Part 26 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 26 LOVE IN RAIN
Belajar menghargai ya, vote dulu sebelum membaca.
Viona langsung bangkit sambil menarik selimut itu sehingga hanya menutupi tubuhnya, sementara Dimas masih tertidur dengan kaosnya dan juga celana pendek yang berwarna sama. "Dimas bangun, Dimas. Dimas bangun." geramnya mencoba membangunkan lelaki itu
"Eh sayang, kamu udah bangun." Dimas mulai terbangun sambil tersenyum santai, lalu terduduk menghadap Viona
"Apa yang lo lakukan disini?." tanya Viona dengan tajam
"Menurut kamu?." Dimas kembali tersenyum santai. "Emangnya kamu lupa dengan apa yang kita lakukan tadi?."
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening tak mengerti
"Kita udah sama-sama dewasa, jadi aku rasa kamu pasti mengerti dengan yang aku maksud ini." Dimas mendekatkan wajahnya pada mantan kekasihnya itu
"Ngga, ga mungkin." Viona kembali menangis sambil terus menggelengkan kepalanya
"Apanya yang ga mungkin? Itu semua emang terjadi koq tadi." Dimas menunjukkan wajah tak berdosa
"Lo jahat Dimas, kenapa lo lakukan ini ke gue." Viona langsung memukul-mukuli dada lelaki itu dengan satu tangan, karena tangan satunya lagi terus mencengkram erat selimut yang menutupi tubuh polosnya
"Ini semua kamu yang mengawali." Dimas masih saja bersikap santai. "Siapa suruh kamu mencoba menjebak aku tadi, dan sekarang kamu sendiri kan yang masuk ke dalam jebakan aku." lanjutnya sambil tersenyum puas
"Menjebak?." Viona menatap lurus lelaki itu
"Iya." Dimas mengangguk singkat. "Kamu tadi menjebak aku dengan membawa kedua polisi itu saat kita bertemu, tapi untungnya aku jago melakukan pembelaan jadi mereka ga bisa memenjarakan aku." jelasnya kembali tersenyum puas
"Maksud lo apa? Bukannya emang lo ga bersalah? Makanya mereka mencabut tuduhannya." Viona nampak tak mengerti
"Jadi menurut kamu aku beneran ga bersalah?." Dimas tertawa sangat puas. "Viona, Viona."
"Jadi bener kamu dalang dari semua itu?." Viona mulai mengerti. "Jadi kamu yang menyuruh brandalan-brandalan itu untuk melukai Dion?." lanjutnya dengan sangat kesal
"Tepat sekali." Dimas mengangguk mantap. "Bahkan perlu kamu tau, aku juga yang menyuruh dokter baru di rumah sakit itu untuk mencabut semua alat bantunya Dion lalu mengatakan kepada kamu dan yang lainnya kalau Dion sudah meninggal. Ya meskipun akhirnya Dion selamat, dan dokter itu dipecat atas permintaan papanya Dion yang so hebat itu. Tapi aku puas, setidaknya aku bisa memberi pelajaran kepada orang yang sudah berani-beraninya merebut sesuatu yang aku miliki." jelasnya kembali tersenyum puas, bahkan lebih puas lagi
"Gimana aku cerdas kan Viona? Polisi saja sampai tidak bisa melacak keberadaan orang suruhan aku, dan tidak ada satu bukti pun yang mereka temukan. Jadi mereka tidak akan pernah bisa memasukkan aku ke dalam penjara."
"Lo bener-bener ya." Viona langsung melayangkan tangannya untuk menampar Dimas, namun lelaki itu berhasil menahannya
"Ini akibatnya, karena kamu berani menolak seorang Dimas Adi Anggara." Dimas mencengkram tangan gadis itu dengan cukup kuat. "Untuk yang kita lakukan tadi, ga perlu kamu sesali. Anggap aja sebagai hadiah dari aku untuk keberhasilan sidang skripsi kamu." sahutnya dengan wajah tak berdosa sama sekali
Viona pun langsung melepaskan tangannya dari cengkraman Dimas. "Hadiah lo bilang? Dengan menghancurkan hidup seseorang lo bilang hadiah?." geramnya dengan tatapan penuh kebencian
"Tentu saja, hadiah terindah. Karena setelah ini kamu ga akan bisa lepas lagi dari aku, kamu akan menjadi milik aku selamanya." Dimas mengelus lembut pipi Viona, namun gadis itu langsung memalingkan wajah karena merasa jijik
"Lo denger baik-baik, bukan cuma lo yang bisa menghancurkan hidup seseorang. Tapi gue juga bisa, dan gue akan membuat hidup lo hancur, sama seperti hidup gue yang jadi hancur karena lo." tegas Viona masih dengan tatapan penuh kebenciannya
"Waw sangat menyeramkan." Dimas tersenyum merendahkan. "Emangnya apa yang mau kamu lakukan? Hah?." lanjutnya yang kembali mencengkram tangan Viona
"Lepasin." Viona mencoba melepaskan tangannya, tapi kali ini cengkramannya lebih kuat
"Kamu mau ke kantor polisi dan mengatakan bahwa aku memang pelaku dari insiden yang terjadi sama kamu dan juga Dion? Itu yang mau kamu lakukan?." Dimas memperkuat cengkramannya. "Silahkan aja. Tapi kalau kamu melakukan itu, aku akan langsung ngasih tau Dion tentang apa yang kita berdua lakukan tadi. Dan aku yakin Dion pasti akan pergi meninggalkan kamu, karena dia akan merasa jijik sama kamu." lanjutnya sambil mulai melepaskan cengkramannya
Viona langsung menatap lelaki itu dengan sangat tajam, ada kemarahan yang sangat besar di dalam hatinya. Tapi tak mampu ia ungkapkan. "Bukan gue yang menjijikkan, tapi lo. Lo adalah orang yang paling menjijikkan di muka bumi ini yang pernah gue kenal." sahutnya yang kemudian langsung pergi dengan selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya sambil membawa semua pakaiannya ke kamar mandi
Dan beberapa saat kemudian, Viona pun keluar dari kamar mandi dengan keadaan sudah berpakaian seperti semula lagi.
"Mau aku antar pulang?." Dimas menawarkan dengan wajah yang benar-benar tidak merasa berdosa sama sekali, dan sudah menggunakan pakaian yang lengkap juga
Namun Viona tak menghiraukan, ia terus menatap ke depan dengan penuh amarah.
"Diam artinya iya, yaudah aku antar sekarang yukk." Dimas langsung memegang tangan gadis itu, namun langsung ditepis seketika
"Ga usah pegang-pegang, dan ga usah ganggu hidup gue lagi." Viona menatap dengan sangat tajam
"Ya ga mungkin dong, sekarang kan kamu tanggung jawab aku karena kita sudah menyatukan semua yang ada pada diri kita masing-masing." Dimas kembali tersenyum dengan sangat santai
Ingin sekali Viona mencakar wajah lelaki itu, atau bahkan lebih. Tapi ia berusaha mengendalikan dirinya, lalu langsung berlalu dan meninggalkan rumah itu.
Menelusuri jalanan selangkah demi selangkah, hingga turun hujan dengan cukup deras. Namun Viona tak mencari tempat berteduh seperti yang biasa dilakukannya, ia nampak pasrah ketika tubuhnya menjadi basah kuyup akibat hujan itu agar kotoran menjijikkan yang ada pada tubuhnya bisa musnah. Dan ia pun tak peduli akan masalah yang akan menghampirinya lagi setelah tetesan dari langit ini pergi. Karena sekarang hidupnya sudah benar-benar hancur diterpa oleh badai, yang juga meluluh lantahkan kebahagiaan yang selama ini dimilikinya.
Hujan yang terus-menerus mengguyur tubuhnya itu, perlahan mulai membuat kakinya lemas dan akhirnya tersungkur di tepi trotoar sambil menangis sejadi-jadinya. Ini memang amat sangat menyakitkan, bahkan lebih dari kata menyakitkan. Bagaimana tidak, apa yang telah dijaganya selama 20 tahun kini telah direnggut begitu saja oleh manusia yang sama sekali tidak memiliki hati dan perasaan itu.
"Tuhan, kenapa aku harus mengenal manusia biadab itu dalam kehidupan ini. Kenapa Tuhan? Kenapa?." geram Viona yang masih terus menangis
***
"Sayang, kamu koq baru pulang? Kamu dari mana? Sampai basah kuyup begini." Vina nampak begitu khawatir saat Viona baru saja tiba di rumah
"Tadi setelah pulang dari kantor polisi, Viona ke supermarket dulu beli bahan-bahan kue buat mama. Dan disana Viona ga sengaja ketemu temen-temen SMA, jadi kita main dulu karena udah lama juga kan ga ketemu. Dan pulangnya malah kehujanan." jelas Viona dengan tenang, padahal dalam hatinya begitu gelisah dan bersalah karena telah berbohong kepada mamanya itu
Namun mau bagaimana lagi, Viona tidak ingin Vina menjadi kecewa dan bersedih jika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya.
"Ya ampun sayang, kenapa kamu ga ngabarin mama? Ditelepon juga malah ga aktif, padahal kan mama bisa jemput kamu dan bawain payung biar kamu ga kehujanan." Vina mengusap wajah anaknya itu yang masih basah akibat hujan tadi
"Maaf ya Ma tadi HP Viona lowbatt, jadi Viona ga bisa ngabarin mama. Lagipula Viona ini kan udah gede, jadi ga usah dijemput juga bisa pulang sendiri." Viona tersenyum santai
"Yaudah kalau gitu, biar mama siapin air hangat ya untuk kamu mandi." Vina balas tersenyum dengan lembut
"Iya Ma." Viona mengangguk singkat. "Oh iya ini bahan-bahan kuenya, Viona mau ambil handuk dulu ke kamar." sahutnya sambil memberikan belanjaan yang dibawanya lalu beranjak pergi
Sempurna. Ya, Viona memang sempurna dalam melakukan kebohongan ini. Hingga Vina tak menyimpan kecurigaan sedikit pun, terlebih ia memang sengaja pulang ketika matanya sudah tidak sembab lagi. Jadi mamanya itu tidak akan tahu jika tadi ia menangis.
***
Berhari-hari Viona menyimpan kepahitannya sendiri, dan tidak memberitahu siapapun. Rasanya amat sangat menyakitkan, bahkan ia pun sering kali menangis ketika sedang tak bersama orang-orang terdekatnya.
Kali ini ia memang benar-benar pandai menunjukkan di depan semua orang bahwa dirinya baik-baik saja, tidak seperti biasanya yang selalu menunjukkan kelemahannya. Karena ia bertekad untuk bisa menjadi perempuan yang kuat, yang tidak bergantung kepada siapapun, dan mampu menghadapi masalahnya sendiri. Meskipun hatinya sangat rapuh, dan terkadang timbul dalam pikirannya untuk menyerah dan mengakhiri semuanya.
Tapi ia selalu ingat, kebahagiaan orang-orang terdekatnya adalah hal terpenting. Sehingga ia tidak ingin mereka ikut hancur seperti dirinya. Terlebih saat ini ia tengah fokus pada kesembuhannya Dion, dimana kekasihnya itu sekarang sudah mulai belajar berjalan.
"Makasih ya sayang, karena kamu selalu setia menemani dan merawat aku selama aku sakit." sahut Dion saat dirinya dan Viona tengah berada di taman rumah sakit
"Ga perlu makasih kali, itu kan emang udah jadi keharusan. Lagipula kamu juga selalu ada untuk aku dalam keadaan apapun." balas Viona sambil menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Kalau itu sih pasti, aku akan selalu ada untuk kamu dalam keadaan apapun dan seburuk apapun." Dion langsung menggenggam erat tangan Viona, yang sejak tadi berdiri di sebelahnya sedangkan ia sendiri terduduk di kursi roda
Namun Viona langsung melepaskan tangannya dari genggaman itu, yang memang selalu ia lakukan selama belakangan ini. Karena ia merasa tak pantas untuk disentuh oleh lelaki sebaik Dion. "Apa itu artinya kamu juga akan tetap ada jika mengetahui keadaan aku yang sebenarnya." pikirnya dalam diam
"Kamu kenapa?." Dion mengerutkan kening heran
"Aku? Aku gapapa koq, emangnya aku kenapa?." Viona tersenyum kecil
"Maksud aku, kenapa belakangan ini kamu selalu menghindar dan seperti ga nyaman setiap kali aku pegang tangan kamu atau saat aku rangkul kamu. Padahal sebelumnya kamu ga pernah kaya gini." Dion menatap lurus Viona
"Hah? Ngga koq ga kenapa-napa, itu cuma perasaan kamu aja kali." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Sayang, ada apa sebenarnya? Aku bisa melihat dan merasakan kalau kamu itu sekarang berubah." Dion kembali menggenggam tangan kekasihnya itu
"Aku gapapa, serius." Viona kembali ingin melepaskan tangannya, namun Dion malah semakin mempererat genggamannya
"Apa ini ada hubungannya dengan Dimas?." tanya Dion lurus
Viona pun langsung mengerjapkan matanya. "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?." tanyanya balik
"Ya karena kamu itu berubah semenjak pertemuan terakhir kamu dengan Dimas." jelas Dion. "Jujur sama aku, ada apa sebenarnya? Apa ada sesuatu yang terjadi diantara kalian?." tanyanya dalam
Viona tersenyum sejenak. "Ga terjadi apa-apa koq sayang, dan aku juga masih Viona yang sama. Ga berubah sama sekali." sahutnya mencoba meyakinkan
"Kamu ga bohong kan?." tanya Dion yang seolah tak percaya
"Ya ngga lah, ga mungkin aku bohong sama kamu." Viona kembali mencoba meyakinkan kekasihnya itu
"Oke kalau gitu, aku percaya sama kamu." Dion tersenyum tenang
"Nah gitu dong." Viona balas tersenyum namun dengan kegelisahan. "Yaudah sekarang kamu mau lanjut belajar berjalan lagi? Atau mau balik ke kamar?." tanyanya santai
"Belajar berjalan lagi deh sekali lagi." jawab Dion dengan sikap manja
"Yaudah sini aku bantu." Viona mulai membantu kekasihnya untuk berdiri
Sementara Dion terus menatapnya tanpa berkedip.
"Kamu kenapa ngeliatin aku terus?." tanya Viona yang baru menyadari
Tapi Dion tak menghiraukan, dan malah terus menatapnya sambil tersenyum penuh arti.
Jika biasanya Viona merasa bahagia ditatap seperti itu, tapi sekarang ia justru malah merasa sesak. "Dion." panggilnya sambil mencubit gemas pinggang kekasihnya itu
"Aww koq malah nyubit." Dion sedikit memajukan bibirnya
"Ya abisan, dipanggil dari tadi malah diem aja." balas Viona dengan santai
"Kan aku lagi melihat keindahan yang dititipkan oleh Tuhan untuk aku." Dion balas tersenyum santai
"Keindahan?." Viona menatap lurus Dion
"Iya keindahan, dan keindahannya itu adalah kamu." Dion menatap dengan sangat dalam
"Keindahan apa, yang ada malah kehinaan yang sangat menjijikkan." gertak Viona dalam hatinya
"Koq malah jadi kamu yang diem sih." sindir Dion
"Aku kan juga lagi melihat keindahan yang dititipkan oleh Tuhan untuk aku." sahut Viona tanpa sadar
"Cieee ikut-ikutan." Dion langsung menyenggol lengan Viona sambil tersenyum bahagia
"Apa sih." Viona pun tak mampu menyembunyikan kebahagiaan yang dirasakannya sambil menatap kekasihnya itu dalam-dalam
Dan akhirnya, ia menyadari bahwa berusaha menghindari dan bersikap dingin pada Dion adalah hal yang sangat sulit dan memang tidak bisa dilakukan olehnya. Karena jika terus dilakukan, hatinya menjadi semakin terluka.
"Malah diem lagi." sindir Dion kembali
"Eh iya maaf-maaf." Viona langsung mengerjapkan matanya
"Aku terlalu indah ya, sampai kamu ga bisa berhenti menatap aku." Dion tersenyum dengan begitu percaya diri
"Lebih dari indah malah." sahut Viona dengan sangat tulus, lalu keduanya saling bertatapan sangat dalam dengan cukup lama
Sekalipun saat Viona tengah memapah Dion untuk membantunya berjalan, keduanya masih terus saja bertatapan. Hingga nyaris terjatuh, namun bukannya berhenti mereka tetap saling bertatapan dan saling tertawa bahagia.
***
Setelah hampir tiga minggu berada di rumah sakit, akhirnya hari ini Dion sudah bisa dibawa pulang ke rumah. Dan tentu saja hal itu membuat Viona sangat bahagia, bahkan ia pun sangat bersemangat untuk menjemput kekasihnya.
Namun saat ia baru saja mau memasuki rumah sakit, tiba-tiba Dimas datang dan langsung menariknya ke halaman samping rumah sakit itu.
"Lo ngapain kesini?." tanya sinis Viona setelah lelaki itu melepaskan pegangannya
"Ya aku kangen lah sama kamu." jawab Dimas dengan santai. "Gimana kabar kamu? Setelah seminggu lebih ga ketemu, kamu baik-baik aja kan?."
"Sangat baik malah." Viona tersenyum tipis sekali
"Oh sangat baik ternyata, pasti karena Dion belum tau ya tentang apa yang sudah terjadi diantara kita berdua?." Dimas mengangkat sebelah alisnya
"Sebenarnya maksud kedatangan lo kesini itu apa sih? Belum cukup lo ngehancurin hidup gue?." tanya Viona dengan tajam
"Kamu mau tau tujuan aku kesini untuk apa?." tanya balik Dimas. "Ya untuk memberitahu Dion semuanya lah." lanjutnya tersenyum puas
"Semuanya?." Viona menatap lurus mantan kekasihnya itu. "Termasuk memberitahu bahwa lo adalah orang yang udah mencelakai Dion? Jadi sekarang lo mau nyerahin diri ke polisi?."
"Yaudah biar sekalian gue bantuin, biar kita sama-sama hancur."
Seketika Dimas terdiam tak berkutik.
"Kenapa lo diem? Takut?." Viona nampak merendahkan
"Siapa bilang aku takut? Ga sama sekali." tegas Dimas. "Silahkan aja kamu bongkar semuanya, tapi apa kamu pikir mereka akan percaya begitu saja kalau aku adalah dalang dari insiden itu tanpa ada satupun bukti? Dan apa kamu udah siap untuk ditinggalkan sama Dion?." lanjutnya sambil memegang dagu gadis itu
Viona pun langsung memalingkan wajahnya dan seketika terdiam tak berkutik.
"Ayo kalau kamu udah siap, kita bongkar semuanya." Dimas langsung menarik tangan Viona." Kita kasih tau semua orang bahwa aku adalah pelaku sesungguhnya atas kecelakaan yang dialami oleh Dion, dan kita juga kasih tau mereka tentang apa yang telah terjadi sama kita berdua." lanjutnya sambil menatap lurus mantan kekasihnya itu
"Ngga, aku ga mau." Viona langsung menepis pegangan Dimas
"Kenapa? Kamu takut kalau Dion meninggalkan kamu?." tanya lurus Dimas. "Kenapa harus takut? Bukankah aku bisa lebih membahagiakan kamu? Karena aku lebih mengenal kamu dibandingkan dia, bahkan aku sudah melihat semua yang ada pada diri kamu. Jadi aku adalah orang yang paling tau tentang kamu." lanjutnya sambil tersenyum culas
Viona langsung melayangkan tangannya untuk menampar lelaki itu, tapi lagi lagi berhasil ditahan.
"Jangan galak-galak, karena kalau kamu galak aku jadi kangen sama moment terindah yang kita lakukan waktu itu. Dan aku jadi ingin menyentuh kamu lagi." Dimas mendekatkan wajahnya pada Viona dan nyaris saja menyentuh bibirnya
Namun Viona langsung menghindar, lalu berlalu pergi meninggalkan lelaki yang baginya sangat menjijikkan itu.
Terus berjalan sambil berulang kali menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, agar dirinya menjadi lebih tenang. Hingga ia tiba di depan pintu ruang rawat Dion, dan mulai memasuki ruangan itu dengan langkah perlahan.
"Sayang? Akhirnya kamu datang juga." Dion nampak berseri-seri saat melihat kekasihnya itu datang
"Maaf ya aku telat." Viona langsung menghampiri Dion dan juga Sarah yang sudah siap untuk pulang ke rumah
"Dari mana dulu kamu?." tanya Sarah dengan wajah datar, tidak seperti biasanya yang langsung cipika cipiki
"Ga kemana-mana dulu tante, Viona emang baru datang." jawab Viona sambil menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oh." sahut Sarah singkat. "Lagi lagi anak ini berbohong." gumamnya dalam hati
"Tante Sarah kenapa ya, ga biasanya bersikap kaya gini." pikir Viona dalam diamnya
"Kita pulang sekarang yukk, aku udah ga betah disini." ajak Dion yang langsung membuyarkan lamunan gadis itu
"Ayo, sini biar aku bantu." Viona hendak membantu Dion untuk turun dari ranjang
"Biar tante aja yang bantuin Dion jalan, mendingan kamu bantuin bawa tas itu aja." Sarah langsung mendekati anaknya sambil milirik sekilas ke arah tas berukuran sedang yang berada di sofa ruangan itu
"Oh iya tante." Viona mengangguk santai lalu menuruti perintahnya Sarah
Entah apa yang terjadi dengan Sarah, tiba-tiba sikapnya berubah dingin seperti itu. Seolah tidak senang akan keberadaan Viona. Bukan yang bersangkutannya saja yang merasakan perubahannya, tapi Dion juga merasakannya.
Bahkan saat sudah berada di rumah dan tengah mengantar Dion ke kamarnya pun, Sarah masih bersikap dingin kepada Viona. Tidak ada senyuman ataupun sikap senang yang ditunjukkan olehnya.
"Kamu istirahat ya, biar mama beresin baju-baju kamu dulu." sahut Sarah saat Dion sudah terduduk di tempat tidurnya, lalu mengambil tas yang dipegang Viona tanpa mengeluarkan sepatah kata pun
"Mama kenapa sih sebenarnya, ga biasanya bersikap kaya gini sama Viona." pikir Dion keras-keras
"Dion." panggil Viona yang langsung membuyarkan lamunan lelaki itu
"Eh iya sayang." Dion mengerjapkan matanya
"Kamu ngelamunin apa?." tanya lurus Viona
"Ngga, aku ga ngelamunin apa-apa." elak Dion. "Sini duduk." lanjutnya sambil menepuk-nepuk tepi tempat tidurnya
"Viona mendingan kamu pulang aja, biar Dion bisa istirahat. Lagipula Dion juga udah baik-baik aja koq." Sarah kembali menghampiri saat Viona baru saja mau duduk di sampingnya Dion
"Tapi tante, Viona kan mau nemenin Dion dulu disini." sahut Viona
"Ga usah, kan ada tante yang nemenin Dion disini." balas Sarah dengan wajah datar
"Mama kenapa sih? Kenapa nyuruh Viona pulang? Biasanya juga kalau Viona mau pulang suka ditahan." Dion mengerutkan kening heran
"Ya gapapa, siapa tau aja kan Viona punya urusan lain. Lagipula disini ada mama yang nemenin kamu." jelas Sarah
"Ma, mama itu ga biasanya kaya gini. Sejak dari rumah sakit tadi, mama selalu bersikap dingin sama Viona. Sebenarnya ada apa sih Ma?." Dion menatap lurus mamanya itu
"Daripada kamu nanya sama, mending kamu tanya langsung aja sama pacar kamu itu." sinis Sarah sambil melirik Viona sekilas. "Kamu tanyain ke dia, siapa yang dia temuin tadi sebelum menjemput kamu ke rumah sakit dan apa saja yang mereka bicarakan."
"Maksud mama apa?." Dion nampak tak mengerti
"Viona, lebih baik kamu jelaskan sendiri sama Dion." suruh Sarah
"Jelaskan? Apa yang harus Viona jelaskan tante?." Viona pun nampak tak mengerti
"Ya kamu jelaskan kalau sebelum kamu menjemput Dion tadi, kamu itu bertemu dulu dengan Dimas. Dan kamu juga jelaskan, apa saja yang kalian bicarakan tadi sampai lelaki itu memegang tangan kamu." jelas Sarah dengan wajah amarahnya
"Apa? Kamu bertemu dengan Dimas di belakang aku?." Dimas langsung menoleh ke arah Viona dan menatapnya tak percaya
Seketika Viona langsung terdiam tak berkutik, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia jelaskan kepada Dion dan juga Sarah. Karena tidak mungkin ia harus menjelaskan yang sebenarnya terjadi kepada mereka berdua.