Part 33
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 33
Viona turun dari mobil dengan wajah lusuh dan tatapan kosong, setelah Dion membukakan pintu untuknya. Lalu ia mulai melangkahkan kaki menuju rumahnya, melewati sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di depan rumahnya.
Hingga mereka tiba di ambang pintu, dan Viona hampir saja membalikkan badannya karena tidak sanggup menemui orang-orang yang ada di rumahnya. Namun dengan sigap, Dion langsung menggenggam erat tangannya dan mengajaknya untuk melanjutkan langkah yang sempat terhenti itu.
"Viona." Vina yang sejak tadi terduduk lemas langsung berdiri ketika melihat anak pertamanya itu memasuki rumah bersama Dion
Namun ketika ia ingin menghampiri Viona, tiba-tiba saja Marisa ikut berdiri dan mendahuluinya menghampiri Viona.
"Saya mau ganti baju dulu." sahut Viona dengan wajah datar ketika Marisa hendak memeluknya
"Oh yaudah, mama tunggu disini ya." Marisa menyunggingkan seulas senyum di bibirnya sambil mengelus lembut pipi Viona beberapa saat
Cukup lama Marisa dan yang lainnya menunggu, hingga Viona pun keluar dari kamarnya dengan menggunakan kaos pendek dan celana jeans andalannya. Sedangkan rambutnya masih seperti tadi, digerai dan dibiarkan menumpuk di sebelah kanan.
Lalu gadis itu menghampiri mereka semua, dan terduduk di tengah-tengah Vina dan Marisa pada satu kursi. Begitupula dengan Dion, Sarah dan Feby yang juga duduk pada satu kursi. Sedangkan Anggara duduk di kursi utama.
"Sayang, maafin mama ya. Mama benar-benar tidak bermaksud untuk menyembunyikan hal ini dari kamu. Semua ini mama lakukan karena mama sayang sama kamu, mama ga mau kehilangan kamu." Vina langsung menggenggam erat kedua tangan Viona
"Tapi kamu sama sekali ga berhak untuk menyembunyikan kebenarannya dari Viona, karena Viona bukan anak kamu." tegas Marisa
"Viona memang bukan anak yang saya lahirkan, tapi dia telah saya rawat dan saya jaga selama 20 tahun ini. Jadi apakah salah jika saya sampai begitu menyayangi Viona?." balas Vina tak kalah tegas
"Tapi bagaimanapun juga Viona itu adalah anak kami, jadi seharusnya kamu mengembalikannya pada kami. Bukan malah menjauhkannya sampai 20 tahun lamanya seperti ini." sahut Anggara yang berada tak jauh dari istrinya
"Iya. Dan seharusnya kamu ga membawa pergi Viona dari Bandung, karena saat itu kami hanya menitipkan Viona untuk beberapa bulan. Bukan untuk selamanya." tambah Marisa
"Apa? Jadi kalian membuang saya?." Viona mulai bersuara sambil menatap kesal Marisa dan juga Anggara
"Ngga sayang, ngga. Mama dan papa ga membuang Viona, kami hanya menitipkan kamu kepada Vina untuk beberapa bulan saja selama kami mengurusi perusahaan yang hampir collapse saat itu." jelas Marisa. "Tapi ketika mama dan papa ingin mengambil Viona kembali, Vina dan suaminya sudah membawa kamu dari Bandung. Dan kami tidak mengetahui keberadaan kamu selama 20 tahun lamanya, hingga akhirnya tanpa sengaja kemarin mama bertemu dengan Vina di mall."
Seketika Viona langsung menatap ke arah Vina yang hanya menunduk dan masih menggenggam erat kedua tangannya.
"Tapi karena kemarin Vina langsung pergi begitu saja. Akhirnya papa menyuruh orang untuk mencari keberadaan kamu, hingga mama dan papa pun tau kalau kamu tinggal di rumah kecil ini dan kamu diwisuda hari ini." Anggara memperhatikan semua sudut ruangan dengan wajah tak senang, lalu menatap lurus Viona
Viona hanya terdiam dan mencoba mencerna semua yang telah didengarkannya. Ia sama sekali tak menyangka, jika dulu ia pernah tinggal di Bandung sebelum tinggal di Jakarta seperti sekarang. Karena memang tidak ada seorang pun yang memberitahunya.
Dan ia juga tak menyangka, jika semalam Vina berbohong tentang alasan yang membuatnya menangis. Padahal selama ini perempuan yang selalu dipanggilnya dengan sebutan mama itu selalu mengajarkannya untuk berkata jujur. Tapi nyatanya, entah sudah berapa banyak kebohongan yang telah dilakukan oleh Vina kepadanya.
"Jadi apa sekarang kamu masih mau mengatakan kalau perempuan yang selama ini kamu panggil mama itu adalah orang yang sangat jujur dan tidak mungkin menyembunyikan hal apapun dari kamu?." tanya Anggara kepada Viona
Sejenak Viona terdiam, lalu ia langsung berdiri dan menatap ke arah Anggara dan Marisa. "Mama saya mungkin sudah banyak berbohong kepada saya, tapi semua itu dilakukan karena dia begitu menyayangi saya. Menyayangi seorang anak yang selama ini dia rawat dan dia jaga dengan sepenuh hatinya. Sedangkan kalian? Kalian justru lebih mementingkan perusahaan lalu menitipkan saya kepada orang lain, dan sekarang tiba-tiba kalian datang untuk mengambil saya. Memangnya kalian pikir saya barang? Yang bisa kalian titipkan lalu kalian ambil sesuka hati kalian?." sahutnya dengan penuh penegasan
"Bukan seperti itu Viona, kami bukannya lebih mementingkan perusahaan daripada kamu. Hanya saja keadaannya saat itu begitu sulit, kami ingin menyelamatkan perusahaan agar kehidupan keluarga kita tetap baik-baik saja dan jauh dari kata kekurangan. Tapi disisi lain kami juga ingin kamu yang saat itu baru berusia dua bulan bisa tetap terawat dengan baik, maka dari itu mama dan papa menitipkan kamu kepada Vina karena hanya dia orang yang bisa kami percaya. Meskipun akhirnya dia malah menjauhkan kamu dan membawa kamu pergi." jelas Marisa panjang lebar
"Kalau memang kalian menganggap saya itu penting, seharusnya kalian sendiri yang merawat dan menjaga saya sesulit apapun keadaannya. Seperti yang selama ini dilakukan oleh mama dan papa saya." tegas Viona
"Kami tau kami salah sayang, ga seharusnya kami menitipkan kamu kepada orang lain. Tapi sekarang kami ingin menebus semua kesalahan kami itu, izinkan kami membayar waktu 20 tahun yang tidak kamu lewatkan bersama kami." Marisa langsung menggenggam erat kedua tangan Viona sambil meneteskan air mata penyesalannya
"Iya Viona, kamu ikut sama mama dan papa ya. Kita hidup bersama layaknya sebuah keluarga yang seharusnya. Papa janji kamu tidak akan pernah mengalami masa-masa sulit seperti yang mungkin pernah kamu alami saat hidup bersama Vina dan suaminya, hidup kamu akan terjamin. Dan kami akan mencurahkan semua kasih sayang yang selama ini tidak pernah kamu dapatkan." tambah Anggara yang langsung menghampiri Viona dan juga Marisa
"Semudah itu kalian ingin membawa saya?." tanya Viona sambil meneteskan air matanya
Pertanyaan singkat, namun menyimpan banyak sekali makna di dalamnya.
"Kamu perlu tau selama 20 tahun ini batin kami begitu tersiksa karena harus kehilangan kamu. Jadi sekarang, kamu ikut kami ya. Kami ga mau kalau sampai kehilangan kamu lagi." Marisa langsung menangkup kedua sisi wajah anaknya itu
"Ngga." Viona langsung menjauhkan tangan Marisa dari wajahnya. "Saya ga akan pernah pergi dari sini, karena inilah keluarga saya Dan inilah rumah saya." tegasnya yang langsung berlari menuju kamarnya
"Viona." Marisa bermaksud mengejar
Namun Feby langsung menghalangi jalannya. "Biarkan kak Viona sendiri, karena ini ga mudah untuk dia. Tolong tante mengerti." pintanya lembut
"Anak ini benar Ma, sebaiknya kita pulang sekarang. Nanti kita kesini lagi." Anggara langsung menghampiri istrinya
"Tapi Pa, gimana nanti kalau Vina membawa Viona pergi jauh lagi dari kita?." Marisa merasa sangat takut dan khawatir
"Mama tenang aja, orang-orang suruhan papa akan selalu mengawasi mereka. Jadi kemanapun mereka pergi, kita pasti akan tau." jelas Anggara, sebelum akhirnya mereka pergi meninggalkan rumah Vina
"Lebih baik kita juga pulang sekarang." ajak Sarah kepada Dion setelah mereka duduk kembali bersama Vina dan juga Feby. "Nanti kalau semuanya sudah kembali membaik, kamu bisa temui Viona lagi."
"Yaudah kalau gitu." Dion langsung menyetujui
Hingga mereka pun pergi meninggalkan Vina dan Feby yang tengah duduk bersebelahan. Lalu Feby mendekati Vina dan memeluknya dari samping, mencoba menenangkan. Karena ia paham betul bagaimana kalutnya Vina dan Viona sekarang, bahkan ia sendiri pun juga merasa kalut. Hari yang seharusnya membuat semua orang bahagia, justru malah berujung kesedihan.
***
Hari sudah mulai gelap, namun Dion masih saja berada pada posisinya. Seperti sejak ia pulang dari rumah Viona. Terduduk di sofa kamar, dengan kedua kaki diluruskan di atas meja, dan satu tangan menopang sebelah kepalanya di atas ujung sofa, serta kemejanya yang sudah berantakan tak serapih pagi sampai sore tadi.
Hingga tiba-tiba Sarah memasuki kamarnya, karena memang ia tak mendengar pintu kamarnya yang telah diketuk berulang kali.
"Dion." panggil Sarah untuk kesekian kalinya setelah duduk di sebelah Dion. "Sayang." panggilnya lagi sambil memegang lembut tangan anaknya itu
"Eh iya sayang." Dion langsung terperanjat
"Kamu manggil mama sayang?." Sarah mengerutkan kening heran
"Mama." Dion nampak terkejut lalu langsung menurunkan kakinya dari atas meja. "Maaf Ma, maaf. Tadi Dion kira yang manggil itu Viona." sahutnya sambil mengelus wajah kusutnya
"Oh jadi dari tadi kamu mikirin Viona, pantesan mama panggil berulang kali ga nyaut-nyaut." Sarah menunjukkan wajah sebal
"Maaf deh Ma, abisan Dion kepikiran terus sama Viona." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Gimana ya keadaan dia sekarang?." gumamnya mengelus wajah frustasi
"Kamu sabar ya, Viona pasti masih membutuhkan waktu sendiri sekarang. Karena ini masa-masa sulit untuk dia." Sarah memegang lembut bahu anaknya itu
"Dion tau sih Ma, tapi justru disaat masa-masa sulit seperti ini seharusnya Dion ada bersama Viona. Bukan malah membiarkan dia sedih sendirian." jelas Dion. "Hari ini kan hari wisuda dia sekaligus anniversary hubungan kami yang pertama, tapi malah..."
"Tapi kan tadi pagi kamu udah ngucapin anniversary ke Viona dan kamu juga udah ngasih dia satu buket mawar putih, terus pas tadi setelah Viona diwisuda kamu ngasih satu buket bunga dan satu buket coklat. Emang masih belum cukup perayaannya?." sela Sarah
"Ya belum lah Ma, itu kan baru kejutan kecil. Sedangkan kejutan besar yang udah Dion siapkan belum Viona dapatkan." Dion nampak muram
"Memangnya kejutan besar apa yang udah kamu siapkan untuk Viona?." Sarah langsung merangkul lembut anaknya itu
"Makan malam romantis dan ini." Dion mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dari saku celananya
"Itu apa?." Sarah mengerutkan kening heran
Dion langsung membuka kotak kecil yang dipegangnya, dan menunjukkan sebuah cincin berlian yang nampak indah dan mewah. Jauh berbeda dengan cincin yang pernah diberikannya kepada Viona setelah kekasihnya itu selesai sidang skripsi beberapa waktu yang lalu.
"Jadi kamu mau melamar Viona?." tanya Sarah lurus
"Iya Ma." Dion mengangguk singkat
"Sebenarnya mama sudah tau Dion, apa saja yang kamu rencanakan untuk Viona. Jangankan kamu, mama juga merasa sedih karena semua rencana itu harus batal begitu saja. Padahal seharusnya hari ini kalian berbahagia." gumam Sarah dalam hatinya
"Oh iya Ma, Dion pergi dulu ya." sahut Dion tiba-tiba
"Kamu mau kemana?." Sarah mengerutkan kening heran
"Dion mau ke restoran, Dila dan yang lainnya pasti udah selesai mempersiapkan makan malam romantis untuk Dion dan Viona." jelas Dion sambil merapihkan kembali kemejanya, namun tetap dibiarkan keluar
"Loh emangnya Viona mau datang ke makan malam itu?." tanya Sarah lurus
"Ngga sih, tapi setidaknya Dion ingin menghargai apa yang telah mereka siapkan. Lagipula disana kan Dion bisa merasakan seolah-olah Viona itu ada sambil melihat pemutaran foto-foto kami." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Yaudah kamu hati-hati ya." Sarah memegang lembut pipi anaknya itu beberapa saat
"Iya Ma." Dion mengangguk singkat sambil mengecup hangat punggung tangan kanan Sarah, lalu mulai beranjak pergi
"Kasian Dion dan Viona, selalu saja ada hal yang memaksakan mereka harus saling berjauhan. Sekalipun disaat moment penting seperti hari ini." gumam Sarah
***
Kenapa hujan ini tidak pernah reda. Kenapa angin itu selalu saja datang menghentakkan. Dan kenapa pula badai itu selalu saja datang menghancurkan. Kapan semuanya akan berakhir?
Aku ingin kembali pada kehidupanku yang dulu. Kehidupan dimana aku tidak mengenal hujan sedikitpun. Kehidupan dimana aku selalu tenang seperti air yang mengalir. Bukan seperti air hujan yang selalu turun disertai angin ataupun badai.
"Aku lelah Tuhan." rintih Viona dalam tangisnya yang masih belum berhenti sejak kebenaran pahit itu diketahuinya
Hingga tiba-tiba matanya menatap ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Jam tangan yang menjadi kado dari Feby untuknya. Sejenak ia tertegun, membayangi moment manis saat adiknya itu memberi kejutan untuknya bersama dengan Vina tepat di hari pergantian ulang tahunnya.
Lalu Viona memfokuskan pandangannya ke arah putaran jam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Dan seketika ia langsung berdiri dari lantai tempatnya terduduk sejak tadi. Lalu ia berjalan menuju cermin, menatap cermin itu, menghapus air matanya, dan mengambil sweater pink yang tersimpan di dalam lemari. Sweater pemberian dari Vina saat hari ulang tahunnya. Kemudian ia langsung keluar dari kamarnya setelah menggunakan sweater itu, tas selendang kecil dan sebuah sneakers yang biasa dipakainya setiap kali pergi.
"Viona." Vina yang sejak tadi menunggunya keluar dari kamar bersama dengan Feby di ruang tamu, langsung menghampiri. "Kamu mau kemana sayang?." tanyanya dengan wajah sembab, sama sembabnya seperti Feby
Namun masih jauh lebih sembab Viona dibanding keduanya.
"Viona mau pergi nemuin Dion, karena tadi pagi kami sudah janjian ketemuan untuk merayakan anniversary kami yang pertama." jelas Viona tanpa senyuman sedikitpun
"Oh iya." Vina mencoba tersenyum di tengah kesedihan yang masih dirasakannya. "Boleh mama bicara sebentar sama Viona?." sahutnya lembut
"Bicaranya nanti aja ya Ma, Viona lagi buru-buru. Kasian Dion udah nunggu terlalu lama, ini juga Viona udah telat 2 jam." balas Viona yang langsung beranjak pergi dengan wajah datar
"Kamu marah sama mama?."
Tiba-tiba pertanyaan itu menghentikan langkah Viona yang sudah sampai ke ambang pintu.
"Mama tau mama salah karena sudah menyembunyikan hal sebesar ini dari kamu. Tapi sayang, tolong kamu dengarkan dulu semua penjelasan mama. Karena yang kamu dengarkan tadi baru sebagiannya saja." jelas Vina kembali berurai air mata yang langsung dirangkul lembut oleh Feby
Seketika Viona pun kembali meneteskan air matanya, namun langsung ia hapus kembali secepatnya. Lalu ia kembali membalikkan badan dan berjalan menghampiri Vina sambil tersenyum lembut.
"Viona ga marah sedikitpun sama mama, dan ga mungkin juga Viona marah sama orang yang selama ini telah merawat, menjaga dan menyayangi Viona dengan sepenuh hati. Padahal jelas-jelas Viona hanya anak titipan, bukan anak yang mama lahirkan." sahut Viona sambil menghapus air mata mamanya itu. "Viona hanya belum bisa menerima kenyataan ini, Viona belum bisa menerima kalau Viona bukan anak mama."
"Sayang, dengarkan mama. Sekalipun kamu bukan anak yang mama kandung di dalam rahim mama sendiri, dan kamu juga bukan anak yang mama lahirkan, tapi kamu tetaplah anak yang sangat mama sayangi." Vina langsung menangkup kedua sisi wajah Viona
"Dan juga tetap menjadi kakak yang sangat sangat aku sayangi." tambah Feby yang langsung memeluk erat Viona dari samping
Lalu kedua kakak adik itu langsung memeluk erat Vina dari kedua sisi yang berbeda.
"Kak Viona jangan pernah pergi dari kita ya, kakak tetap disini menjadi kakaknya aku dan anaknya mama." pinta Feby sambil meneteskan air matanya
"Iya, kakak ga akan pernah pergi koq dari kamu dan juga mama. Karena kalian adalah segalanya." Viona semakin mempererat pelukannya
"Yaudah sekarang kamu temuin Dion sana, kasian dia nunggu sampai selama ini." Vina mulai melepas pelukan kedua anaknya itu
"Kalau gitu Viona pergi dulu ya Ma." Viona langsung mengecup hangat punggung tangan kanan Vina lalu mengelus lembut pipi Feby, sebelum akhirnya beranjak pergi
Meninggalkan rumah itu, lalu menaiki taxi yang lewat di jalan dekat rumahnya. Menikmati perjalalan malam yang cukup lama karena jalanan masih macet. Hingga akhirnya ia turun dari taxi tepat di depan restorannya Dion.
Mulai berjalan memasuki restoran itu, hingga ia dibuat takjub dengan apa yang dilihatnya disana. Seluruh isi lantai bawah yang sangat luas itu nampak kosong, hanya ada satu meja dan dua kursi yang berada di tengah dengan dilapisi kain putih. Dan di atas meja tersebut sudah tersedia makanan, serta setangkai mawar merah. Sedangkan di lantai tertata dengan sangat rapih lilin-lilin yang sengaja dibentuk hati melingkari meja makan itu, sedangkan di kedua sisinya dibentuk huruf D dan V dengan ukuran yang sama besarnya.
Tak cukup sampai disitu, seluruh ruangan juga dipenuhi dengan dekorasi yang dibuat dari mawar putih, mawar merah dan balon warna-warni berbentuk hati. Nampak begitu romantis.
Lalu Viona mulai mengarahkan pandangan ke ujung ruangan dari tempatnya berdiri, ada sebuah sofa dan layar in focus disana. Serta ada seorang lelaki yang terduduk di sofa itu, membelakangi dirinya. Dan sudah pasti itu adalah Dion.
Kemudian ia pun mulai berjalan menghampiri Dion, melewati lilin-lilin dan meja makan tadi. Hingga langkahnya terhenti, ketika layar in focus itu menyala. Lalu menampilkan foto-foto mereka, bersamaan dengan mengalunnya musik romantis.
Viona sama sekali tak menyangka. Jika ternyata sejak pertama mereka dekat, Dion selalu mengabadikan moment kebersamaannya.
Disana foto-foto manis ditampilkan. Dari mulai foto saat mereka pertama kali jalan berdua di jembatan, ketika Dion mengajak Viona melihat air di sungai. Lalu tiba-tiba turun hujan dan Viona berlari untuk mencai tempat berteduh, namun Dion langsung menghalangi lalu keduanya saling berhadapan di tengah hujan. Lalu Viona jatuh ke dalam dekapan Dion, ketika lelaki itu menyelamatkan Viona saat hampir tertabrak motor.
Kemudian foto saat mereka jalan berdua di taman, dari mulai menusuk balon-balon dengan jarum hingga semuanya meletus, naik sepeda berdua, main balon air, saling melodeti es cream dan naik motor berdua untuk pertama kalinya.
Foto saat mereka jadian yang langsung diguyur hujan, foto saat ulang tahun Viona, foto saat makan malam di rumah Dion, foto saat ulang tahun Dion di rumah sakit, semua foto kebersamaan di puncak dan di pantai, semua kebersamaan selama di restoran, hingga foto saat wisuda tadi siang.
Semuanya ditampilkan, membuat Viona dan Dion mengalami berbagai rasa ketika melihatnya. Merasa lucu, tersenyum bahagia, tersenyum haru, dan rasa lainnya.
"Kenapa aku merasa Viona ada disini ya, sama-sama melihat video kumpulan foto-foto ini dan ikut merasakan apa yang aku rasakan." gumam Dion ketika pemutaran video itu selesai
Hingga tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. "Viona." sahutnya dengan jantung yang langsung berdegup sangat kencang
Lalu ia langsung memutar kepalanya, dan memang benar ternyata Viona yang memeluknya. "Sayang? Kamu ada disini?." tanyanya dengan wajah bahagia tapi merasa tak percaya
"Makasih untuk semuanya." Viona semakin mempererat pelukannya sambil meneteskan air matanya
Dion langsung melepas pelukan Viona, lalu berdiri dari sofa tempatnya duduk dan segera menghampiri kekasihnya yang tadi memeluknya dari belakang sofa itu. Kemudian menariknya ke dalam dekapan dan memeluknya dengan sangat erat.
"Sekali lagi happy anniversary sayang, semua ini untuk kamu." Dion mempererat pelukannya sambil ikut meneteskan air mata. "I love you more and more kelinci galakku."
"Happy anniversary juga sayang. I love you too more, more and more kucing reseku." Viona balas memeluk tak kalah erat
"Ikut aku yukk, ada kejutan special untuk kamu." ajak Dion setelah mereka selesai berpelukan
Lalu ia mengambil sebuah kue berukuran cukup besar yang berada di atas meja, di depan sofa tempatnya duduk tadi. Kue berwarna putih dengan dekorasi bunga menghiasinya, dan di atas kue itu tertuliskan 'Happy Anniversary', ada lilin angka 1, serta lilin berbentuk kelinci dan kucing berukuran kecil di dekatnya.
"Kue ini sengaja aku buat sendiri khusus untuk kamu." sahut Dion sambil memegang kue nya di depan Viona. "Untuk kelinci galak dari kucing rese." lanjutnya sambil terkekeh kecil
"Kapan kamu buatnya?." tanya Viona sambil ikut terkekeh kecil
"Semalam." jawab Dion singkat. "Dan semua dekorasi ini disiapkan dengan bantuan Dila dan yang lainnya tadi sore." jelasnya sambil memperhatikan dekorasi di sekitarnya
"Kamu koq sempet sih nyiapin ini semua? Aku aja ga nyiapin apa-apa untuk kamu." Viona menatap lurus kekasihnya itu
"Gapapa sayang, aku ngerti koq keadaan kamu sekarang. Dengan kamu datang kesini aja aku udah sangat bahagia." Dion tersenyum tenang. "Yaudah sekarang kita make a wise dulu yukk, sebelum niup lilinnya." ajaknya sambil menatap ke arah kue yang dipegangnya
"Semoga bukan hanya setahun dua tahun kita bisa merayakan hari penting seperti ini, tapi selamanya." sahut Viona sambil menatap penuh arti
"Dan semoga kita bisa selalu bersama, serta tidak akan terpisahkan meski sesulit apapun keadaan yang kita hadapi." tambah Dion balas menatap penuh arti
Lalu keduanya meniup semua lilin yang ada dalam kue itu, dan saling bertatapan sangat dalam. Saling menyuapi kuenya, dan saling melodeti kuenya ke wajah masing-masing, serta saling membersihkan kembali lodetan itu.
"Makasih ya sayang untuk setahun ini. Kamu mengajarkan aku apa arti cinta yang sesungguhnya. Tidak mudah meninggalkan, tapi justru selalu bertahan." sahut Viona dengan sangat lembut setelah Dion menyimpan kembali kuenya ke atas meja
"Makasih juga karena kamu selalu mau berjuang sama aku untuk cinta kita ini." Dion langsung menangkup kedua sisi wajah kekasihnya itu
"Pasti lah, karena bukan cinta kan namanya kalau hanya berjuang sendirian." Viona terkekeh kecil
Dion pun ikut terkekeh kecil dan merasa sangat bahagia karena Viona bisa ceria didepannya, padahal ia tahu bahwa gadis cantiknya itu masih bersedih, bahkan matanya pun terlihat sangat sembab karena terus saja menangis.
Hingga tiba-tiba saja ia mengecup manis kening Viona dengan cukup lama. Dan saat itu bumi seakan berhenti berputar bagi mereka.
Viona menjadi membeku seketika, karena untuk yang pertama kalinya Dion mengecup keningnya. Setelah selama ini lelaki itu hanya pernah mengecup pucuk kepalanya, tanpa menyentuh langsung bagian kulitnya.
Hingga Dion mulai menyudahi kecupannya, lalu menurunkan tangannya dan menatap Viona dengan sangat lembut.
Namun Viona masih terdiam kaku, nafasnya masih belum normal, dan jantungnya pun masih berdegup sangat kencang tak terkendali. Pipinya pun tiba-tiba memerah dan terasa panas.
"Sayang, kamu kenapa?." tanya Dion lurus
"Hah? Ngga, aku gapapa koq." elak Viona yang berusaha menenangkan dirinya
"Pipi kamu kenapa mateng gitu?." goda Dion sambil tersenyum jail
"Mateng apaan? Ngga koq gapapa." elak Viona lagi sambil memegang kedua pipinya
"Yaudah kalau gitu, ikut aku yukkk." ajaknya yang langsung menarik tangan Viona
Lalu Dion membawa Viona menuju meja makan yang sudah disiapkannya sejak tadi, menarik sebuah kursi hingga kekasihnya itu terduduk.
Kemudian ia duduk di hadapan Viona. Kembali bertatapan sangat dalam dan saling menggenggam dengat sangat erat.
"Seharusnya ini menjadi moment yang tepat untuk melamar Viona, tapi keadaan Viona sekarang tidak memungkinkan. Lebih baik aku menghiburnya agar dia bisa kembali bahagia meski tengah menghadapi masalah yang sangat sulit." gumam Dion dalam hatinya
Lalu langsung menyuapi Viona dengan sangat manis, disuapi balik tak kalah manis, menikmati kebersamaan hingga malam semakin larut dengan diiringi alunan musik romantis.
Dan akhirnya makan malam mereka pun selesai, namun mereka tetap berada dalam posisinya. Saling bertatapan dan kembali lagi saling menggenggam dengan sangat erat.
Dia bukan hanya penenang hati, tapi juga penenang jiwa. Jika aku adalah langit, maka dialah pelanginya. Memang tak selalu ada, tapi sekalinya ada dia mampu menciptakan warna kebahagiaan. Meski di tengah air mata sekalipun.
"Tuhan, jangan pernah ambil lelaki ini dariku." harap Viona sambil terus menatap kekasihnya itu
"Sayang, janji ya sama aku. Tempat ini akan selalu menjadi tempat kita merayakan anniversary, karena tempat ini kan memang menjadi saksi cinta kita berdua. Jadi meskipun nanti kamu sudah meninggalkan jauh tempat ini, kamu akan tetap kembali setiap tahunnya." sahut Dion sambil mempererat genggamannya
"Aku janji." Viona mengangguk mantap sambil mempererat genggamannya juga