Part 36 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 36 LOVE IN RAIN
Viona baru saja membereskan berkas-berkas yang seharian ini dipelajarinya, lalu ia langsung meraih tas yang ada di kursi dan mulai meninggalkan ruangannya. Berjalan menuju lift yang masih tertutup, lalu menunggu beberapa saat hingga lift itu terbuka.
"Hai sayang." sapa Dion yang baru keluar dari lift
"Hai, kamu udah beres meeting nya?." tanya Viona lurus
"Udah." Dion mengangguk singkat. "Kamu mau kemana? Mau pulang duluan?." tanyanya sedikit muram
"Ya ngga lah, tadinya aku mau nyamperin kamu. Eh kamunya malah keburu kesini." jelas Viona sambil tersenyum santai
"Oh kirain mau pulang duluan." sahut Dion. "Yaudah kita pulang yukk." ajaknya sambil menyikutkan tangan kirinya
"Anterin aku ke rumah mama dulu ya, aku kangen pengen ketemu sama mama dan juga Feby." Viona menatap lurus kekasihnya itu
"Iya ayo." Dion mengangguk lembut
Viona pun langsung menyusupkan tangan kanannya, lalu menggandeng Dion dengan manja. Memasuki lift, menuju lantai paling bawah. Hingga mereka keluar dari kantor dan berjalan menuju mobil yang berada di parkiran.
"Gimana hari pertama kamu kerja? Menyenangkan kah atau sebaliknya?." tanya Dion saat mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan menuju rumah Vina
"Menyenangkan sih, cuma aku masih belum terlalu ngerti sama isi berkas yang papa kamu kasih tadi. Jadi aku baru mempelajari sebisanya aku aja." jelas Viona
"Yaudah nanti besok aku ajarin ya biar kamu ngerti semuanya." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oke." Viona balas tersenyum dengan sangat lembut
Hingga mereka pun tiba di jalan dekat rumah Vina, dan langsung turun dari mobil melangkah menuju rumah perempuan itu.
"Mama." panggil Viona dengan cukup keras sambil mengetuk pintu berulang kali
"Koq kaya suaranya Viona." pikir Vina yang tengah berada di dapur ketika mendengar suara panggilan itu
Tanpa banyak berpikir lagi, Vina pun langsung bergegas membuka pintu dan merasa tak menyangka ketika memang benar adanya. Viona yang sejak tadi mengetuk pintu, ditemani oleh Dion yang berada disebelahnya.
"Mama." Viona langsung memeluk Vina dengan sangat erat
"Viona." Vina balas memeluk dengan lebih erat. "Kamu kesini?." tanyanya sambil mengurai pelukan
"Iya Ma, Viona kangen sama mama. Apalagi pas mama nelepon Viona tadi, Viona jadi makin kangen sama mama." sahut Viona dengan tatapan sendu
"Sayang." Vina kembali memeluk dengan sangat erat. "Mama juga kangen sekali sama kamu."
"Mama kenapa sih ga mau nemuin Viona?." tanya Viona setelah selesai berpelukan
"Mama cuma belum siap aja, karena sekarang kalau mau ketemu sama kamu hanya untuk beberapa saat dan setelahnya kita berpisah lagi. Ga bisa sepuasnya seperti saat kamu masih tinggal disini sama mama." jelas Vina sambil menahan air mata yang ingin terjatuh
"Salah mama sendiri sih kenapa pake minta kak Viona untuk kembali sama orang tua kandungnya segala." sahut Feby yang baru saja pulang dari kampus
"Feby." Viona pun langsung membalikkan badannya dan melihat adiknya tengah berdiri di belakang Dion
"Kak Viona." Feby langsung mendekat dan memeluk erat Viona. "Aku kangen sama kakak."
"Kakak juga kangen sama kamu." Viona balik memeluk tak kalah erat
"Kita masuk yukkk, lanjut di dalam aja kangen-kangenannya." ajak Vina
Viona dan Feby pun langsung saling melepaskan pelukan, lalu keduanya berjalan memasuki rumah bersama Vina dan juga Dion.
Saling bertukar cerita masing-masing yang tidak dilewati bersama selama beberapa hari ini, serta saling menciptakan canda tawa untuk melepas rindu.
Hingga tak terasa hari pun mulai gelap, Viona dan Dion pamit untuk pulang. Terlebih karena memang Viona sudah dihubungi oleh Marisa untuk segera pulang, merasa berat memang tapi mau bagaimanapun sekarang rumah Vina bukanlah tempat tinggalnya lagi.
***
"Maaf ya aku ga bisa nganterin sampai dalam, soalnya collega nya papa udah nunggu di rumah." sahut Dion yang merasa tak enak hati
"Gapapa koq, dianter sampai depan pintu gini aja udah cukup. Hati-hati di jalan ya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Iya." Dion mengangguk singkat. "Aku pulang sekarang ya." pamitnya sambil mengelus lembut rambut Viona lalu mulai pergi
Setelah mobil Dion keluar dari pekarangan, Viona pun langsung memasuki rumahnya setelah kedua penjaga membukakan pintu seperti biasanya.
"Kamu udah pulang sayang?." tanya Marisa yang tengah duduk di ruang tamu bersama dengan suaminya
"Iya, baru aja pulang." Viona langsung menyalami kedua orang tuanya itu
"Ayo duduk dulu, ada yang mau kami bicarakan sama kamu." suruh Anggara dengan lembut
Viona pun langsung duduk bersama mereka, sambil mulai meletakkan tas yang sejak tadi dipakai di samping badannya. "Mungkin ini saatnya aku mulai belajar menerima mereka sepenuhnya. Aku harus mulai bersikap yang seharusnya, seperti sikap seorang anak kepada orang tuanya." gumamnya dalam hati
"Viona." panggil Marisa yang duduk di sebelah Viona
"Hah? Iya." Viona langsung mengerjapkan matanya
"Viona kenapa diem? Viona ga mau ya bicara sama kami?." tanya Marisa lurus
"Bukan seperti itu." Viona langsung menggelengkan kepalanya. "Hanya saja ada yang mau saya, m-maksudnya ada yang mau Viona bicarakan dulu sama kalian. Sebelum kita membahas apa yang ingin kalian bicarakan." jelasnya selembut mungkin
"Memangnya kamu mau membicarakan soal apa?." tanya Anggara lurus
"Viona, Viona mau minta maaf sama kalian." jelas Viona sambil menunduk dan gemetar
"Minta maaf kenapa?." Marisa langsung menggenggam erat tangan Viona untuk sedikit menenangkan
"Viona minta maaf karena sejak Viona kembali sama kalian, Viona belum pernah memperlakukan kalian seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak kepada orang tuanya. Viona bukannya tidak mau menerima kalian, Viona hanya masih merasa berat untuk melakukannya. Karena ini sangat sulit." jelas Viona sambil mencoba menatap tenang kedua orang tuanya itu. "Tapi mulai sekarang Viona akan belajar untuk menerima kalian sepenuhnya, Viona akan belajar untuk menyayangi mama dan papa seperti yang seharusnya."
"Mama? Papa?." Marisa nampak tak percaya
"Kamu memanggil kami dengan sebutan mama dan papa?." Anggara pun nampak tak percaya
"Iya." Viona mengangguk lembut. "Maafin Viona ya Ma, Pa." sahutnya sambil meneteskan air mata
"Akhirnya." Marisa langsung memeluk putrinya itu dengan sangat erat. "Akhirnya apa yang kami tunggu-tunggu terjadi juga, kamu menerima kami dan memanggil kami dengan sebutan mama dan papa." sahutnya sambil berurai air mata
"Makasih sayang, karena kamu sudah mau menerima kami." Anggara langsung pindah dan duduk di sebelah Viona lalu mengelus punggung putrinya itu
"Maafin Viona ya Pa." Viona melepas pelukannya pada Marisa, lalu langsung memeluk erat Anggara
"Gapapa sayang, papa ngerti koq." Anggara balas memeluk tak kalah erat sambil meneteskan air matanya, lalu Marisa ikut memeluk Viona dari belakang
Hingga sepasang suami istri itu sama-sama memeluk Viona dengan sangat erat dan penuh haru.
"Mama dan Papa jangan sedih lagi ya, Viona janji Viona akan selalu berusaha menciptakan senyum kebahagiaan di wajah kalian." sahut Viona dengan sangat lembut sambil menghapus air mata di wajah Marisa dan juga Anggara
"Iya sayang." Marisa kembali memeluk dari samping
Sementara Anggara mengelus lembut rambutnya Viona.
"Oh iya jadi lupa, tadi kan mama sama papa mau bicara sama Viona. Bicara soal apa?." Viona mulai melepas pelukannya pada Marisa
"Iya kami juga hampir aja lupa." sahut Anggara
"Jadi gini sayang, ada hal penting yang harus kamu tau. Bahwa sebenarnya kamu itu mempunyai seorang kakak laki-laki." jelas Marisa dengan sangat tenang
"Kakak laki-laki?." Viona menatap lurus mamanya itu. "Terus sekarang dia dimana? Koq ga ada di rumah ini?."
"Sudah dua bulan ini dia pergi ke Jerman. Katanya sih ada urusan sama temen saat kuliahnya, mama juga kurang ngerti. Tapi kemarin dia kembali ke Indonesia, dan sekarang dia pulang ke rumah. Makanya tadi mama nelepon kamu biar bisa cepet pulang." jelas Marisa
"Terus sekarang dia dimana? Koq ga ada disini?." Viona langsung memutar kepalanya ke semua sudut rumah
"Tadi dia bilangnya mau ke kamar dulu, tapi sampai sekarang belum juga balik lagi kesini." jelas Anggara
"Mungkin dia kangen sama kamarnya, karena dia kan jarang di rumah juga." Marisa menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Loh emangnya selama ini dia tinggal dimana? Koq bisa jarang di rumah?." Viona mengerutkan kening heran
"Selama ini dia tinggal di apartement, paling ke rumah seingetnya aja. Entahlah, dia emang anaknya susah diatur jadi hidupnya ya sesukanya dia aja." jelas Marisa
"Oh iya itu dia datang juga." Anggara memutar kepalanya ke belakang, yang kemudian diikuti oleh Marisa dan juga Viona
"Dimas." sahut Viona saat mengetahui siapa orang yang dimaksud oleh papanya itu
"Viona kenal sama Dimas?." Marisa mengerutkan kening heran
"Viona." sahut Dimas sambil melangkah menghampiri mereka dengan langkah berat. "Kamu kenapa bisa ada disini?." tanyanya saat sudah berada di hadapan ketiga orang itu
"Justru gue yang seharusnya nanya, kenapa lo bisa ada disini?." tanya balik Viona dengan sinis
"Ya ini rumah aku, makanya aku ada disini." jelas Dimas
"A-apa? Rumah kamu?." Viona nampak tak percaya
"Tunggu dulu, tunggu dulu. Kalian sudah saling kenal?." tanya Anggara lurus
"Iya kami memang saling kenal. Dan..."
"Bagus dong kalau kalian udah saling kenal, berarti kalian juga dapat lebih mudah untuk menerima hubungan ini." sela Marisa ketika Dimas ingin menjelaskan sesuatu
"Hubungan? Hubungan apa maksud mama?." Dimas mengerutkan kening heran
"Mama?." sahut Viona merasa tak mengerti
"Yaudah sebentar, biar mama jelaskan dulu." Marisa mencoba menjadi penengah dari kebingungan kedua anaknya itu. "Jadi Dimas, Viona ini adalah adik kandung kamu. Putri cantik yang selama ini menghilang, tapi kini telah kembali kepada kita semua." jelasnya sambil merangkul lembut Viona
"Dan sayang, ini adalah Dimas. Dia adalah orang yang tadi kita bicarakan, dia kakak kandung kamu."
"Apa? Lelaki itu kakak kandung Viona?." tanya Viona dengan nada tinggi sambil menunjuk Dimas penuh kebencian
"Iya, dia kakak kandung kamu." jelas Anggara
"Ngga." Viona langsung menggelengkan kepalanya. "Ga mungkin orang menjijikkan itu kakak kandung aku, ga mungkin." gumamnya sambil menatap tajam Dimas
"Menjijikkan? Apa maksud kamu?." tanya Marisa lurus
"Bagaimana bisa kalau Viona itu adalah adik kandung aku?." tanya Dimas yang merasa sangat tak percaya
"Ya jelas bisa, karena Viona ini adalah Silvia. Silvia yang papa dan mama titipkan kepada Vina untuk beberapa bulan, namun ternyata perempuan itu malah membawa adik kamu jauh dari kita semua dan mengganti namanya menjadi Viona." jelas Anggara
"Apa? Jadi Vina yang selama ini dicari-cari itu adalah tante Vina yang aku kenal, dan Viona adalah adik kandung aku. Orang yang selama ini sangat aku cintai adalah adik aku sendiri." gumam Dimas dalam hatinya yang merasa sangat sesak
"Apa lagi ini? Baru juga aku mau mulai belajar menerima orang tua kandung aku sepenuhnya. Lalu sekarang, aku harus menerima kenyataan bahwa orang yang paling aku benci ini adalah kakak kandung aku sendiri." gumam Viona dalam hatinya yang juga mulai merasa sangat sesak. "Ngga, aku ga akan pernah mau menerima dia sebagai kakak aku." sahutnya sambil menatap Dimas dengan penuh kebencian
"Loh kenapa ngga?." Marisa nampak tak mengerti
"Tunggu dulu, kenapa papa merasakan ada kebencian yang sangat besar dari Viona kepada Dimas? Ada apa sebenarnya?." tanya Anggara sambil memberi tatapan menyelidik
"Papa tanya aja sama manusia menjijikkan ini." sahut Viona dengan tajam lalu langsung beranjak pergi meninggalkan mereka semua
"Loh Viona." Marisa mencoba menahan namun sia-sia. "Ada apa ini sebenarnya Dimas?." tanyanya tajam kepada putranya itu
"Iya, kenapa Viona sampai terlihat segitu bencinya sama kamu? Bahkan dia sampai menyebut kamu menjijikkan." tambah Anggara tak kalah tajam
"Sebenarnya kami pernah berpacaran Ma, Pa." jelas Dimas dengan gemetar
"Apa? Kamu pernah pacaran sama Viona?." Marisa nampak begitu tercengang
"Lalu apa yang kamu lakukan sama Viona, sampai dia sangat membenci kamu?." tanya Anggara dengan tajam lagi
Dengan semakin gemetar, Dimas pun menceritakan semuanya. Dari mulai ia pernah mengkhianati Viona dan berpacaran dengan Feby, lalu ia pernah ingin mencoba menodai Viona, membuat rekayasa seolah-olah ia dan Viona pernah melakukan hubungan terlarang, menyuruh orang untuk memukuli Dion hingga lelaki itu terluka sangat parah, dan membayar seorang dokter baru untuk mencabut alat bantunya Dion agar lelaki itu meninggal dunia. Hingga ia pun harus dipenjara sampai 2 bulan lamanya, karena kejahatannya itu terbongkar.
"Apa? Kamu melakukan semua itu?." Marisa nampak tak percaya. "Jadi selama 2 bulan ini kamu bukannya pergi ke Jerman, tapi kamu berada di penjara?." tanyanya dengan tajam
"Keterlaluan kamu." Anggara langsung melayangkan tamparan yang sangat kasar pada pipi kanan Dimas. "Kamu tau yang kamu lakukan itu adalah kriminal. Kamu mau mempermalukan nama baik keluarga? Gimana kalau sampai orang-orang tau bahwa anak dari seorang Anggara pernah masuk penjara dan nyaris membuat anak orang meninggal. Kamu ga mikir apa? Hah?." sahutnya sambil mengangkat kerah kemeja putranya itu
"Kenapa kamu sampai melakukan hal serendah itu Dimas?." tanya Marisa dengan penuh emosi
"Semua itu aku lakukan karena aku masih mencintai Viona, dan aku ga rela Dion memiliki Viona." jelas Dimas
"Cinta? Cinta kamu bilang? Yang kamu lakukan itu adalah kegilaaan." Anggara memperkuat cengkramannya pada kerah kemeja Dimas, lalu memukul putranya itu hingga tersungkur ke lantai. "Pantas saja Viona sampai menyebut kamu sebagai manusia menjijikkan, karena memang kamu itu menjijikkan bahkan sangat menjijikkan." sahutnya dengan sangat tajam
"Apa kamu tau? Yang kamu lakukan itu sangat tidak pantas. Kita ini adalah keluarga terhormat, dan kamu juga dididik untuk menjadi terhormat dan bermoral. Tapi apa yang kamu lakukan ini, membuat didikan kami menjadi sia-sia." tambah Marisa tak kalah tajam
"Maafin aku Ma, Pa. Aku tau aku salah, tapi setelah masuk penjara kemarin aku sadar. Dan aku janji aku tidak akan melakukan hal rendah itu lagi." sesal Dimas sambil memegang tepi bibirnya yang berdarah karena pukulan Anggara tadi
"Entah, papa ga ngerti papa ini kurang baik apa sama kamu. Apapun yang kamu mau selalu papa kasih dan papa turutin, tapi kelakuan kamu semakin hari semakin menjadi. Belum kebiasaan kamu yang suka taruhan balapan hingga hutang sana sini dan papa yang harus membayarnya, belum lagi kamu yang sering banget gonta-ganti mobil dan menghambur-hamburkan uang begitu saja, dan sekarang kelakuan kamu di belakang kami malah seperti ini." Anggara mengusap wajahnya frustasi
"Maafin aku Pa, aku janji aku akan berubah." sahut Dimas yang mulai berdiri kembali
"Janji, janji. Selama ini cuma itu yang bisa kamu bilang, tapi buktinya apa? Melakukan kesalahan lagi, kesalahan lagi." sinis Anggara
"Kali ini aku benar-benar janji Pa, aku akan berubah." Dimas mencoba meyakinkan papanya itu
"Udahlah udah, papa udah cape ngadepin kamu. Mendingan sekarang kamu pergi dari rumah ini." tegas Anggara sambil menunjuk ke arah luar rumah
"Papa ngusir aku?." Dimas nampak tak percaya
"Bukan mengusir, tapi papa menyuruh kamu kembali ke apartement kamu itu. Lebih baik kamu tinggal disana, karena kehadiran kamu disini pasti akan mengganggu ketenangan Viona." jelas Anggara
"Iya, lebih baik kamu tinggal di apartement. Kamu ga usah khawatir, uang bulanan dan semua kebutuhan kamu akan tetap kami penuhi. Tapi tolong kamu pergi dari sini, mama ga mau kalau sampai Viona pergi lagi karena kehadiran kamu." sambung Marisa
"Tapi Ma..."
"Pergi Dimas." Anggara kembali menunjuk ke arah luar rumah. "Kamu ga boleh kembali sebelum kamu benar-benar menyadari semua kesalahan kamu dan benar-benar berubah."
Dengan langkah berat, Dimas pun mulai melangkah pergi meninggalkan rumah itu dengan rasa penyesalan yang teramat dalam.
***
Kenapa hujan ini belum reda juga. Kenapa badai ini tidak pergi juga. Dan kenapa badai yang sesungguhnya harus masuk kembali ke dalam kehidupanku, menjadi bagian dalam hidupku. Kenapa Tuhan? kenapa?
Aku sudah merasa sangat tenang, karena dia sudah tidak lagi mengusikku. Tapi kenapa justru sekarang dia malah kembali lagi. Bahkan dia mempunyai ikatan darah denganku.
Viona merasa sangat sesak dan terus berurai air mata sambil terduduk di sofa kamarnya, ia tidak sanggup menerima kenyataan ini. Orang yang sangat dibencinya, ternyata adalah kakak kandungnya sendiri. Dan sekarang ia harus tinggal serumah dengan orang itu.
"Viona, sayang."
Tiba-tiba terdengar suara Marisa memanggil namanya sambil mengetuk pintu kamarnya berulang kali.
Dan tak terlalu lama pintu itu bukan terbuka tanpa dibuka oleh Viona. Ya, karena Marisa dan Anggara membukanya dengan kunci cadangan.
"Viona, kamu baik-baik aja?." Marisa langsung menghampiri Viona bersama suaminya
Tanpa menjawab, Viona pun langsung memeluk Marisa yang kini duduk di sebelahnya dengan sangat erat. Ia mencoba menenangkan dirinya dalam pelukan hangat mamanya itu.
"Kamu tenang ya, mama tau ini sulit untuk kamu terima. Tapi, kamu ga perlu khawatir karena Dimas ga akan tinggal serumah sama kamu koq." sahut Marisa sambil terus mengelus lembut punggung Viona yang berada dalam pelukannya
"Maksud mama?." Viona langsung mengangkat kepalanya dan menatap lurus mamanya itu tanpa melepaskan pelukan
"Ya Dimas akan tetap tinggal di apartementnya, dan dia tidak akan pernah memasuki rumah ini sebelum dia benar-benar berubah dan sebelum kamu memaafkannya." jelas Anggara yang berdiri di hadapan istri dan putrinya itu
"Syukurlah, setidaknya aku masih tetap bisa hidup tenang meski harus menerima kenyataan bahwa dia mempunyai ikatan darah denganku." lega Viona di dalam hatinya
"Udah sekarang kamu jangan sedih lagi ya, tadi kan kamu udah janji kalau kamu akan selalu berusaha untuk menciptakan senyuman di wajah mama dan papa. Kalau kamunya sedih gini, gimana kami bisa bahagia." Marisa mulai mengurai pelukannya sambil menatap suaminya sekilas
"Iya Viona jangan sedih lagi, masa putri cantiknya kami sedih sih." Anggara langsung mengusap air mata di wajah putrinya itu
"Viona udah ga sedih lagi koq." Viona langsung tersenyum seceria mungkin
"Yaudah kalau kamu udah ga sedih lagi, mending sekarang kamu mandi biar fresh lagi. Terus kamu siap-siap untuk makan malam." suruh Anggara sambil mengelus lembut rambut Viona
"Oke, Viona mandi dulu ya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Kami tunggu di ruang makan ya sayang." Marisa balas tersenyum lalu mulai pergi bersama Anggara meninggalkan kamar Viona
Terkadang apa yang kita anggap buruk, ternyata baik. Dan terkadang yang selalu kita abaikan, ternyata peduli. Harusnya aku mensyukuri sejak awal karena bisa dipertemukan dengan orang tuaku yang sesungguhnya. Karena nyatanya mereka mampu memberi ketenangan dalam hidupku. Bahkan mereka membuat hidupku menjadi semakin berarti karena curahan kasih sayangnya.
Seusai mandi, Viona pun langsung beranjak menuju ruang makan yang berada di lantai paling bawah rumahnya. Sebuah ruangan tertutup, selalu menggunakan penghangat ruangan karena hanya digunakan untuk sarapan dan makan malam seperti ini. Berukuran cukup besar, terpisah dengan dapur. Hanya ada meja makan yang besar dan memanjang, dengan dua kursi utama serta delapan kursi di kedua sisi yang berbeda dengan jumlah yang sama.
Sebenarnya Viona pun sering melakukan makan malam di rumah Vina, saat ia belum bekerja di restoran Dion. Jadi hanya untuk makan seperti ini saja sudah biasa baginya. Namun suasanya berbeda, dan orang yang bersamanya pun berbeda. Bahkan makanannya pun tidak lagi seadanya seperti dulu, tapi banyak sekali pilihan makanan yang sangat menggugah selera dan menarik hati.
Yang pasti semenjak pindah ke rumah orang tua kandungya, hidup Viona dipenuhi kemewahan. Selalu mendapat fasilitas layaknya di hotel berbintang dan di restoran berkelas internasional. Bahkan baru beberapa hari saja gadis itu merasa sangat menikmati kehidupannya yang sekarang.