Part 22 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 22 LOVE IN RAIN
"Emang tangan kamu udah sembuh? Koq udah mulai masuk kerja lagi?." tanya chef Maya saat Viona tengah membantu membersihkan sayuran dan ikan
"Masih agak sakit sih chef, tapi kelamaan di rumah pegel juga." jawab Viona santai sambil terus melanjutkan pekerjaannya
"Padahal tunggu sampai benar-benar pulih dulu, takut nantinya sakit lagi." sahut chef Andi yang berada di sebelah chef Maya, sedang sama-sama memasak
"Bandel chef anak ini mah, ga bisa dibilangin." sindir Dion yang tiba-tiba datang dan langsung melingkarkan tubuhnya pada Viona dari belakang, lalu mengambil alih pekerjaan kekasihnya itu
"Kamu ngapain disini?." Viona langsung memutar kepalanya
"Bantuin kamu." Dion menanggapi dengan santai sambil memasukkan sayuran dan ikan yang sudah selesai dibersihkan ke dalam sebuah wadah
"Maksud aku, kamu ngapain meluk-meluk kaya gini?." Viona menatap lurus Dion yang berada sangat dekat dekatnya, nyaris tak ada jarak
"Siapa yang meluk? Orang aku mau bantuin kamu, tapi kamunya malah ngehalangin." Dion menunjukkan wajah polos
"Hah?." Viona mengerutkan kening samar. "Kamu tuh ya." sahutnya yang langsung membalikkan badan, lalu mencubit gemas pinggang kekasihnya itu
"Aww sakit tau, galak banget sih." Dion menghalangi tangan Viona yang hampir mencubitnya lagi
"Biarin, modus sih." Viona memajukan sedikit bibirnya
"Ini namanya bukan modus." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Terus?." Viona mengangkat sebelah alisnya
"Cari kesempatan dalam kesempitan." sahut Dion yang langsung beranjak pergi untuk memberikan wadah yang berisi ikan dan sayuran tadi kepada chef Maya
"Ih Dion." gemas Viona dengan suara pelan
"Kenapa?." goda Dion yang kembali menghampiri
"Gapapa." elak Viona santai
"Yakin gapapa?." goda Dion lagi
"Yakinlah." Viona mengangguk tegas
"Oke." Dion menanggapi dengan santai. "Kalau gitu, ikut aku yukk." lanjutnya yang langsung merangkul bahu Viona
"Mau kemana?." tanya Viona saat mereka sudah mulai beranjak pergi
"Ke ruangan aku." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
Viona hanya menurut tanpa berkomentar lagi, hingga mereka sampai di ruangan dan Dion langsung mengajaknya duduk di sofa. Lalu lelaki itu pergi beberapa saat untuk mengambil sesuatu di dalam laci yang berada pada meja kerjanya.
"Itu apa?." tanya Viona saat Dion kembali menghampiri dengan membawa sebuah kantung plastik berwarna putih
"Titipan salep dari papa untuk kamu." Dion mengeluarkan kotak salep dari kantung plastik itu
"Buat apa? Tangan aku kan udah sembuh." Viona menunjukkan dirinya seolah sudah baik-baik saja
"Yakin udah sembuh?." Dion nampak meremehkan, lalu ia memijit pelan kedua pergelangan tangan kekasihnya itu
"Aww." Viona langsung menjauhkan tangannya dari Dion
"Tuh kan masih sakit." sahut Dion. "So kuat sih." lanjutnya yang langsung menarik kedua pergelangan tangan Viona, lalu memijitnya dengan penuh kelembutan sambil sesekali mengoleskan salep yang tadi
"Makasih ya." Viona tersenyum lembut setelah Dion selesai memijitnya
"Makasih doang?." tanya lurus Dion
"Terus?." tanya balik Viona
"Ga mau ngasih yang lebih gitu?." Dion mendekatkan tubuhnya pada Viona
"Maksud kamu?." Viona sedikit menjauhkan tubuhnya, namun kekasihnya itu malah semakin mendekat
"Kamu mau kemana sih? Jangan jauh-jauh." Dion terkekeh kecil lalu menghalangi belakang tubuh Viona dengan tangannya, agar tak terus menjauh
"Kamu mau ngapain?." Viona nampak ketakutan
"Menurut kamu?." Dion semakin mendekat
Seketika Viona semakin merasa ketakutan, terlebih saat kejadian beberapa hari yang lalu terbayang jelas dalam pikirannya. Kejadian saat Dimas terus berusaha untuk menyentuhnya. Dan ia tak bisa membayangkan jika kali ini Dion yang akan melakukan hal itu.
"Sayang, kamu kenapa?." tanya Dion saat melihat kekasihnya tiba-tiba menjadi pucat dan nampak sangat ketakutan
Namun Viona tak mengeluarkan sepatah kata pun, ia terus saja terdiam dan dibayang-bayangi oleh kejadian itu.
"Sayang." Dion memegang lembut pipi Viona
"Jangan sentuh aku." teriak Viona yang langsung mendorong Dion secara tiba-tiba dengan air mata yang mulai menetes di pipinya
"Sayang, kamu kenapa?." Dion berusaha kembali mendekat
"Jangan deket-deket." Viona nyaris mendorong Dion lagi, namun kali ini berhasil ditahan
"Sayang, tenang. Kamu kenapa? Ada apa?." Dion mencoba menenangkan kekasihnya itu sambil memegang kedua tangannya
"Lepasin aku, jangan deket-deket." Viona berusaha memberontak
"Tapi kenapa? Kenapa aku ga boleh deket-deket?." Dion nampak belum mengerti maksud Viona
"Lepasin, aku mohon. Jangan lakukan ini." rintih Viona dengan air mata yang terus mengalir di pipinya
"Lakukan? Lakukan apa?." Dion nampak masih belum mengerti juga, lalu ia mencoba memahami semuanya
"Lepasin." Viona mencoba memberontak kembali
"Oh aku paham sekarang." Dion menarik nafas berat. "Sayang, tenang ya. Kamu jangan takut, aku ga akan melakukan apa-apa sama kamu." sahutnya lembut
Namun Viona hanya terdiam dan memberi tatapan tak percaya.
"Maafin aku ya, kalau sikap aku tadi membuat kamu takut. Aku ga bermaksud apa-apa, apalagi untuk melakukan hal yang ada dalam pikiran kamu. Ngga sama sekali, sayang. Aku cuma bercanda, ga ada niatan untuk melakukan hal yang aneh-aneh." jelas Dion dengan sangat lembut
Lelaki itu baru menyadari akan rasa trauma yang masih dirasakan oleh kekasihnya.
"Bener? Kamu ga ada niatan untuk melakukan hal itu sama aku?." tanya Viona dengan suara yang mulai serak
"Bener sayang." Dion mengangguk yakin. "Maafin aku ya, aku sampai lupa kalau kamu masih trauma dengan kejadian itu." sesalnya sambil mengusap air mata Viona
Gadis itu tak menjawab, ia sibuk mengatur nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya. Menghilangkan rasa trauma yang begitu menakutkan itu.
"Maafin aku ya." Dion semakin merasa bersalah, lalu ia menarik Viona ke dalam pelukannya untuk membantu menenangkan. "Aku ga mungkin melakukan hal itu sama kamu, karena aku sayang sama kamu. Jadi aku akan selalu menjaga dan melindungi kamu, bukan merusak kamu."
"Maafin aku juga ya, karena aku udah berpikiran buruk sama kamu. Aku cuma terlalu takut karena kejadian itu, makanya aku..."
"Gapapa sayang, gapapa aku ngerti koq. Justru aku yang minta maaf, karena bercandaan aku tadi jadi bikin kamu ketakutan dan nangis kaya gini." sela Dion sambil menatap Viona yang kini bersandar di dada bidangnya
"Janji ya jangan kaya gitu lagi?." Viona menatap tegas
"Janji." Dion mengangguk lembut. "Maafin aku sayang, aku janji aku ga akan membuat kamu ketakutan kaya gini lagi." sesalnya dalam hati
Hingga pelukan Dion terlepas ketika tiba-tiba saja Reza dan Sarah masuk ke dalam ruangannya.
"Oow sepertinya kita datang disaat yang ga tepat nih Pa." sahut Sarah sambil melirik suaminya
"Sepertinya sih gitu Ma, tapi gapapa lah kita gangguin aja." balas Reza yang langsung melanjutkan langkahnya diikuti oleh Sarah
"Eh papa, mama. Kapan sampai di Jakarta? Koq ga bilang-bilang sih, kan kalau bilang Dion bisa jemput." Dion langsung menyalami kedua orang tuanya dengan tingkah tak karuan, layaknya orang yang sedang ketangkap basah
"Sengaja ga bilang biar ga ngeganggu yang lagi quality time." sindir Sarah dengan jailnya
"Ih mama." Dion menatap gemas mamanya itu
"Tante, om." sapa Viona sambil ikut menyalami sepasang suami istri itu
"Viona." sapa balik Sarah yang langsung memeluk erat kekasih dari anaknya, lalu dibalas dengan pelukan yang tak kalah erat. "Gimana keadaan kamu sekarang?." tanyanya sambil mengurai pelukan
"Seperti yang tante lihat, udah sangat baik." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Yakin?." Sarah nampak ragu. "Tapi kenapa ada air mata di pipi kamu? Kamu abis nangis?." tanyanya yang langsung mengusap sisa air mata pada pipi gadis itu
"Hah? Ngga koq tante, ini cuma kelilipan doang tadi." elak Viona sambil terburu-buru mengusap wajahnya yang mungkin masih dibasahi sisa air mata tadi
"Tapi kalau cuma kelilipan, kenapa suara kamu sampai serak kaya gitu?." tanya lurus Reza yang menyadari perubahan suara Viona
"Iya, dan kenapa juga wajah kamu agak sedikit pucat gitu?." tambah Sarah dengan tatapan mengintograsi. "Ada apa sebenarnya? Dion?." lanjutnya sambil menoleh ke arah anaknya, karena gadis itu hanya terdiam
"Mending mama sama papa duduk dulu yukk, nanti Dion kasih tau apa yang sebenarnya terjadi." ajak Dion pada kedua orang tuanya
Lalu ia juga mengajak Viona untuk duduk bersama mereka, dan mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi tadi hingga membuat kekasihnya itu menangis.
"Ya ampun Dion, kamu tuh ya kalau bercanda kadang suka keterlaluan." Sarah menggeleng heran
"Iya maaf Ma, tadi Dion lupa kalau Viona masih trauma sama kejadian itu." Dion nampak merasa sangat bersalah
"Yaudah gapapa." Sarah memberi senyum ketenangan. "Kamu ga perlu takut ya sayang, Dion itu anak baik. Jadi dia ga mungkin macam-macam sama kamu." sahutnya sambil mengelus lembut pipi Viona yang saat ini duduk disebelahnya
"Iya tante, Viona tau koq." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Dan maafin tante ya, karena tante ga ada bersama kamu saat kejadian itu terjadi. Tante baru bisa kembali dari Singapura hari ini, dan langsung kesini nemuin kamu. Karena tadi pagi Dion bilang kamu udah mulai masuk kerja lagi." jelas Sarah dengan lembut
"Maafin om juga ya, karena pekerjaan om disana banyak banget. Jadi om ga bisa ngizinin tante pulang duluan, ataupun mempercepat kepulangan kami." tambah Reza. "Dan om cuma bisa nyuruh orang buat beli salep yang biasa om pakai kalau terluka, terus dititipin ke Dion buat dikasihin ke kamu."
"Gapapa koq om, tante. Justru Viona makasih banget, karena om dan tante udah perhatian sama Viona sampai repot-repot nitipin salep segala. Udah gitu langsung dateng kesini cuma buat nemuin Viona, padahal om dan tante baru aja melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dari Singapura kesini." balas Viona sambil tersenyum haru
"Ga repot koq, itu cuma hal biasa yang bisa dilakukan oleh siapapun." Reza menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Lagipula kamu itu kan seseorang yang istimewa buat Dion, jadi kamu juga istimewa buat tante dan om. Karena kebahagiannya Dion itu kebahagiaan kami juga." Sarah kembali memeluk Viona dengan sangat erat, mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada gadis yang selalu menjadi alasan kebahagiaan anaknya itu
***
Restoran baru saja tutup, dan Dion tengah berada di ambang pintu sambil menunggu Viona yang masih bersiap-siap untuk pulang. Lelaki itu menatap lurus ke depan, memperhatikan rintik-rintik air hujan yang masih tersisa. Hujan yang masih belum juga reda sejak tadi sore.
Hingga Viona datang dan mengalihkan pandangannya. "Udah selesai?." tanyanya lembut
"Udah." Viona mengangguk singkat. "Hujannya belum reda ya?." tanyanya sambil menatap keluar
"Iya. Kenapa? ga mau dulu pulang sebelum hujannya benar-benar reda?." tanya balik Dion yang memang sudah paham betul dengan salah satu kebiasaan kekasihnya itu
Viona hanya tersenyum manja, lalu memasukkan tangannya ke dalam saku yang berada pada kedua sisi jaket yang kini dipakainya.
"Cieee jaketnya dipakai terus." sahut Dion sambil menyenggol lengan Viona
"Apaan sih, kaya baru pertama kali ngeliat aku pake jaket ini aja. Orang udah sering banget aku pake juga." balas Viona dengan wajah menggemaskan
"Pasti karena yang ngasihnya aku ya? Makanya sering dipake." Dion tersenyum dengan begitu percaya dirinya
"Mulai deh kepedean." ledek Viona
"Tapi bener kan?." goda Dion
"Lebih tepatnya sih karena aku selalu menghargai pemberian dari orang lain, makanya aku pake." jelas Viona dengan nada datar. "Tapi kalau yang sering banget aku pake, artinya barang itu sangat berharga untuk aku." lanjutnya sambil menatap Dion
"Lebih berharga jaketnya atau orang yang ngasihnya?." Dion semakin mendekati Viona yang berdiri di sebelahnya
"Ya orang yang ngasihnya dong pasti." Viona langsung menyusupkan tangannya pada lengan Dion, lalu bersandar manja pada bahu kekasihnya itu
"Kirain jaketnya." jail Dion sambil menggenggam erat tangan Viona yang melingkar pada lengannya
"Ya ngga lah, masa jaket lebih berharga daripada kamu." balas Viona dengan santai sambil mempererat pegangannya pada lengan Dion yang tebal, karena kekasihnya itu juga memakai jaket
Sementara Dion hanya tersenyum penuh arti sambil memperhatikan Viona, yang menurutnya begitu manja malam ini.
"Pulang yukk, biar ga terlalu malem nyampe ke rumahnya." ajaknya setelah beberapa saat saling terdiam
"Tapi kan hujannya belum reda." Viona bersikap dengan sangat manja
"Aku payungin biar hujan itu ga membasahi tubuh kamu." Dion tersenyum dengan begitu lembutnya
"Tapi..."
"Udah ayo, ga akan terjadi apa-apa koq. Ini cuma hujan, ga ada hubungannya sama hidup kamu." ajak Dion yang langsung membuka jaketnya, lalu memayungi Viona dengan jaket itu sambil berlari kecil menuju mobil
"Tuh kan baju kamu jadi basah gara-gara cuma mayungin aku doang." sahut Viona saat mereka sudah di dalam mobil, lalu mengusap baju dan wajah Dion yang sedikit basah karena gerimis diluar tadi
"Gapapa sayang, aku kan udah biasa hujan-hujanan." Dion tersenyum santai sambil mulai mengemudikan mobilnya
"Ini mungkin hal biasa. Tapi entah kenapa aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi setelah ini, aku memang tidak terkena air hujan. Tapi..." Viona langsung menghilangkan pikiran negatif yang hinggap dalam dirinya itu
Lalu ia berusaha untuk menganggap hujan tadi adalah hal biasa yang tidak akan menimbulkan masalah apapun. Seperti masalah terakhir yang datang berturut-turut kepadanya, terbongkarnya perjodohan Dion dan perlakuan tak pantas dari Dimas. Kedua hal itu terjadi setelah beberapa waktu sebelumnya hujan membasahi tubuhnya. Dan ia sangat meyakini bahwa hujan memanglah penyebabnya.
Masuk akal atau tidak, gadis itu selalu merasa takut jika hujan turun. Sekalipun Dion selalu meyakinkannya bahwa hujan bukanlah penyebab dari setiap masalahnya, tapi keyakinan yang dimilikinya tentang hujan itu sangatlah besar. Sehingga tidak akan luntur hanya karena diberi keyakinan yang lain.
"Sayang, sabtu ini kita ke puncak yukk?." sahut Dion saat mereka sudah cukup jauh meninggalkan restoran
"Sabtu ini? Bukannya itu hari ulang tahunnya Dion ya." pikir Viona sejenak. "Mau ngapain?." tanyanya seolah tidak tau apa-apa
"Refreshing sejenak." jawab Dion singkat. "Ya kali-kali menghabiskan waktu 2 hari untuk menghilangkan kepenatan, gapapa kan?." lanjutnya sambil menatap Viona sekilas, karena tengah fokus menyetir
"2 hari? Berarti kita nginep?." tanya lurus Viona
"Iya." Dion mengangguk singkat
"Kita berdua?." tanya Viona lagi
"Ya ngga lah, sama mama papa aku, mama kamu dan Feby juga." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oh kirain." Viona tersenyum polos
"Tapi kalau kamu maunya kita berdua aja yang pergi, aku ga jadi ajak merekanya." Dion mencoba menawarkan
"Hah? Ngga koq ngga, kita pergi sama mereka aja. Biar rame." tolak Viona sambil tersenyum santai
"Yakin ga mau pergi berdua aja? 2 hari full loh bisa berduaan terus." goda Dion
"Pengen banget ya bisa berduaan terus sama aku selama 2 hari full?." goda balik Viona
"Emang kamu ga pengen?." balas Dion lagi
"Ngga." Viona menggeleng cuek
"Ngga salah lagi maksudnya." Dion kembali menggoda
"Ih Dion." Viona nampak salah tingkah
Sementara Dion hanya terkekeh kecil, lalu kembali fokus menyetir. Hingga tiba-tiba matanya tertuju pada kaca spion mobilnya. Dengan sangat seksama, lelaki itu memperhatikan apa yang tengah dilihatnya.
"Kamu ngeliatin apa?." tanya Viona yang langsung menyadari keanehan dari kekasihnya itu
"Aku ngeliatin 2 motor yang ada di belakang, koq perasaan dari tadi ngikutin kita terus ya." Dion menatap Viona sekilas, lalu kembali fokus pada kaca spion
"Motor?." Viona langsung memutar kepalanya, dan memang benar gadis itu pun melihat jika ada dua motor yang sedang mengikuti mereka. Satu motor ditumpangi oleh 2 orang, dan motor lainnya oleh 1 orang. "Motor itu ngikutin kita dari tadi?." tanyanya lurus
"Iya, aku tadi sempet liat mereka ada di belakang mobil kita pas kita baru keluar dari pertigaan menuju restoran..."
"Berarti mereka ngikutin kita sampai sejauh ini?." sela Viona
"Sepertinya." Dion terus fokus memperhatikan orang-orang yang sedang mengikuti mereka
"Apa jangan-jangan mereka orang jahat?." Viona nampak mulai ketakutan, karena orang-orang tersebut terlihat seperti brandalan
"Sayang kamu tenang ya, pegangan yang kuat. Aku harus ngebut karena mereka semakin dekat." Dion langsung tancap gas secepat mungkin untuk membuat orang-orang itu kehilangan jejak, namun ia tetap memperhatikan keselamatan dirinya dan juga Viona
"Woy berhenti woy."
Teriakkan itu terus saja ditunjukkan kepada mereka berdua, ditambah kedua motor yang mengejarnya semakin dekat dan berulang kali hampir bersenggolan dengan mobilnya Dion.
"Dion, gimana ini? Mereka semakin dekat." Viona semakin merasa ketakutan
"Kamu tenang ya, aku pastikan mereka ga akan berhasil ngejar kita." Dion semakin mempercepat laju mobilnya
"Dion awassss." teriak Viona yang langsung membuat kekasihnya itu menghentikkan mobil secara mendadak
Karena tepat di depan mobil mereka ada seorang laki-laki yang berdiri di tengah jalan. Dari tampilannya, persis seperti brandalan. Nampaknya orang itu adalah komplotan dari 3 brandalan lainnya yang terus mengejar sejak tadi, dan kini berhasil menyusul dan ikut menghalangi jalanan yang sepi itu.
"Woy keluar lo." salah satu dari mereka menghampiri sambil mengetuk kasar kaca mobilnya Dion
"Woy cepet keluar, atau gue pecahin kacanya." susul yang lain sambil membawa alat pemukul dari besi
"Dion." lirih Viona yang mulai menangis
"Kamu tenang ya sayang, jangan takut." Dion langsung menggenggam erat kedua tangan Viona, agar kekasihnya itu menjadi lebih tenang
"Woy cepet keluar, gue pecahin beneran nih kaca." gertak brandalan yang membawa alat pemukul itu sambil memukul kaca depan mobil, namun tidak terlalu keras
"Kamu tunggu disini ya." Dion melepaskan genggamannya pada Viona
"Jangan keluar." Viona langsung menahan kekasihnya yang nyaris membuka pintu mobil
"Kalau aku ga keluar, mereka bisa membahayakan kamu." Dion mencoba memberi pengertian, karena brandalan-brandalan itu berulang kali memukul kaca mobil dan nyaris melukai mereka berdua, terutama Viona
"Tapi justru akan lebih membahayakan kalau kamu keluar." Viona berusaha untuk tetap menahan
"Kamu ga perlu khawatir. Aku akan baik-baik aja, oke?." Dion kembali mencoba membuka pintu mobilnya
"Aku mohon, jangan keluar." pinta Viona dengan air mata yang terus mengalir
"Sayang, percaya sama aku. Semuanya akan baik-baik aja, jadi kamu tunggu disini. Oke?." Dion kembali mencoba memberi pengertian
"Woy cepet keluar." mereka terus mengetuk setiap kaca mobil dengan kasar
Lantas saja emosi Dion pun terpancing dan langsung keluar dari mobil tanpa bisa ditahan lagi oleh Viona.
"Dion." rintih Viona yang hanya bisa terdiam di dalam mobil
"Siapa kalian? Dan apa mau kalian?." tanya Dion tanpa berbasa-basi
"Ga usah banyak ngomong lo." salah seorang dari mereka langsung menghajar Dion
"Gue tanya baik-baik. Kalian mau apa? Mau uang? Atau mau mobil? Silahkan ambil tapi cepet pergi dari sini." Dion berbicara dengan nada rendah
"Bacot lo."
Mereka langsung menarik Dion, hingga berada cukup jauh di depan mobil. Terus menghajar lelaki itu tanpa ampun, dan tanpa memberi kesempatan untuk membela diri.
Mungkin sesekali Dion berhasil menahan serangan mereka dan menyerang balik, namun bagaimanapun juga kekuatannya tak sebanding dengan mereka yang berjumlah tiga orang. Sedangkan yang seorang lagi, terus berada di samping pintu mobil. Menjaga Viona agar tidak keluar dari mobil itu.
Dion sudah sangat lemah. Mereka terus menghajarnya, menendang perutnya, dan mendorong hingga lelaki itu berulang kali tersungkur ke jalanan yang keras itu.
Noda darah sudah mengotori dimana-mana. Tangan, wajah, bahkan kaos pendek berwarna abunya pun dipenuhi darah yang keluar dari mulutnya.
Viona terus histeris di dalam mobil, ia juga terus berusaha untuk keluar dari dalam mobil. Namun brandalan yang menjaganya benar-benar membuatnya tak bisa berkutik. Kedua tangannya dipegang kuat-kuat agar tak bisa keluar dari pintu mobil yang satunya.
Namun saat melihat Dion semakin lemah tak berdaya, dan terus saja dihajar tanpa ampun. Kekuatan besar tiba-tiba muncul pada Viona, gadis itu bisa keluar dari mobil dengan memberi perlawanan terhadap brandalan yang menjaganya sekuat tenaga. Dan ia pun langsung berlari menghampiri kekasihnya setelah berhasil membuat brandalan tadi jatuh tersungkur.
"Dion." lirih Viona yang berusaha mendekat namun langsung ditarik oleh brandalan yang dilawannya tadi
"Diem dan jangan ikut campur." sahutnya dengan tajam
"Lepasin." Viona berusaha memberontak
"Vi-o-na." lirih Dion dengan sangat lemah sambil terus dicekal oleh kedua brandalan yang sedari tadi menghajarnya, sedangkan brandalan yang satunya masih terus menghajar dan bersiap untuk memberi tendangan pamungkasnya
Namun sebelum tendangan itu mengenai sasaran, Viona berhasil melepaskan diri dan langsung menghalangi brandalan itu. Alhasil perutnyalah yang terkena tendangan yang sangat keras itu. Amat sangat menyakitkan, bahkan seketika tubuhnya langsung melemah tanpa ada kekuatan lagi.
Brukkkkkkk. Viona terjatuh tak sadarkan diri.
"Viona." rintih Dion dengan uraian air mata karena rasa sakit yang dirasakannya dan karena rasa sakit melihat pujaan hatinya terluka
Seketika kekuatan kembali terkumpul dalam dirinya, ia langsung menghajar brandalan yang membuat Viona terluka. Namun naas, brandalan yang berada di belakangnya langsung memukul kepala lelaki itu dengan alat pemukul besi yang sejak tadi dibawanya. Amat sangat keras hingga membuat Dion langsung jatuh tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir banyak dari bagian belakang kepalanya.