tidak kamu lewati bersama kami." jelas Marisa dengan sangat tenang
"Dan ini juga untuk kamu." Anggara memberikan sebuah kunci mobil
"Kunci? Kunci mobil?." Viona nampak semakin tak percaya sambil menerima kunci itu
"Iya." Anggara mengangguk singkat. "Dan mobilnya sudah ada di parkiran."
"Kita lihat sekarang yukk." ajak Marisa yang langsung disetujui oleh suami dan putrinya itu
Lalu ketiganya mulai meninggalkan ruang makan, berjalan jauh melewati beberapa ruangan hingga mereka sampai di sebuah parkiran yang sangat besar yang berada di samping rumah. Ada belasan mobil mewah yang terparkir di dalamnya, serta ada sebuah mobil yang tertutup rapat oleh kain di tengah parkiran itu.
"Dan inilah mobil untuk kamu." Anggara langsung membuka kain yang menutupi mobil itu
Sebuah mobil bermerk Porsche Cayman berwarna merah mengkilap ditunjukkan kepada Viona. Lagi dan lagi Viona dibuat tak percaya dengan apa yang didapatkannya. Ia benar-benar sangat bahagia dan bersyukur karena kehidupan yang sejak dulu dimimpikannya kini sudah terwujud.
"Makasih ya Pa." Viona langsung memeluk erat Anggara sambil menangis haru
"Sama-sama sayang." Anggara balik memeluk tak kalah erat
"Makasih ya Ma." Viona langsung memeluk erat Marisa setelah melepaskan pelukannya pada papanya itu
"Sama-sama sayang, pokoknya mama dan papa akan selalu memberikan yang terbaik untuk kamu." Marisa balas memeluk dengan lebih erat
"Yaudah sekarang, mending kita berangkat yukk nanti pada telat lagi." ajak Anggara setelah istri dan putrinya itu selesai berpelukan
"Berangkat kemana Pa?." tanya Viona dengan polos
"Ya ke kantor dong sayang, emangnya mau kemana lagi?." Marisa terkekeh kecil
"M-maksudnya koq papa tumben ngajak berangkat bareng, biasanya juga berangkat sendiri." jelas Viona dengan wajah polos kembali
"Ya kan sekarang semuanya sudah membaik, jadi papa ingin merasakan berangkat kerja bareng sama kamu dan juga mama. Anggap saja sebagai pengganti karena kami ga pernah mengantar kamu saat kamu sekolah dulu." Anggara menatap dengan lembut
"Lagipula hari ini Dion ga bisa jemput kamu kan?." tambah Marisa yang juga menatap dengan lembut
"Iya juga sih, yaudah ayo." Viona nampak begitu semangat
Ia pun langsung memasuki sebuah mobil yang sudah dipanaskan terlebih dahulu oleh Martin, bersama kedua orang tuanya itu.
Kali ini Anggara memang sengaja menyetir mobilnya sendiri, tidak disupiri oleh Martin seperti biasanya. Semua itu ia lakukan agar bisa berada dalam satu mobil hanya dengan kedua wanita cantik kesayangannya.
"Sayang, nanti kamu jangan minta Dion untuk mengajari naik mobil baru yang papa kasih tadi ya." sahut Anggara sambil tetap fokus menyetir dan menoleh ke arah Viona yang terduduk di jok belakang sekilas
"Loh kenapa?." Viona mengerutkan kening heran
"Biar papa sendiri yang mengajari kamu." jelas Anggara
"Wahh tumben banget papa sampai mau nyempetin ngajarin mobil segala, biasanya juga cuma buat nganterin mama ke salon, nganterin doang ya bukan nemenin. Ga sempet saking sibuknya." Marisa yang terduduk di sebelah suaminya itu langsung terkekeh dan meledek
"Disempetin dong kan buat putri cantik yang paling papa sayang." Anggara tersenyum lembut sambil menoleh kembali ke arah Viona
"Makasih Pa." Viona langsung mendongakkan badannya sambil meletakkan tangannya di atas sandaran kedua jok depan mobil
"Dari tadi makasih mulu, sekali lagi dapat gelas selusin tuh." ledek Marisa jail
"Mama." Viona nampak gemas. "Ajarin naik mobil ya akhir pekan ini ya Pa." sahutnya sambil menoleh ke arah Anggara
"Boleh." Anggara mengangguk singkat. "Kebetulan akhir pekan ini papa ga ada pekerjaan. Gimana kalau sekalian kita jalan-jalan ke pantai?." lanjutnya balik menoleh ke arah putrinya itu
"Setuju." Marisa langsung antusias. "Lagian udah lama juga kita ga pernah quality time bareng pergi ke luar."
"Kenapa mama yang setuju, orang yang papa ajak Viona koq bukan mama." sahut Anggara jail
"Oh jadi papa ga akan ngajak mama gitu?." Marisa menunjukkan wajah sebal
"Ya ngga lah, papa cuma ngajak Viona aja. Iya ga sayang?." Anggara langsung memicingkan sebelah matanya sambil tersenyum jail kepada Viona
"Ih papa ini." Marisa langsung mencubit gemas lengan suaminya itu
"Aww sakit Ma." Anggara langsung mengusap bekas cubitan Marisa
"Biarin, abis papa nyebelin." Marisa kembali menunjukkan wajah sebal
"Tuh lihat Viona, mama kamu ini kelakuannya dari zaman pacaran sampai sekarang ga pernah berubah. Galak dan hobby nya nyubit, kalau ga lengan ya pinggang papa yang jadi sasarannya." sahut Anggara dengan jail
"Masa sih Pa? Koq mama sama kaya Viona ya." Viona tersenyum polos
"Oh ya? Kamu suka nyubit lengan dan pinggangnya Dion juga? Dan Dion suka bilang kamu galak?." Marisa langsung menatap putrinya itu dengan begitu penasaran
"Iya." Viona mengangguk polos
"Emang bener ya kata orang, buah ga akan jatuh jauh dari pohonnya. Jadi papa lihat sendiri tuh, sifat mama yang turun ke Viona. Bukannya sifat papa." Marisa tersenyum puas
"Eh siapa bilang cuma sifat mama aja yang turun ke Viona, sifat papa juga turun ke Viona koq. Buktinya Viona teguh pendirian untuk tetap kerja di perusahaan papanya Dion, sama kaya papa yang selalu teguh pendirian terhadap apapun yang sudah papa putuskan." Anggara nampak tak mau kalah
"Ya beda dong, kalau papa itu bukan teguh pendirian tapi keras kepala dan ga mau kalah orangnya." ledek Marisa jail
"Ya sama dong, keras kepala dan teguh pendirian itu artinya sama-sama kuat dalam mempertahankan apa yang sudah menjadi pilihannya. Ga mudah goyah dan berubah-ubah kaya mama." Anggara nampak semakin tak mau kalah
"Udah, udah koq jadi berantem gini sih. Viona menuruni sifat kalian berdua koq, galaknya mama dan teguh pendiriannya papa." Viona mencoba menjadi penengah dan langsung membuat senyuman mengembang di wajah ketiganya
"Kamu harus mulai terbiasa melihat mama dan papa kaya gini ya sayang, cuma bercandaan doang koq berantemnya juga ga beneran." sahut Marisa sambil mengelus lembut pipi Viona
"Sama juga kah dengan kamu dan Dion yang suka berantem manja kaya gini?." Anggara mencoba menggoda
"M-mungkin." Viona nampak tersipu malu yang langsung disambut oleh canda tawa kecil
Mungkin benar ikatan darah memang sangatlah kuat, sehingga aku bisa langsung sedekat ini dengan mereka. Bahkan aku sampai lupa bahwa baru dalam hitungan hari saja aku tinggal bersama mereka.
Viona terus saja mengembangkan senyum kebahagiaannya sambil menatap wajah kedua orang tuanya itu secara bergantian.
***
Dengan langkah santai Viona berjalan menuju kantor tempatnya bekerja, setelah turun dari mobil orang tuanya di parkiran tadi. Karena hari pun masih pagi dan waktu mulai kerja masih sekitar 15 menit lagi. Namun saat ia hendak menaiki tangga kecil menuju pintu kantor, tiba-tiba ada seseorang yang berjalan terburu-buru hingga menubruknya dan nyaris saja membuatnya terjatuh.
Namun dengan cepat orang tersebut yang merupakan Vano, kepala marketing yang kemarin berkenalan dengannya langsung menangkapnya. Sehingga ia tidak jatuh ke bawah, melainkan ke dalam pelukan lelaki itu.
"Viona memang benar-benar cantik, apalagi kalau dilihat dalam jarak yang sedekat ini." gumam Vano dalam hatinya sambil terus menatap Viona yang masih dalam pegangannya
"Bisa tolong lepaskan saya." sahut Viona yang merasa sangat tidak nyaman
Namun Vano tak menghiraukan, lelaki itu masih terdiam dan terus saja menatapnya.
"Ehm."
Hingga akhirnya terdengar suara dehaman seseorang yang sudah tak asing lagi bagi Viona.
Seketika Vano pun langsung melepaskan pegangannya pada Viona, hingga gadis itu kembali berdiri tegak dan kini berada di sebelahnya.
"Selamat pagi Pak." sapa Vano kepada Dion dan beberapa orang berjas yang tengah bersama dengan anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu, yang baru saja keluar dari kantor
"Pagi." sapa balik Dion. "Saya duluan ya." pamitnya sambil tersenyum lembut kepada Viona, lalu akhirnya pergi bersama beberapa orang yang sejak tadi bersamanya
"Bu Viona gapapa?." tanya Vano saat Viona memperhatikan Dion yang melangkah pergi menuju parkiran
"Iya saya gapapa." jawab Viona yang memang tersadar, tidak sedang melamun
"Maaf ya Bu, tadi ga sengaja nubruk Ibu." Vano nampak merasa bersalah
"Iya gapapa, lain kali hati-hati ya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Dan makasih karena sudah menolong saya yang hampir saja terjatuh."
"Sama-sama Bu." Vano balas menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Udah cantik, senyumannya bikin hati meleleh lagi." gumamnya dalam hati sambil kembali menatap Viona
"Kamu baik-baik aja?." tanya Viona lurus
"Hah? Iya Bu saya baik-baik aja." Vano langsung mengerjapkan matanya. "Yaudah kalau begitu, saya masuk duluan ya Bu. Lagi buru-buru soalnya." pamitnya yang langsung beranjak pergi setelah memberikan senyuman termanisnya kepada Viona
"Oh iya." Viona balas tersenyum dengan santai
"Ehm, gimana rasanya jatuh ke dalam pelukan laki-laki lain?." tanya Dion yang tiba-tiba datang setelah mengantar para kliennya ke parkiran tadi
"Kamu cemburu?." Viona langsung menoleh dan tersenyum gemas kepada kekasihnya itu
"Ngga koq." Dion menggeleng santai. "Ya iyalah, pagi-pagi udah disuguhin pemandangan ga enak kaya gitu." sahutnya dengan wajah sebal
"Uhhh." Viona langsung mencubit gemas hidung kekasihnya itu. "Jangan kaya gitu wajahnya, nanti gantengnya ilang loh." sahutnya mencoba menggoda
"Kamu ini." Dion langsung balas mencubit gemas hidung Viona, namun masih dengan wajah sebal
"Udah selesai meeting nya? Koq klien kamunya udah pada pulang." tanya Viona lurus
"Belum, baru ngatur jadwal aja sekalian mereka lewat daerah sini. Nanti siang meeting nya." jelas Dion yang masih juga menunjukkan wajah sebal
"Oh." sahut Viona singkat. "Udah sih ga usah gitu mulu wajahnya, dia kan cuma nolongin aku doang karena hampir jatuh. Salah sendiri kenapa ga kamu aja yang nolongin aku." lanjutnya sambil menatap lurus Dion
"Orang aku mau nolongin kamu koq, kamunya aja yang ga sabaran bukannya nungguin dulu aku sampai kesini." balas Dion
"Nungguin kamu? Yang ada aku keburu jatuh kali, kamu ini ada-ada aja." Viona nampak gemas
Dion hanya terkekeh kecil, lalu langsung menggenggam erat tangan kekasihnya itu. "Yaudah yukk kita masuk, terus kamu temenin aku sarapan." ajaknya dengan sangat lembut
"Ayo." Viona langsung menganggukkan kepalanya. "Tapi jangan gandengan kaya gini juga, ini kan di kantor. Ga enak diliat sama orang-orang." sahutnya sambil melepaskan genggaman Dion
"Yaudah deh, silahkan tuan putri." Dion langsung mengarahkan tangannya ke pintu kantor
"Apaan sih pake nyebut tuan putri segala." Viona terkekeh kecil
"Loh kan emang iya kamu sekarang udah jadi tuan putri, tampilan kamu aja udah seperti putri istana. Cantik, menawan dan penuh pesona." puji Dion saat mereka sudah mulai berjalan memasuki kantor
"Kamu ngeledek?." Viona langsung mencubit gemas lengan kekasihnya itu
"Koq ngeledek sih? Aku itu muji kamu tau. Kamu emang sekarang udah jadi tuan putri, bahkan sebentar lagi kamu bakal jadi ratu di istana kita berdua." Dion tersenyum lembut sambil menatap dengan penuh arti
"Maksud kamu?." Viona nampak tak mengerti
"Kamu pikir aja sendiri." Dion tersenyum penuh teka-teki
"Apa itu artinya Dion akan segera melamar dan menikahiku." gumam Viona dalam hatinya sambil menahan senyum kebahagiaannya
"Kamu kenapa? Pake nahan-nahan senyum kaya gitu segala." ledek Dion jail
"Gapapa koq, siapa juga yang nahan senyum." Viona menjadi salah tingkah
Sementara Dion hanya tersenyum dan merasa senang karena ia merasa kekasihnya itu sudah mulai mengerti dengan apa yang dibicarakannya tadi.
"Sayang, kamu bawa sarapan dari rumah?." tanya Viona saat mereka sudah berada di ruang kerja Dion dan tengah duduk di sofa
"Iya, dimasakin sama mama." jawab Dion sambil mulai membuka wadah makanan yang berada di atas meja
"Oh." sahut Viona singkat. "Emang tadi kamu berangkat ke kantor jam berapa?." tanyanya lurus
"Jam 5:30." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Sepagi itu?." Viona nampak tercengang
"Ya begitulah, kliennya terlalu rajin." Dion terkekeh kecil
"Kasian kamu." Viona menatap lembut kekasihnya itu. "Tetap semangat ya, pokoknya aku akan selalu ada untuk kamu."
"Iya sayang." Dion menatap tak kalah lembut. "Oh iya, kamu cobain nih masakan mama. Enak loh." sahutnya sambil mengarahkan satu suapan kepada Viona
"Ngga ah, aku udah sarapan tadi. Masih kenyang." tolak Viona dengan lembut
"Ayolah, masa aku makan sendirian." bujuk Dion
Viona pun langsung menerima suapan itu dan menyuapi balik, lalu ia dengan setia menemani Dion hingga sarapannya selesai.
"Oh iya sayang, ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Sebenarnya udah mau dari kemarin-kemarin, tapi belum ada waktu yang pas." sahut Dion sambil merapihkan kembali wadah makanannya
"Bicara soal apa?." Viona nampak langsung antusias. "Apa jangan-jangan Dion mau melamar aku sekarang, secepat ini." gumamnya dalam hati
"Soal Dimas." jelas Dion yang langsung membuat rasa antusias Viona menghilang seketika
"Ngapain ngebahas dia lagi." Viona menunjukkan wajah tak senang
"Aku tau kamu udah ga mau denger nama dia lagi, tapi kamu perlu tau soal ini." Dion menatap lurus kekasihnya itu. "Aku udah cabut tuduhan aku pada Dimas, dan sekarang dia udah bebas dari penjara."
"Apa? Jadi karena kamu dia bisa bebas?." Viona nampak tercengang
"I-iya. Kamu udah tau dia bebas? Tau dari mana? Dia nemuin kamu?." Dion nampak begitu penasaran
"Aduh salah ngomong, ga mungkin aku bilang ke Dion kalau aku emang udah ketemu sama Dimas dan ternyata Dimas adalah kakak kandung aku." gumam Viona dalam hatinya. "Untuk mengakuinya saja aku ga sudi, apalagi harus mengatakan kepada orang lain tentang siapa dia sebenarnya."
"Sayang." Dion mencoba membuyarkan lamunan kekasihnya itu
"Eh iya." Viona langsung terperanjat
"Dimas nemuin kamu? Dia ngelakuin sesuatu sama kamu lagi?." tanya Dion lurus
"Ngga koq dia ga ngelakuin apa-apa, kami cuma pernah ga sengaja ketemu aja." jelas Viona masih dengan wajah tak menyenangkan. "Lagipula kenapa sih kamu harus mencabut tuduhan kamu sama dia segala? Kenapa ga kamu biarin aja dia dipenjara selamanya."
"Sayang, kamu ga boleh kaya gitu. Kan kamu sendiri yang pernah bilang kalau Dimas itu bukan orang jahat dan dia ga mungkin melakukan suatu tindak kejahatan." Dion langsung menggenggam erat kedua tangan Viona. "Kemarin dia cuma khilaf, dia sampai kaya gitu karena saking cintanya sama kamu. Dia ga bisa berpikir jernih karena sudah dibutakan oleh cintanya itu. Tapi dia udah janji sama aku kalau dia akan berubah, dia ga akan pernah lagi mengganggu hubungan kita apalagi mengganggu dan menyakiti kamu."
"Kamu sengaja nemuin dia hanya untuk membuat dia berjanji seperti itu?." tanya Viona lurus
"Ngga gitu, sebelum aku menemui dia pun aku emang udah berpikir kalau dia itu sebenarnya ga jahat. Dia melakukan semua itu karena terpaksa, dan sebagai sesama laki-laki aku memahami betul bagaimana berada dalam posisinya. Ditambah karena dia sampai mau berjanji seperti itu, membuat aku semakin yakin bahwa dia akan benar-benar bisa berubah." jelas Dion dengan sangat tenang
"Yaudah kalau menurut kamu memang itu yang terbaik, aku nurut aja." Viona menyunggingkan seulas senyum dibibirnya
"Nah gitu dong, calon istri yang baik memang harus jadi penurut." goda Dion sambil menyentil dagu Viona setelah melepaskan genggamannya
"Apaan sih." Viona nampak salah tingkah
Dion pun terus menggoda hingga Viona semakin salah tingkah dibuatnya.
Lalu mereka mulai fokus pada pekerjaan, Dion menepati janjinya untuk mengajarkan Viona mempelajari beberapa berkas yang diberikan oleh Reza kemarin. Namun tetap saja, lelaki itu selalu mencuri waktu untuk menggoda dan menciptakan senyuman di wajahnya Viona. Ia memang seperti tak pernah kehabisan cara untuk membuat kekasihnya selalu bahagia.