Part 34 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 34 LOVE IN RAIN
"Kalau bukan karena Viona, mama ga mau pergi ke rumah ini lagi." gerutu Marisa saat ia dan suaminya baru saja turun dari mobil dan berjalan menuju rumah Vina. "Udah kecil, sempit, sumpek lagi. Ini benar-benar ga layak menjadi tempat tinggal anak kita."
"Memang sangat tidak layak. Tapi mama tenang aja, mulai hari ini kan Viona akan tinggal bersama kita." sahut Anggara
"Papa benar." Marisa menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
Lalu ia langsung mengetuk pintu rumah Vina berulang kali ketika mereka sudah berada di teras. Hingga tak terlalu lama Vina pun membukakan pintunya.
"Marisa? Anggara? Untuk apa kalian kesini?." Vina mengerutkan kening heran
"Gausah pura-pura ga tau kaya gitu. Waktu yang kamu minta untuk bisa lebih lama bersama Viona sudah habis, waktu 3 hari itu sudah berlalu. Jadi sekarang saatnya kamu mengembalikan Viona pada kami." tegas Marisa
Seketika Vina langsung terdiam, ia merasa sangat tidak sanggup jika harus kehilangan Viona. Jika boleh, ia ingin meminta waktu lagi kepada mereka agar ia bisa tetap bersama anak yang begitu disayanginya itu. Seperti 3 hari yang lalu, saat mereka datang untuk membawa Viona namun untungnya Viona sedang pergi menemui Dion. Sehingga ia bisa memohon perpanjangan waktu.
Namun kali ini sepertinya mereka tidak akan memberinya kesempatan lagi untuk bisa menahan Viona agar tetap bersamanya.
"Sekarang dimana Viona? Kamu sudah membereskan semua barang-barangnya kan?." tanya Anggara dengan sedikit ketus
"Saya sudah membereskan barang-barangnya tapi Viona sedang tidak ada di rumah." jelas Vina mencoba setenang mungkin
"Jangan bohong, Viona pasti ada di dalam kan?." Marisa langsung menerobos masuk. "Viona." panggilnya berulang kali sambil membuka semua pintu kamar dan memeriksa seluruh ruangan bersama dengan suaminya
"Dimana Viona? Apa jangan-jangan kamu sengaja menyuruh Viona pergi agar kami tidak bisa membawanya?." tanya Anggara tajam, setelah mereka kembali ke ruang tamu
"Viona pergi karena memang dia ada urusan, bukan karena saya yang menyuruhnya." tegas Vina
"Kalau gitu, kasih tau kami kemana dia pergi. Biar kami susul dia sekarang." sahut Marisa
"Lebih baik kalian tunggu disini saja, sebentar lagi juga Viona pulang koq." suruh Vina
"Ngga, ngga. Ini pasti cuma akal-akalan kamu aja kan biar kami tetap disini, lalu kamu suruh Viona pergi sejauh mungkin." Anggara menggeleng tak percaya
"Saya ga pernah punya pikiran sepicik itu." tegas Vina
"Kenapa ngga? Dulu aja kamu bisa kan membawa Viona pergi dan menjauhkannya dari kami selama 20 tahun lamanya. Jadi sekarang juga sangat mungkin jika kamu melakukan hal itu lagi." Marisa menatap dengan tajam
"Ingat ya Vina, kami bisa saja benar-benar membawa masalah ini ke pengadilan kalau sampai kamu tidak mengembalikan Viona pada kami." tegas Anggara yang juga menatap dengan tajam
"Bagaimana ini? Apa aku harus benar-benar kehilangan Viona, tapi aku ga bisa." gumam Vina dalam hatinya yang merasa sangat sesak
"Cepat katakan dimana Viona sekarang? Atau perlu kami telepon polisi sekarang juga biar kamu memberitahu kami dimana keberadaan Viona." tanya Marisa dengan nada tinggi
"Kalian ga perlu telepon polisi, karena saya sudah berada disini." sahut Viona yang baru saja datang
Vina, Marisa dan Anggara pun langsung membalikkan badan dan memfokuskan pandangan ke arah gadis itu.
"Viona." Marisa tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya lalu langsung menghampiri dan bermaksud memeluk
"Untuk apa lagi kalian kesini?." Viona langsung menghindar dan menjauh dari perempuan itu
"Mama dan papa kesini untuk membawa kamu, sayang." jelas Marisa sambil tersenyum haru, ia merasa sangat bahagia karena bisa kembali melihat wajah putrinya
"Bukankah saya sudah pernah bilang kalau saya tidak akan pernah pergi bersama kalian? Apa masih kurang jelas?." tanya Viona lurus
"Keterlaluan kamu Vina, jadi selama 3 hari ini kamu tidak berusaha membujuk Viona agar mau ikut bersama kami?." tanya Anggara tajam
"Selama 3 hari? Apa maksudnya?." tanya Viona lagi
Lalu Marisa pun menceritakan semuanya. Menceritakan perjanjian yang terjadi diantara ia dan Anggara bersama dengan Vina.
Jika Vina memohon untuk diizinkan tinggal bersama Viona 3 hari lagi, dan selama itu Vina berjanji akan mencoba membujuk Viona agar mau kembali kepada Marisa dan Anggara. Namun jika waktu 3 hari itu sudah berlalu, namun Vina masih juga tidak mau mengembalikan Viona. Maka Marisa dan Anggara akan membawa masalah ini ke pengadilan, dan dengan begitu dipastikan Vina tidak akan bisa lagi bertemu dengan Viona.
Mendengar semua itu, membuat Viona merasa sangat sesak dan tidak tau harus berbuat apa. Ini benar-benar sangat sulit. Ia tidak ingin berpisah dari Vina dan tinggal bersama kedua orang tua kandungnya, tapi ia juga tidak ingin jika Vina harus masuk penjara hanya karena terus mempertahankannya.
"Pilihannya ada pada kamu Viona, apakah kamu masih mau tetap berada disini atau ikut bersama kami." sahut Anggara penuh penegasan
Sejenak Viona menatap Vina yang hanya terdiam sambil terus berurai air mata. Perempuan itu pun merasa sangat sulit dengan pilihan ini. Jelas saja ia tidak ingin masuk penjara dan jauh dari anak-anaknya, tapi jika ia mengembalikan Viona pun ia tidak yakin jika Marisa dan Anggara akan tetap mengizinkannya untuk tetap bertemu dengan Viona.
"Biarkan saya bicara berdua dulu dengan Viona." sahut Vina setelah berpikir cukup lama
"Tapi..."
"Biarkan saja Ma." sela Anggara ketika Marisa tak menyetujui permintaan Vina
Kemudian Vina pun langsung mengajak Viona ke kamarnya.
"Ma, kenapa harus seperti ini sih? Mama udah janji kan kalau mama ga akan menyerahkan Viona kepada mereka?." tanya Viona sambil berurai air mata setelah berada di kamar mamanya itu
"Mama tau sayang, mama pun ga mau kehilangan kamu. Mama ingin kamu tetap disini bersama mama dan juga Feby. Mama ga sanggup kalau harus jauh dari kamu." jelas Vina yang juga berurai air mata sambil menangkup kedua sisi wajah Viona. "Tapi, bagaimanapun juga mereka adalah orang tua kandung kamu. Mama sudah melakukan dosa yang sangat besar dengan menjauhkan kamu dari mereka selama ini. Jadi mungkin ini saatnya kamu kembali kepada mereka."
"Ma." Viona merasa sangat tidak percaya jika Vina akan mengatakan hal itu
"Jika boleh memilih, mama ingin kamu tetap bersama mama. Sekalipun mama harus dipenjara, gapapa sayang. Mama ikhlas, mama rela demi kamu. Tapi mama ga mau menambah dosa lagi jika harus terus memisahkan seorang anak dari orang tua kandungnya." jelas Vina dengan sangat dalam. "Jadi kembalilah sama orang tua kandung kamu, lagipula kita juga masih akan tetap bisa bertemu kan? Kamu masih bisa datang kesini kapanpun kamu mau."
"Ngga Ma, Viona ga mau. Viona ingin tetap tinggal disini bersama mama, Viona ga mau ikut bersama mereka Ma. Viona ga mau." lirih Viona dalam isak tangisnya
"Dengerin mama baik-baik, kamu sayang kan sama mama?." tanya Vina lurus
"Kalau itu ga perlu ditanya lagi, Viona sayang sekali sama mama. Makanya Viona mau tetap disini sama mama." jelas Viona
"Kalau Viona sayang sama mama, Viona turuti permintaan mama ya. Viona kembali sama mereka, jangan sampai Viona jadi anak durhaka karena tidak mau menerima mereka sebagai orang tua kandung Viona." lirih Vina sambil menahan kesesakannya yang teramat dalam. "Viona sayangi mereka seperti Viona menyayangi mama dan papa selama ini, serta Viona perlakukan mereka seperti cara Viona memperlakukan kami selama ini. Ya sayang? Kembali sama mereka."
"Tapi Ma." Viona semakin terisak dalam tangis menyakitkannya
Namun Vina tiba-tiba menurunkan tangannya, lalu kembali menghampiri setelah mengambil sebuah gelang perak dari dalam laci lemarinya. "Ini ada gelang untuk kamu, sebagai hadiah wisuda dari mama. Jaga baik-baik ya sayang." sahutnya lembut sambil memakaikan gelang itu pada tangan kiri Viona
"Gelang ini mama beli sehari sebelum kami diwisuda sambil membeli kebaya yang kamu pakai di saat hari wisudanya. Dan di hari itulah pertama kalinya mama bertemu lagi dengan orang tua kandung kamu."
"Tapi saat itu mama langsung pergi begitu saja ketika mereka terus menanyakan keberadaan kamu, hingga sejak pulang dari sana mama terus menangis sampai malam di tengah hujan yang sangat deras. Karena mama sangat takut jika mereka akan membawa kamu pergi dari mama. Lalu mama berhenti menangis, ketika mendengar kamu menjerit ketakutan karena hujan dan petir yang sangat besar malam itu."
"Saat mama mengatakan kalau mama menangis karena kangen sama papa, itu memang benar. Karena selain takut kehilangan kamu, alasan mama menangis ya karena memang mama kangen sama papa. Dan kalau papa masih ada, dia juga akan sama sedihnya seperti mama ketika harus mengalami kenyataan pahit ini."
"Kamu tau sayang? Dulu mereka menitipkan kamu disaat kami sudah menikah setelah cukup lama tapi belum juga dikarunia anak. Hingga akhirnya kamu hadir, dan kehidupan kami menjadi sangat bahagia. Semakin hari kami pun semakin menyayangi kamu dan kami tidak ingin kehilangan kamu."
"Maka dari itu kami memutuskan untuk pindah dari Bandung agar mereka tidak bisa menemukan kamu. Dan kami juga berjanji untuk tidak akan memberitahu siapa kamu sebenarnya, termasuk soal kamu yang pernah tinggal di Bandung. Lalu 2 tahun berlalu, dan mama mengandung Feby."
"Sejak Feby kecil kamu selalu mengurusnya dengan penuh kasih sayang, hingga waktu berjalan dan hubungan kalian semakin dekat bahkan tidak bisa dipisahkan. Disitulah kami berpikir, bahwa kamu memang anugerah terindah yang sengaja dikirim oleh Tuhan untuk kami."
"Kami mungkin memang jahat, kami tidak pernah memikirkan bagaimana menderitanya mereka karena harus kehilangan kamu. Maka dari itu sayang, sekarang mama ingin kamu kembali kepada mereka. Agar mama dan papa bisa menebus semua dosa yang kami lakukan selama ini."
Penjelasan demi penjelasan diberikan oleh Vina kepada Viona. Namun anaknya itu hanya terdiam kaku, nampak seperti masih mencoba mencerna semuanya.
"Sekarang kita keluar ya." ajak Vina lembut sambil menggenggam erat tangan Viona
Lagi lagi Viona hanya terdiam, ia hanya menurut lalu berjalan keluar dari kamar itu.
"Viona." Marisa dan Anggara yang sejak tadi menunggu sambil terduduk diam langsung menghampiri mereka
"Bagaimana keputusannya? Viona ikut bersama kami kan?." tanya Marisa yang nampak begitu penasaran
"Tunggu sebentar." sahut Vina yang langsung pergi ke kamar Viona, lalu kembali dengan membawa sebuah tas besar. "Ini barang-barang Viona yang sudah saya siapkan sebelum kalian datang kesini." jelasnya tenang
"Dan sayang, kotak besar yang kamu simpan di lemari pun sudah mama masukkan ke dalam tas ini." tambahnya sambil tersenyum menahan kepahitan kepada Viona
"Martin." teriak Anggara dengan cukup keras
"Iya Tuan." Martin yang merupakan supir pribadinya yang sejak tadi menunggu di luar pun langsung menghampiri
"Bawa tas itu dan masukkan ke dalam mobil." suruh Anggara
"Baik Tuan." Martin langsung menuruti perintah majikannya itu
Lalu tiba-tiba saja Viona langsung memeluk Vina dengan sangat sangat erat. "Makasih Ma, makasih untuk semua yang telah mama berikan dan mama lakukan selama ini. Viona sangat sayang sekali sama mama." lirihnya yang kembali terisak dalam tangis
"Iya sayang, makasih juga karena kamu sudah menjadi anak terbaik yang mama miliki selama ini. Mama juga sayang sekali sama kamu." Vina balas memeluk dengan lebih erat. "Yaudah sekarang kamu pergi ya, kasian mama dan papa kamu sudah terlalu lama menunggu." sahutnya sambil melepaskan pelukannya
"Ayo sayang." ajak Marisa yang langsung merangkul lembut Viona. "Makasih ya Vina, karena kamu sudah menjaga anak saya dengan sangat baik selama ini." sahutnya sambil menatap tenang ke arah Vina
"Tolong kalian juga jaga Viona dengan baik ya, jangan pernah lagi menitipkan dia kepada siapapun." balas Vina penuh harap
"Pasti." Anggara mengangguk singkat. "Oh iya ini kartu nama saya, dan disana juga ada alamat rumah kami. Jadi kapanpun kamu mau menemui Viona, langsung datang saja ke rumah." lanjutnya sambil memberikan sebuah kartu nama kepada Vina
"Iya." Vina mengangguk lembut
"Viona pamit ya Ma." lirih Viona dalam sisa tangisnya
"Iya sayang." Vina mencoba tersenyum setenang mungkin
Hingga Viona pun pergi meninggalkan Vina, bersama dengan Marisa dan juga Anggara. Gadis itu sempat menoleh ke arah Vina saat hendak keluar dari rumah. Dan bahkan ia pun terus saja menoleh ke arah rumah itu, sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.
Kakinya memang begitu berat untuk melangkah pergi. Air matanya pun terus saja mengalir sepanjang perjalanan menuju rumah orang tua kandungnya. Ia sama sekali tak menyangka, jika hari ini bukan saja menjadi hari terakhirnya di restoran tempatnya bekerja selama setahun lebih ini. Tapi juga menjadi hari terakhirnya di rumah yang menjadi tempat tinggalnya selama 20 tahun ini.
Kedua tempat itu kini hanya menjadi kenangan, mungkin memang masih bisa didatangi tapi rasanya tak akan sama seperti saat ia masih menjadi penghuni di dalamnya. Entah akan menjadi seperti apa kehidupannya nanti. Viona tak bisa membayangkannya.
"Ayo turun sayang, kita sudah sampai." ajak Marisa dengan sangat lembut setelah cukup lama mereka menempuh perjalanan di dalam mobil
Dengan cepat Martin pun langsung membukakan pintu untuk Anggara yang duduk di depan bersamanya, lalu membukakan pintu untuk Marisa dan Viona yang duduk di jok belakang.
"Inilah rumah kita." sahut Anggara saat mereka sudah turun dari mobil tepat berada di depan rumah, di dalam pekarangan yang sangat luas
Viona hanya terdiam sambil memperhatikan apa yang ada di sekitarnya. Rumah itu benar-benar besar dan sangat mewah. Bahkan lebih besar serta lebih mewah dari rumah orang tuanya Dion. "Ini sih namanya bukan rumah, tapi istana. Apa iya aku akan tinggal di istana semegah ini?." gumamnya dalam hati
"Ayo Viona, kita masuk." ajak Anggara sambil mengarahkan satu tangannya ke pintu rumah
Viona dan Marisa pun mengikuti lelaki itu yang sudah jalan lebih dulu menaiki teras. Namun mereka tak perlu repot-repot membuka pintu, karena dua orang penjaga berseragam serba hitam yang berada disana langsung membukakan pintunya.
"Selamat datang di rumah non Viona." sahut para pelayan yang juga berseragam namun perpaduan warna navy dan merah maroon
Para pelayan itu sengaja berbaris di sebelah kiri pintu dan sebelah kanan pintu dengan jumlah masing-masing 3 orang.
Lalu ketika Viona, Marisa dan Anggara sudah melewati pintu yang berukuran cukup besar itu, para pelayan tadi langsung menyemprotkan kertas metalik berwarna-warni sambil bersorak gembira.
Sedangkan dua pelayan lainnya yang berada di kedua sudut ruangan menarik sebuah tali yang menggantung, hingga sebuah spanduk besar tertempel dinding. Sebuah spanduk bertuliskan
"WELCOME IN HOME VIONA."
Lalu dibawah tulisan itu, ada foto Viona saat bayi bersanding dengan foto Viona yang sekarang.
"Kalian?." Viona menatap Marisa dan Anggara secara bergantian
"Welcome in home my little girl." Marisa langsung memeluk putrinya itu dari samping
Namun Viona tak balas memeluk, ia hanya terdiam sambil merasakan sesuatu dalam hatinya. Entah itu apa, ia pun belum mampu menjelaskannya.
"Kita masuk ke dalam." ajak Anggara sambil mengarahkan tangannya kembali ke ambang pintu ruangan itu, bukan keluar melainkan memasuki ruangan lain
Hingga mereka berada di ruang tamu yang sangat besar dan dipenuhi barang-barang mewah.
"Ayo kita duduk sayang." ajak Marisa yang langsung dituruti oleh Viona, lalu disusul oleh suaminya
Kemudian dua orang pelayan menghampiri mereka, seorang mengambil tas yang sejak tadi dipakai oleh Marisa, dan seorangnya lagi mengambil jas yang baru saja dilepas oleh Anggara. Lalu keduanya pergi meninggalkan ruangan itu.
Dan tak terlalu lama datang seorang lelaki berpakaian chef. "Permisi Tuan, Nyonya dan Non Viona makan siangnya sudah siap." sahutnya sambil membungkukkan sedikit badannya
Viona bersama kedua orang tua kandungnya itu pun langsung beranjak menuju ruang makan, yang berada cukup jauh dari ruang tamu hingga melewati beberapa ruangan dengan ukuran yang sama besarnya. Menikmati makan siang dengan pelayanan layaknya di hotel berbintang.
Hingga waktu makan usai, mereka pergi ke lantai atas dengan menggunakan lift. Menuju salah satu kamar dari 5 kamar yang ada.
Namun langkah Viona langsung terhenti saat melihat papan nama dari kain panel berwarna-warni yang tertempel pada pintu kamar itu. Karena disana tertulis
VIONA DWI ANGGARA
"Nama ini?." Viona menatap lurus Marisa dan Anggara yang berdiri bersebelahan
"Ini nama kamu." jelas Marisa. "Sebelumnya disini tertulis Silvia Dwi Anggara, namun karena nama kamu sekarang sudah menjadi Viona. Maka papa nama ini langsung kami ganti."
Lalu Anggara langsung membuka pintu kamar itu. "Ini adalah kamar masa kecil kamu." sahutnya sambil mulai melangkah ke dalam
"Kamar masa kecil saya?." tanya lurus Viona sambil mulai memasuki kamar itu
Kamar yang tidak terlalu besar, dan hanya ada sebuah tempat tidur bayi beserta dekorasi mainan anak kecil, background barbie di dindingnya, serta beberapa foto Viona saat bayi yang sengaja ditempel terpisah dibeberapa titik dinding itu.
"Semenjak kami pindah ke rumah ini karena tidak bisa menemukan keberadaan kamu saat di Bandung, hanya kamar inilah yang bisa mengobati kerinduan kami pada kamu." jelas Marisa. "Kamar yang seharusnya kamu tempati di masa kecil, tapi kenyataannya itu hanya bayangan. Karena kamu pergi jauh dari kami, dan kami tidak bisa menikmati setiap detik tumbuh kembang kamu. Kami hanya bisa meyakini, dimanapun kamu berada kamu pasti akan tumbuh menjadi gadis cantik dan cerdas." lanjutnya sambil menatap nanar tempat tidur bayi yang saat ini dipegangnya, lalu menatap lembut Viona
"Kami selalu berusaha mencari kamu, bahkan papa mengerahkan semua orang suruhan papa untuk mencari keberadaan kamu. Tapi hasilnya nihil, hingga kami harus hidup sampai 20 tahun lamanya tanpa kehadiran kamu." tambah Anggara sambil memegang salah satu foto Viona yang tertempel di dinding. "Dan itu begitu pahit, seakan apa yang kami perjuangkan untuk mendapatkan semua kemewahan ini tidak ada gunanya."
"Benar kata mama, aku akan sangat durhaka jika saat ini aku tidak bisa menerima mereka sebagai orang tuaku. Dan benar juga kata Dion, meskipun selama ini mereka tidak bersamaku tapi tanpa mereka aku tidak akan bisa menjadi seperti sekarang. Mempunyai orang-orang yang begitu menyayangiku dan bisa berhasil menjadi lulusan terbaik di kampus." gumam Viona dalam hatinya. "Entah sudah berapa banyak air mata kesedihan yang mengalir di wajah mereka karena harus kehilanganku, padahal seharusnya setetes air mata pun jangan sampai terjatuh."
"Tapi sekarang, Viona sudah berada disini. Jadi kepahitan yang selama ini kami rasakan pun berakhir sudah." Marisa kembali menghampiri Viona diikuti oleh Anggara
"Jangan pernah pergi lagi ya, karena kamu adalah kekuatan bagi kami." Anggara tersenyum dengan begitu lembut
"Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Kenapa begitu sulit sekali untuk aku mengucapkan sesuatu yang bisa membuat mereka tersenyum bahagia karenaku. Dan kenapa hatiku masih saja belum bisa menerima mereka sebagai orang tuaku." pikir Viona keras-keras
"Kita ke kamar Viona sekarang yukk." ajak Marisa sambil merangkul putrinya itu yang masih saja menunjukkan wajah datar sedari tadi
Lalu mereka meninggalkan kamar itu dan menuju kamar lain yang berada di sebelahnya. Sebuah kamar yang sangat besar, bahkan tiga kali lebih besar dari kamar Viona sebelumnya.
Saat pintu terbuka ada sebuah ruangan khusus dengan beberapa sofa di dalamnya, serta ada TV berukuran besar yang berada beberapa meter di depan sofa tersebut. Kemudian ada sebuah jalan untuk memasuki kamar Viona yang sesungguhnya. Tempat tidur yang besar, serta semua furniture yang begitu mewah. Dan sudah ada kamar mandi dengan fasilitas hotel berbintang.
Entah apakah ini mimpi atau nyata, yang jelas Viona merasa sangat tidak percaya dengan apa yang didapatkannya ini. Ia memang pernah memimpikan kemewahan seperti ini, tapi yang didapatkannya sekarang jauh jauh lebih mewah dari apa yang dimimpikannya itu. Benar-benar tak terduga dan tak pernah ada dalam bayangannya.