Part 25 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 25 LOVE IN RAIN
Budayakan vote sebelum membaca yaaa.
Vina dan Feby tengah berdiri di depan ruang sidang, menunggu Viona dengan penuh ketegangan. Karena saat ini gadis itu tengah berjuang di dalam sana untuk sidang skripsinya. Sudah 30 menit berlalu, tapi yang mereka tunggu belum keluar juga.
Hingga akhirnya Viona keluar dari ruang sidang dengan menggunakan kemeja putih berlengan pendek, rok hitam selutut, rambut yang digerai namun sengaja dibiarkan menumpuk di bagian kanan, serta flat shoes hitam sambil membawa draft skripsinya. Wajahnya terlihat lesu, tak bergairah dan nampak bersedih.
"Gimana kak? Lancar kan sidangnya?." tanya Feby yang sangat antusias. "Kakak lulus kan?."
"Kakak..." Viona malah menunduk murung
"Gapapa sayang, mungkin belum waktunya." Vina yang seolah paham langsung memegang lembut kedua pipi anak pertamanya itu
"Tapi ga mungkin deh Ma kalau sidang skripsinya kak Viona ga lulus." Feby nampak tak percaya
"Feby, udah. Jangan bikin kakak kamu makin down." Vina berbicara dengan sedikit tegas
"Tapi Ma..."
"Jangan sedih, masih banyak kesempatan koq." Vina tersenyum menenangkan
"Viona ga sedih koq Ma." Viona memaksakan seulas senyum di bibirnya
"Kak Viona? Kakak ga lagi serius kan? Kakak cuma bercanda kan? Kakak lulus kan sidangnya?." Feby mengeluarkan banyak pertanyaan
"Kakak ga lagi bercanda koq." Viona menunjukkan wajah datar
"Jadi bener sidang skripsinya ga lulus?." Feby nampak mulai lesu sambil menurunkan tangannya yang sejak tadi memegang satu buket bunga
"Iya ga lulus." Viona ikut lesu. "Tapi berhasil." lanjutnya dengan wajah ceria
"Maksudnya?." Vina mengerutkan kening heran
"Ya Viona berhasil mewujudkan keinginan Viona untuk bisa menyelesaikan skripsi sebelum waktunya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Hah? Maksudnya gimana sih? Katanya ga lulus, tapi kakak bilang keinginan kakak untuk menyelesaikan skripsi sebelum waktunya terwujud." Feby nampak berpikir keras
Sementara Viona hanya tersenyum penuh teka-teki, hingga akhirnya Vina mulai memahami dan langsung mencubit gemas kedua pipi anak pertamanya itu.
"Aww mama sakit." Viona menunjukkan sikap manja
"Siapa suruh bohongin mama." Vina kembali mencubit gemas pipi Viona
"Bohongin? Maksudnya apa sih?." Feby masih belum mengerti
"Ya ampun sayang, masa kamu ga ngerti kalau kakak kamu ini lagi ngejailin kita."
"Oh jadi sebenarnya kak Viona ini lulus, tapi..." Feby langsung ikut mencubit gemas pipi kanan kakaknya itu. "Kakak ini bener-bener ya, udah biking jantungan terus bikin orang hilang harapan lagi." sahutnya sebal
"Maaf deh, abisan kalau ngeliat wajah mama dan wajah kamu lagi kecewa suka lucu gimana gitu ya." Viona terkekeh kecil
"Kamu ini." Vina menyelipkan rambut Viona ke belakang telinganya karena sedikit menghalangi wajahnya. "Selamat ya sayang, mama bangga sekali sama kamu." lanjutnya yang langsung menarik anak pertamanya itu ke dalam pelukan yang begitu erat dan hangat
"Makasih Ma, semua ini karena mama dan Viona persembahkan juga untuk mama." Viona balas memeluk tak kalah erat sambil meneteskan air mata kebahagiaan. "Viona sangat menyayangi mama, tanpa mama Viona bukanlah apa-apa."
"Mama juga sangat menyayangi kamu lebih dari yang kamu tau." Vina ikut meneteskan air mata sambil berulang kali mengecup manis kening anak pertamanya itu lalu memeluknya lagi dengan sangat erat
Entah apa arti dari air mata yang diteteskan oleh Vina, kebahagiaan, haru atau bahkan kesedihan. Yang jelas tersirat makna sangat mendalam dari tatapan matanya.
"Jadi cuma kak Viona aja nih yang dipeluk." sindir Feby
Vina pun langsung tersenyum dan mengurai pelukannya pada Viona, lalu memeluk Feby dan juga Viona sekaligus. Dipeluknya kedua anaknya itu dengan sangat erat dan penuh kehangatan. "Kamu juga yang semangat ya kuliahnya, ikuti jejak kakak kamu." sahutnya sambil menoleh ke arah anak keduanya seusai melepaskan pelukannya
"Pasti Ma." Feby mengangguk mantap. "Selamat ya kak, aku juga bangga sekali sama kakak." lanjutnya langsung memeluk Viona dengan sangat erat
"Makasih sayang, terus semangat ya untuk meraih mimpi-mimpi kamu." Viona mengecup manis puncak kepala adiknya itu
"Pasti." Feby kembali mengangguk dengan mantap lalu melepas pelukannya. "Oh iya ini ada titipan buat kakak." lanjutnya sambil memberikan satu buket bunga yang sejak tadi dipegangnya
"Dari siapa?." Viona mengerutkan kening samar sambil menerima buket bunga itu
"Dari Dimas." Feby tersenyum jail
"Dimas?." Viona nampak tak senang
"Bercanda." Feby terkekeh kecil. "Bunga itu dari kak Dion koq."
"Dion nitipin bunga ini?." tanya lurus Viona
"Iya, malahan tadi dia maksa buat kesini kalau ga ditahan." jelas Feby
"Yaudah kalau gitu sekarang kita langsung ke rumah sakit yukk, kasian dia nungguin." ajak Viona bersemangat
"Kasian karena dia nungguin atau kamu kangen pengen ketemu sama dia." goda Vina
"Ih mama." Viona nampak tersipu malu
Sementara Vina dan Feby tertawa puas karena bisa membuat pipi gadis itu memerah dan menjadi salah tingkah.
***
"Ayo dong sayang makan dulu biar kamu cepet sembuh." bujuk Sarah untuk kesekian kalinya
"Ga mau Ma, Dion mau nungguin Viona dulu." tolak Dion kembali yang masih terbaring lemah
"Kamu koq jadi kaya anak kecil gini sih." ledek Sarah tersenyum geli
Hingga akhirnya Viona datang bersama mama dan adiknya. Kemudian langsung cipika cipiki dengan perempuan itu seperti biasanya, begitupula dengan Vina dan juga Feby.
"Selamat siang." sapa manis Viona yang langsung duduk di tepi ranjangnya Dion
"Siang sayang." sapa balik Dion sambil tersenyum dengan wajah pucatnya. "Gimana sidangnya? Lancar?."
"Mmmmmm." Viona membuat suasana tegang sejenak. "Lancar dong, jadi aku tinggal nunggu wisuda aja." lanjutnya tersenyum ceria
Dion pun tak mampu menyembunyikan wajah bahagianya.
"Selamat ya cantik, tante bangga sekali sama kamu." Sarah langsung mendekat dan memeluk erat Viona. "Calon menantu tante ini memang hebat, selain cantik juga cerdas." pujinya sambil mengurai pelukan
"Calon menantu?." Viona menunjukkan wajah polos
"Iya calon menantu, karena kamu kan calon istrinya Dion. Emang kamu ga mau nikah sama anak tante yang paling ganteng ini?." Sarah tersenyum menggoda
"Mmmm, bukan ga mau sih tante. Tapi kayanya itu masih kejauhan deh, belum waktunya." Viona nampak gelagapan
"Tante ngerti koq, anak seumuran kamu pasti suka ngerasa gimana gitu ya kalau ngebahas soal nikah." Sarah tersenyum paham
Sementara Dion terus terkekeh kecil memperhatikan kekasihnya yang menjadi salah tingkah tak karuan. "Sayang." sahutnya langsung menggenggam erat tangan Viona
"Iya." Viona langsung menoleh
"Selamat ya, aku bangga sama kamu." Dion tersenyum dengan begitu manis
"Ini semua juga berkat kamu koq, berkat kamu yang selalu mensuport dan membantu aku dalam penyusunan skripsinya." Viona balas tersenyum tak kalah manis. "Oh iya, makasih ya untuk bunganya." lanjutnya sambil menunjukkan satu buket bunga yang sejak tadi dipegangnya
"Sama-sama." Dion mengangguk lembut. "Coba deh lihat sesuatu yang ada di dalamnya." sahutnya sambil menatap ke arah buket bunga itu sekilas
"Emang di dalamnya ada apa?." Viona mengerutkan kening heran
"Lihat aja." Dion tersenyum singkat
Viona pun mulai mencari sesuatu yang dimaksud kekasihnya pada buket bunga yang dipegangnya, lalu menemukan sebuah kotak kecil berwarna merah di dalamnya. "Ini apa?." tanya Viona sambil menunjukkan kotak itu
"Coba kamu buka dulu." suruh Dion dengan lembut
"Cincin?." sahut Viona setelah mengetahui isi dari kotak itu
"Iya." Dion mengangguk singkat. "Sini aku pakein." lanjutnya yang langsung mengambil cincin itu lalu memakaikannya pada jari manis kiri kekasihnya, masih dalam keadaan terbaring
"Untuk apa?." Viona mengerutkan kening samar
"Sebagai hadiah karena kamu sudah berhasil menyelesaikan skripsi kamu." Dion menatap dengan penuh arti
"Tapi Dion, ini berlebihan. Harganya pasti sangat mahal kan?." Viona nampak tak enak hati sambil memperhatikan cincin yang saat ini melingkar di jarinya
Dion tersenyum sejenak. "Kamu ga perlu mikirin harganya, karena bagi aku membuat kamu bahagia adalah hal terpenting. Lebih berharga dari uang sebanyak apapun." sahutnya kembali menggenggam erat tangan kekasihnya itu
Viona hanya terdiam, lalu menatap Dion dengan penuh arti. Tanpa sadar air matanya pun menetes dan langsung diusap oleh lelaki itu.
"Perlu Viona tau, selama ini yang selalu ingin Dion bahagiakan hanya tante dan om. Dia rela melalukan apapun untuk kebahagiaan kami. Tapi sekarang, dia melakukan hal yang sama terhadap kamu. Jadi itu artinya rasa cinta dan sayang Dion sama kamu sangat besar, bahkan mungkin jauh lebih besar dari yang kita tau." Sarah kembali mendekat lalu merangkul Viona
Gadis itu hanya tersenyum, lalu kembali menoleh ke arah Dion. "Makasih ya sayang. Padahal kamu lagi sakit, tapi masih inget aja untuk ngasih hadiah kaya gini." sahutnya lembut sambil menggenggam tangan kekasihnya itu tak kalah erat
"Makasih juga dong sama mama, karena dia yang ngebantuin aku untuk beliin cincin itu." Dion tersenyum sambil mengarahkan pandangan pada mamanya yang berada disamping Viona
"Makasih ya tante." Viona menatap lembut ibu dari kekasihnya itu
"Kembali kasih cantik." Sarah langsung memeluk Viona dari samping
"Untuk kesekian kalinya, aku mensyukuri anugerah yang ku miliki ini. Dan akan selalu ku syukuri." gumam Viona dalam hatinya
"Oh iya jadi lupa, Viona mending kamu suapin Dion makan dulu. Soalnya dari tadi dia ga mau makan." sahut Sarah setelah melepaskan pelukannya
"Hah? Ga mau makan?." Viona menatap lurus perempuan itu, lalu menoleh ke arah Dion
"Karena aku nungguin kamu." Dion tersenyum polos
"Koq jadi kaya anak kecil gini sih?." Viona tersenyum geli
"Ga tau, makin hari Dion makin kaya anak kecil dan manja banget. Tante juga heran dia kenapa." Sarah ikut tersenyum geli yang diikuti oleh kekehan kecil Vina dan Feby yang berada tak jauh darinya
"Kayanya pas insiden kemarin, saraf kedewasaannya kena deh tante makanya jadi kaya gini." celetuk Viona yang membuat semua orang yang berada disana tertawa ceria
"Biarin saraf kedewasaannya kena, yang penting saraf cinta dan saraf kesetiannya masih aman." balas Dion
"Ih apaan sih, ngaco deh." Viona terkekeh kecil
"Biarin, kamunya juga ngaco." balas Dion lagi yang membuat suasana ceria semakin jelas terasa
Hingga beberapa saat kemudian, setelah Dion selesai makan. Tiba-tiba kedua polisi yang dua hari datang kesana, sekarang datang lagi.
"Selamat siang." sapa salah seorang diantaranya
"Siang Pak." sapa balik Vina yang memang berada paling dekat dengan kedua polisi itu
"Bagaimana Pak? Apa ada perkembangan mengenai kasus anak saya?." tanya lurus Sarah
"Mohon maaf Bu, setelah kami mendatangi apartment saudara Dimas tidak informasi yang kami peroleh. Karena pihak yang bersangkutan tidak ada disana sejak dua minggu yang lalu."
"Bagaimana bisa?." Sarah mengerutkan kening heran
"Kami juga tidak mendapatkan informasi kemana dia pergi, tapi kami berhasil mendapatkan kontaknya. Hanya saja saat dihubungi, nomornya tidak aktif, dan sekalinya aktif tidak ada jawaban."
"Kalau kaya gini udah pasti bener pelakunya itu Dimas, makanya dia langsung kabur dan pergi dari apartementnya." celetuk Feby dengan sangat yakin
"Daripada menduga-duga, begini saja apakah kalian mempunyai alamat rumah orang tua saudara Dimas? Karena siapa tau dia pulang ke rumah orang tuanya."
"Viona?." Sarah langsung melirik kekasih dari anaknya itu
"Viona ga tau tante. Karena selama pacaran, Dimas ga pernah bawa Viona ke rumah orang tuanya."
"Kalau begitu, bisa Anda coba hubungi dia sekarang? Saya yakin kalau Anda yang menelepon, dia pasti akan menjawab. Dan nanti sekalian Anda juga coba ajak dia ketemuan."
"Apa? Saya harus melakukan hal itu?." Viona nampak sangat tidak senang
"Hanya sebagai pemancing saja, siapa tau dia bisa keluar dari tempat persembunyiannya."
"Ngga Pak, saya ga mengizinkan. Saya ga mau kalau sampai dia melakukan hal yang tidak pantas lagi pada Viona." Dion mulai ikut berbicara
"Anda tenang saja, saudari Viona akan selalu berada dalam pengawasan kami selama bertemu dengan saudara Dimas. Lagipula saat saudara Dimas menunjukkan dirinya, akan langsung kami bawa ke kantor untuk dilakukan penyelidikan."
"Iya kamu ga usah khawatir, aku akan baik-baik aja koq." Viona menatap Dion dengan lembut, setelah mengerti bahwa memang hanya inilah cara yang tersisa untuk mengungkap kasus itu
"Yaudah kalau gitu, kamu hati-hati ya." Dion balas menatap tak kalah lembut sambil mempererat genggamannya
Viona pun langsung pergi bersama kedua polisi itu setelah berhasil membuat Dimas masuk ke dalam perangkap mereka. Dan langsung menjalankan rencananya ketika tiba di taman kota, tempat dimana ia akan bertemu dengan mantan kekasihnya itu.
"Viona." Dimas yang sejak tadi terduduk di kursi taman langsung berdiri dengan wajah berseri-seri ketika melihat Viona datang. "Ayo duduk." ajaknya sambil tersenyum tanpa dosa
Ya, karena semenjak perlakuan tak pantas yang dilakukannya kepada Viona. Mereka tak pernah bertemu lagi, bahkan niat baik untuk sekedar minta maaf pun tak pernah ada. Dan sekarang sikapnya malah menunjukkan seolah tak pernah terjadi apa-apa.
"Kamu ada apa? Tumben ngajak ketemuan." Dimas kembali menunjukkan sikap tak berdosanya
"Ini orang udah bener-bener ga punya hati lagi kayanya, setelah apa yang udah dia lakuin ke gue, sekarang dia malah bersikap so manis kaya gini." gerutu Viona dalam hatinya dengan sangat kesal
"Viona? Koq malah ngelamun?." tanya lurus Dimas
"Ikut gue yukkk." ajak Viona yang langsung beranjak pergi
"Kemana?." tanya Dimas sambil mengikuti mantan kekasihnya itu
Tapi Viona tak memberi jawaban apa-apa, ia terus berjalan hingga mereka tiba di pinggir jalan. Dan kedua polisi yang sejak tadi menunggu di dalam mobil pun, langsung keluar untuk menangkap Dimas.
"Ikut kami ke kantor polisi sekarang." sahut salah seorang polisi sambil membawa kedua tangan lelaki itu ke belakang badan lalu mencengkramnya
"Ke kantor polisi? Untuk apa?." Dimas mengerutkan kening heran
"Udah ikut aja, nanti kami jelaskan disana." sahut polisi yang satunya
"Tapi Pak, saya ga melakukan kesalahan apa-apa. Kenapa kalian membawa saya?." Dimas nampak tak mengerti. "Viona? Apa maksud dari semua ini? Kamu yang memanggil mereka kesini?."
"Anda bisa melakukan pembelaan nanti di kantor, jadi sekarang juga Anda ikut kami."
Para polisi itu langsung menarik Dimas dan membawanya masuk ke dalam mobil. Namun Dimas terus saja memberontak, sekalipun sekarang sudah berada di kantor polisi. Ia juga terus bertanya kepada Viona, mengapa ia dibawa kesana. Tapi tak ada jawaban yang ia dapatkan.
"Biar saya yang menjawab. Anda dibawa kesini atas tuduhan mencelakai saudara Dion dan saudari Viona secara sengaja, yang dilakukan sepuluh hari yang lalu sekitar pukul 10 malam di jalan Anggrek." jelas polisi yang bertugas sebagai penyelidik
"Apa mencelakai Dion dan Viona? Bapak ini ngaco, orang Viona ada disini dan baik-baik aja." Dimas tersenyum tak mengerti sambil melirik mantan kekasihnya yang kini duduk di sebelahnya, sama-sama berhadapan dengan polisi itu
"Memang benar, saudari Viona sekarang sudah baik-baik saja karena dia hanya terluka sedikit. Tapi saudara Dion terluka parah, bahkan dia harus menjalani operasi hingga mengalami koma beberapa hari, dan sekarang masih dalam proses pemulihan."
"Tunggu dulu, kenapa saya yang dituduh? Saya ini baru pulang dari Kanada semalem loh Pak, dan saya berada disana selama dua minggu. Jadi ga mungkin saya melakukan hal itu." Dimas melakukan pembelaan
"Memang bukan Anda langsung yang melakukannya, karena Anda menyuruh 3 orang preman untuk melakukan semua itu."
"Untuk apa saya menyuruh orang untuk melakukan hal kriminal seperti itu? Lagipula saya tidak memiliki alasan untuk melakukannya." Dimas tersenyum santai
"Karena Anda memiliki dendam terhadap saudara Dion yang pernah memukuli Anda, ketika Anda tertangkap basah ingin melakukan hal yang tidak pantas kepada saudari Viona."
Dimas kembali tersenyum dengan bersikap santai. "Gini ya Pak, kalaupun saya emang dendam sama Dion. Saya ga perlu repot-repot bayar orang, saya bisa melakukannya sendiri. Jadi ini ga masuk akal, kenapa saya yang dituduh? Memangnya ada bukti yang menunjukkan bahwa saya adalah dalang dari semua ini?." Dimas menatap dengan tegas
Seketika polisi itu terdiam. "Memang tidak ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa Anda adalah pelakunya, tapi dengan pertengkaran yang pernah terjadi diantara Anda dan saudara Dion, itu bisa saja menjadi alasan kuat mengapa tuduhan ini ditujukkan kepada Anda."
"Oh ya ga bisa dong Pak, harus ada bukti nyata jika ingin menuduh seseorang sebagai pelaku. Kalau kaya gini namanya tuduhan tanpa alasan, saya bisa saja menuntut Bapak karena sudah mencemarkan nama baik saya." tegas Dimas hingga polisi itu tak berani berkutik
Dengan berbagai pembelaan yang dilakukannya, Dimas pun berhasil membuat tuduhan yang ditujukkannya kepadanya tak berarti lagi. Tuduhan itu dicabut, dan penyelidikan kasusnya dihentikan. Karena memang sampai sejauh ini ketiga brandalan yang mencelakai Dion dan Viona tidak bisa ditemukan, dan dari semua fakta yang ada Dimas juga tidak bisa disalahkan. Sehingga kasus ini tidak bisa dilanjutkan lagi.
"Viona, biar aku antar ya pulangnya." sahut Dimas saat dirinya dan Viona tengah berjalan keluar dari kantor polisi
"Ga usah, aku bisa sendiri." tolak Viona tanpa melirik lelaki itu sedikit pun
"Ayolah, lagipula jalan pulang kita kan searah." bujuk Dimas
"Makasih atas tawarannya, tapi sekali lagi aku bisa sendiri." tolak Viona kembali
Namun Dimas langsung menarik tangan gadis itu. "Apa salahnya sih kamu terima niat baik aku, cuma sekedar nganterin pulang koq ga lebih." bujuknya lagi
Melihat Dimas yang memegang tangannya, Viona teringat akan kejadian pahit beberapa waktu yang lalu. Kejadian dimana ia terus menolak tawaran lelaki itu, hingga akhirnya perlakuan tak pantas pun didapatkannya. Rasa takut begitu menggebu dihatinya, ia takut hal itu akan terulang kembali.
"Mau ya?." tanya lurus Dimas yang masih memegang tangan Viona
"Oke." Viona pun menyetujui dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
Dimas langsung tersenyum senang dan segera membukakan pintu mobilnya untuk Viona, lalu mulai mengemudikan mobilnya. Namun baru setengah perjalanan, lelaki itu menghentikan mobilnya kembali.
"Kenapa berhenti disini?." Viona mengerutkan kening heran
"Kita turun disini dulu ya, soalnya aku udah janji buat ketemu sama temen lama aku." Dimas tersenyum santai
"Yaudah kalau gitu kamu temuin dia aja, biar aku cari taxi." Viona membalas dengan wajah datar
"Oh ngga ngga, mending kamu ikut aja. Cuma sebentar koq, abis itu aku langsung anterin kamu pulang. Yah?." Dimas menatap lurus Viona
"Yaudah." Viona langsung keluar dari mobil
Lagi lagi ia menurut dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Mereka pun mulai memasuki sebuah rumah, setelah sang pemilik yang merupakan seorang gadis yang seumuran dengan Viona mempersilahkan untuk masuk. Lalu terduduk di ruang tamu, menunggu tuan rumah membawakan jamuan.
"Ayo diminum dulu, sekalian dicobain kuenya." gadis itu menawarkan dengan sangat ramah saat baru kembali dari dapur
"Diminum Viona." tambah Dimas yang langsung meminum minumannya
Karena merasa haus, Viona pun ikut meminum minuman itu. Minuman segar yang biasa disebut dengan sirup. Lalu ia terdiam sambil menunggu Dimas dan temannya yang sedang asyik mengobrol, hingga tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan pandangannya menjadi kabur.
"Viona? Kamu kenapa?." tanya Dimas yang menyadari kondisi Viona
"Gapapa koq." elak Viona yang seolah ingin terlihat baik-baik saja
Namun kepalanya semakin terasa pusing dan berat. Brukkkkkkkkkk. Gadis itu pun terjatuh tak sadarkan diri.
Cukup lama pingsan, Viona pun akhirnya mulai sadar. Dan perlahan ia membuka matanya sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Namun ia merasakan ada keanehan pada dirinya, entah itu apa. Hingga ia menyadari, jika sekarang ia tengah terbaring di sebuah kamar dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga sampai ke leher.
Lalu ia pun menyingkirkan selimut itu perlahan, namun ditarik kembali saat menyadari bahwa sekarang ia juga tidak mengenakan pakaian. Benar-benar tanpa benang sehelai pun. Perasaannya seketika berkecamuk, lalu mulai menggerakkan kepalanya ke sebelah kanan. Ada Dimas yang tengah tertidur dengan ditutupi oleh selimut yang sama, namun menggunakan sebuah kaos biru tanpa lengan.
"Dimas? Apa yang dia lakukan disini?." lirih Viona yang mulai menangis