Part 15 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 15 LOVE IN RAIN
Cinta memang aneh. Saat kita tidak menginginkannya, dia datang dan terus mengejar. Tapi setelah kita menginginkannya, dia malah menjauh dan pergi. Dan saat kita belum menyadarinya, dia selalu mendekat. Tapi saat kita sudah menyadarinya, dia malah selalu menghindar.
Entah harus bagaimana lagi, semakin hari Dion malah semakin menjauhi Viona. Gadis itu pun merasa sangat tidak mengerti apa sebenarnya alasan lelaki itu terus menjauhinya. Kini semuanya seakan terasa hampa. Tak ada lagi keceriaan ataupun canda tawa yang menghiasi hari-harinya saat bekerja. Seharian ini pun tak ada keceriaan yang tercipta di wajahnya, bahkan ia merasa sepi sendiri di tengah keramaian yang ada.
"Duh non, senyum dikit kenapa. Nanti pembelinya pada kabur lagi kalau dilayani sama lo." sahut Dila yang tiba-tiba sudah berada di sebelah gadis itu yang tengah berdiam diri di tempat biasa karyawan menunggu pesanan yang akan di antar
Viona pun langsung memaksakan seulas senyum di wajahnya pada teman baiknya itu.
"Lo itu aneh ya, dimana-mana kalau orang lagi kasmaran itu wajahnya selalu happy. Bukannya kusut kaya gini." sindir Dila
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Masa mesti gue jelasin sih, lo tau sendirilah maksud gue ini apa." sahut Dila santai
"Gue beneran ga ngerti, maksud lo apa sih? emangnya siapa yang lagi kasmaran?." tanya lurus Viona
"Ya lo lah siapa lagi, lo kan baru balikan sama Dimas. Masa iya gue yang kasmaran." Dila tersenyum heran
"Gue? balikan sama Dimas?." Viona nampak tercengang
"Iya lo, lo balikan kan sama Dimas?." Dila menatap lurus Viona
"Ngaco deh lo kalau ngomong, siapa juga yang balikan sama Dimas." Viona menatap dengan wajah kebingungan
"Udah deh Viona, ngaku aja kalau emang lo balikan lagi sama Dimas. Gue kan temen lo, jadi jangan so nutup-nutupin kaya gitu." Dila tersenyum dengan begitu santainya
"Tapi gue emang ga balikan sama Dimas, apa yang harus gue akui?." acuh Viona tak mengerti
"Kalau lo beneran ga balikan sama Dimas? terus foto itu artinya apa?." Dila terlihat menerka sesuatu
"Foto? foto apa maksud lo?." Viona mengerutkan kening keran
"Ya beberapa hari yang lalu Pak Dion itu dapat kiriman foto dari Dimas, di foto itu Dimas lagi bertekuk lutut dihadapan lo yang lagi duduk di taman, dan lo nerima setangkai mawar merah yang diberikan sama Dimas sambil tersenyum." jelas Dila dengan tenang. "Kalau bukan balikan, itu maksudnya apa?." lanjutnya dengan tatapan lurus
"Apa? Dimas ngasih foto itu?." Viona kembali nampak tercengang. "Pantesan aja semakin hari Dion malah semakin menjauh dari gue." gumamnya dalam hati
"Iya dia ngasih foto itu. Berarti bener kan lo balikan lagi sama dia?." tanya lurus Dila
"Waktu itu Dimas emang ngajak balikan dan gue juga ambil mawarnya, dan mungkin pada saat itu dia menyuruh orang untuk memotretnya. Jadi disana terlihat kalau gue emang bener-bener nerima dia kembali, padahal pada kenyataannya gue kasih lagi mawar itu ke dia dan gue menolak untuk kembali sama dia." jelas Viona dengan tenang
"Kalau kaya gitu, berarti Pak Dion salah paham dong." Dila menatap lurus Viona
"Ya mungkin seperti itu." Viona menanggapi dengan santai. "Eh tapi koq lo bisa tau banyak sih tentang ini? dia cerita semuanya sama lo?." lanjutnya yang merasa penasaran
"Iya dong, dia kan selalu cerita sama gue, apapun itu yang berkaitan sama lo. Makanya dikit-dikit gue juga suka ngebantuin dia buat bikin lo sadar bahwa dia itu cinta sama lo, tapi lo ga pernah percaya." Dila kembali menatap lurus Viona
"Jadi intinya lo jadi kaki tangannya dia gitu? dibayar berapa lo sama dia?." Viona tersenyum jail
"Lo tuh ya, gue lagi serius tau." Dila menunjukkan wajah seriusnya. "Dia itu beneran cinta sama lo, kenapa sih ga lo terima aja dia. Lagian dia lebih segalanya tau dibandingkan sama Dimas."
"Tau darimana lo kalau Dion lebih segalanya dari Dimas? kenal sama Dimas aja ngga." Viona terkekeh kecil
"Ya gue emang ga kenal sama Dimas, tapi gue yakin kalau Pak Dion itu jauh jauh jauh lebih baik daripada Dimas." Dila mencoba meyakinkan temannya itu
"Kenapa ga sekalian aja lo sebut kata jauhnya seribu kali, tanggung 3x doang mah." Viona kembali terkekeh kecil
"Ih Viona." Dila nampak mulai sebal
Namun Viona hanya menanggapi dengan senyuman jail, lalu mulai melanjutkan pekerjaannya untuk melayani pembeli dengan sebaik mungkin. Rupanya keceriaan itu telah kembali bisa dirasakannya, karena sekarang ia sudah mengetahui apa alasan Dion menjauhinya. Hanya tinggal mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki itu.
***
Kesibukan bekerja membuat Viona lupa jika saat ini hari sudah malam, ia baru menyadari ketika melihat seluruh isi restoran yang mulai kosong. Ketika merasakan keramaian yang mulai pergi. Dan ketika merasakan keheningan malam yang mulai menghampiri.
Karena tak ingin sampai ke rumah terlalu malam, ia pun langsung bersiap-siap untuk pulang. Melangkahkan kakinya menuju luar restoran sambil melirik kanan kiri seolah sedang mencari seseorang. Hingga akhirnya tepat di ambang pintu, ia bertubrukan dengan Dion yang datang dari luar.
"Sorry, sorry." sahut Dion yang langsung menjauh
"Gapapa koq, gue yang ga ngeliat jalan." Viona tersenyum kecil
"Oke." Dion balas tersenyum. "Yaudah, kalau gitu aku duluan ya. Ada yang mau aku ambil di ruangan." lanjutnya yang langsung pergi terburu-buru
"Ta-tapi." Viona mencoba menahan tapi sia-sia. "Urghh, Dion ngeselin banget sih. Gue kan kangen ribut sama dia." gumamnya sambil menoleh ke arah tangga
Dengan wajah muram, gadis itu melanjutkan langkahnya. Namun baru saja keluar beberapa langkah dari restoran, langkahnya kembali terhenti ketika tiba-tiba saja ada Dimas yang berjalan ke arahnya setelah memarkirkan mobil.
"Viona." sahut Dimas yang semakin mendekat
"Mau ngapain kamu kesini?." tanya Viona datar
"Mau jemput kamu." jawab Dimas polos
"Jemput aku?." Viona mengerutkan kening heran
"M-maksud aku, kebetulan aku lagi lewat daerah sini dan ga sengaja ngeliat kamu mau pulang. Jadi sekalian aja aku kesini, biar kita bisa pulang bareng. Lagipula apartemen aku kan searah sama rumah kamu." Dimas menjelaskan dengan hati-hati
"Dimas udah ya, ga usah cari-cari alasan untuk bisa ketemu sama aku. Aku tau koq, kamu pasti sengaja kan datang kesini?." Viona menatap lurus lelaki itu
"Oke, aku ngaku aku emang sengaja datang kesini untuk jemput kamu." Dimas mengakui dengan wajah melas
"Biar apa? bukannya aku udah pernah bilang sama kamu, jangan pernah gangguin hidup aku lagi." Viona menatap dengan sinis
"Aku tau Viona, tapi aku ga bisa menjauh dari kamu. Aku masih sangat mencintai kamu." Dimas mencoba merayu Viona
"Cinta? yang kamu miliki sekarang itu bukan cinta, tapi obsesi." sahut Viona dengan sedikit tajam
"Obsesi? maksud kamu apa? jelas-jelas aku itu cinta sama kamu, bukan obsesi." Dimas nampak tak mengerti
"Kalau bukan obsesi, terus untuk apa kamu mengirimkan foto kita ke Dion?." tanya lurus Viona
"Foto?." Dimas menunjukkan wajah seolah tidak tau apa-apa
"Iya foto. Foto yang diambil saat kamu ngajak aku balikan dan aku nerima bunga mawar dari kamu." jelas Viona dengan tegas
"Oh foto itu." Dimas terlihat sangat santai. "Emangnya kenapa? ga salah dong kalau aku ngirimin foto kita sama si Dion, karena aku tau dia itu suka sama kamu. Dan dengan foto itu, dia akan sadar kalau dia ga akan bisa mendapatkan kamu." lanjutnya sambil tersenyum simpul
"Tapi kita ga balikan, jadi kamu ga punya hak untuk melakukan hal itu." Viona menatap dengan sangat tegas. "Dan satu lagi, mulai sekarang jalani aja hidup kamu sendiri, karena kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi."
"Tapi Viona, aku masih mencintai kamu. Dan sampai kapanpun juga kamu itu hanya milik aku, jadi aku ga akan pernah rela kalau ada orang lain yang mendekati kamu." Dimas balik menatap dengan tegas
"Milik kamu? aku itu bukan milik siapa-siapa. Aku milik diri aku sendiri, jadi aku bebas untuk dekat dengan siapapun. Dan kamu sama sekali ga berhak mengatur hidup aku." sahut Viona dengan tajam. "Hubungan kita sudah berakhir, dan kamu sendiri yang pergi dari aku. Jadi jangan harap kamu bisa kembali lagi sama aku, terlebih dengan sikap kamu yang seperti ini."
"Aku kaya gini, karena kamu Viona. Aku udah membuktikan sama kamu kalau aku udah benar-benar berubah, tapi kenapa kamu masih juga tidak memberi aku kesempatan? sekali aja Viona, aku janji aku ga akan pernah menyakiti kamu lagi." Dimas menatap dengan penuh harap
"Harus berapa kali lagi aku jelasin sama kamu? aku ga bisa, karena aku udah ga mencintai kamu lagi. Jadi jangan pernah paksa-paksa aku lagi." Viona mencoba membuat lelaki itu mengerti. "Aku mohon Dimas, semuanya udah berakhir. Kita masih bisa koq berteman baik, tapi tolong jangan terus seperti ini. Di luar sana masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dari aku, jadi sekali lagi aku mohon biarkan aku menjalankan kehidupan aku sendiri dengan tenang."
"Ngga Viona, aku ga bisa mencintai perempuan manapun selain kamu. Aku cuma cinta sama kamu. Dan aku cuma ingin kamu." Dimas masih tak mau mengerti
"Bohong kalau kamu bilang kamu ga bisa mencintai perempuan lain selain aku, lalu Feby kamu anggap apa?." Viona menatap lurus Dimas
"Itu bukan cinta Viona, itu suatu kesalahan. Karena yang aku cintai cuma kamu, cuma kamu Viona. Bukan yang lain." Dimas tetap teguh pada pendiriannya
"Udah cukup Dimas, ini benar-benar bukan cinta tapi obsesi." Viona nampak mulai geram
"Obsesi apa Viona? aku hanya ingin kembali sama kamu dan aku hanya ingin memiliki orang yang aku cintai, apa itu salah?." tanya lurus Dimas
"Itu obsesi Dimas, karena cinta tidak memaksakan tapi ketulusan." Viona semakin merasa geram
"Aku tulus Viona aku sangat tulus mencintai kamu, makanya itu aku ingin kembali sama aku agar selalu bisa membahagiakan kamu." Dimas masih saja pada pendiriannya
"Ini bukan ketulusan. Kenapa sih lo ga ngerti-ngerti juga, gue udah ga punya perasaan apa-apa lagi sama lo. Jadi jangan terus memaksa gue untuk kembali sama lo." Viona sudah sampai pada puncak kekesalannya
"Viona, kamu." Dimas nampak tak percaya dengan perubahan cara bicara gadis itu
"Kenapa? lo kaget? gue udah muak sama sikap lo ini. Dan gue menyesal karena pernah berpikiran untuk ngasih lo kesempatan, kalau aja gue tau sifat asli lo ini dari dulu bahkan mungkin gue ga akan pernah mencintai lo." Viona meluapkan semua amarahnya
"Segitu bencinya kamu sama aku?." Dimas menatap dengan mata berkaca-kaca. "Apa karena Dion? apa karena sekarang kamu udah mencintai dia? iya?." lanjutnya dengan sedikit tajam
"Kenapa sih lo harus bawa-bawa nama Dion lagi dalam urusan kita? ini semua ga ada hubungannya sama dia." kesal Viona
"Jelas ada hubungannya, karena awal dari kemarahan kamu ini tuh adalah Dion. Hanya karena selembar foto yang aku kirimkan ke dia." tegas Dimas. "Kalau emang kamu ga cinta sama dia, ga mungkin kamu sampai marah seperti ini."
"Terus kenapa kalau emang gue cinta sama Dion? masalah buat lo?." tanya Viona tajam
"Oh jadi benar gara-gara dia kamu menolak untuk kembali sama aku." Dimas tersenyum sinis. "Hanya karena lelaki itu kamu nolak aku." lanjutnya yang langsung berjalan ke arah belakang Viona
Karena merasa heran, gadis itu pun langsung membalikkan badannya. Dan begitu terkejutnya ia ketika melihat sebuah pukulan keras langsung dilayangkan oleh Dimas kepada Dion, yang entah sejak kapan berada disana.
"Apa-apaan lo main pukul seenaknya." sahut Dion sambil memegang tepi bibirnya yang berdarah
Namun Dimas tak menghiraukan sama sekali dan malah kembali melayangkan sebuah pukulan, tapi kali ini Dion berhasil menepisnya dan langsung melakukan pembelaan hingga lelaki itu tersungkur ke bawah.
"Dion." sahut Viona yang langsung mendekat. "Kamu gapapa?." tanyanya sambil membersihkan noda darah di tepi bibirnya Dion
"Aku gapapa koq." Dion memaksakan diri untuk tersenyum meski bibirnya terasa perih
Viona hanya balas tersenyum sambil menurunkan tangannya, lalu menatap ke arah Dimas yang masih terduduk lemas dengan penuh kebencian. "Setelah yang udah lo lakukan hari ini, jangan harap gue mau ketemu lagi sama lo." sahutnya tajam
Tanpa merespon apa-apa, Dimas langsung membangkitkan tubuhnya sambil menatap lurus Viona. "Bukan Dimas namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Ini belum berakhir Viona." gumamnya dalam hati lalu kemudian pergi
"Harus ya mengutarakan isi hati kamu pada orang yang ga seharusnya?." tanya Dion setelah hening sejenak. "Apa ga bisa mengutarakan itu pada orangnya langsung?." lanjutnya sambil menghadap lurus Viona dengan melipatkan kedua tangannya di depan dada
"Siapa yang mengutarakan isi hati? orang tadi aku sama sekali ga membicarakan soal kamu." Viona mencoba mengelak
"Soal aku?." Dion mendekatkan wajahnya pada Viona. "Berarti bener yang kamu utarakan tadi itu buat aku?." lanjutnya dengan alis terangkat sebelah
"Hah? apaan sih. Kepedean banget, orang udah di bilang ga ada yang mengutarakan isi hati." Viona menanggapi dengan sedikit ketus sambil terus menghindari tatapan lelaki itu
"Kenapa ga mau ngaku?." Dion menatap dengan penuh arti. "Oh iya aku tau, kamu kan ga pernah percaya kalau aku itu cinta sama kamu. Jadi wajar aja kalau kamu ragu untuk mengakui perasaan kamu sendiri." lanjutnya sambil tersenyum kecil namun terlihat sendu
Deg. Viona merasa sakit mendengar kata-kata itu. Ingin sekali ia berbicara, tapi entah kenapa bibirnya mendadak kelu. Matanya pun seakan berat untuk menatap lelaki itu.
"Kenapa Viona? kenapa kamu ga pernah percaya?." Dion langsung memegang kedua lengan Viona dengan tatapan lurusnya. "Apa menurut kamu aku ini memang ga pantas untuk kamu? apa aku harus menjadi seperti Dimas dulu yang bisa membuat kamu begitu mencintainya dan membuat kamu begitu hancur ketika dia meninggalkan kamu? atau aku harus menjadi sosok yang lain agar bisa mendapatkan cinta dari kamu?."
Seketika Viona pun langsung menatap lurus Dion dengan perasaan tak menentu.
"Kasih tau aku Viona, aku harus menjadi sosok yang mana agar aku bisa mendapatkan cinta dari kamu? dan agar aku bisa meyakinkan kamu jika cinta ini memang benar adanya." Dion menatap dalam-dalam gadis itu
"Cukup Viona, udah cukup semuanya. Jangan memungkirinya lagi." gumam Viona dalam hatinya
"Sosok yang mana Viona? atau kamu ingin aku berubah menjadi seperti yang kamu inginkan? katakan, harus seperti apa? aku pasti akan melakukannya jika memang itu bisa menghilangkan keraguan kamu. Katakan Viona, harus seperti apa dan..."
"Cukup Dion, kamu ga harus mengubah diri kamu menjadi orang lain." Viona langsung menutup mulut Dion dengan tatapan penuh arti. "Karena aku mencintai apa adanya diri kamu, tanpa kepura-puraan ataupun rekayasa." lanjutnya dengan mata berkaca-kaca
Perlahan Dion mulai menurunkan tangan Viona dan langsung menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Mengecup kepalanya dengan hangat dan memeluknya dengan sangat erat. Setetes air mata kebahagiaan pun turut hadir di wajahnya, begitupula dengan Viona.
"Aku tidak akan berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan kamu, tapi aku akan berjanji untuk selalu bersama kamu apapun yang terjadi nanti." Dion menatap dengan sangat lembut sambil memegang kedua pipi Viona setelah melepas pelukannya
"Sekalipun kita diterpa oleh badai yang sangat besar?." Viona balik menatap tak kalah lembut
"Iya." Dion mengangguk singkat. "Apapun yang terjadi, kita akan selalu melewatinya bersama." lanjutnya yang langsung menyentuhkan wajahnya ke wajah gadis itu
Viona pun langsung menyentuh lembut tangan kanan Dion yang masih menempel di pipinya. Lalu mereka saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat, dan saling merasakan hembusan nafas masing-masing. Sampai akhirnya tiba-tiba saja turun hujan dengan cukup deras yang membuat tubuh mereka langsung basah kuyup seketika.
"Hujan ini adalah saksi dari cinta kita." sahut Dion sambil mulai menjauhkan wajahnya sedikit
"Hujan yang bermakna kebahagiaan." balas Viona sambil menoleh ke atas dengan tetesan air mata, namun tersingkirkan oleh tetesan air hujan
"Iya, hujan yang bermakna kebahagiaan dan akan berakhir dengan sebuah pelangi." Dion menatap dengan sangat dalam
Viona tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, sekalipun saat Dion sudah membawanya masuk ke dalam mobil. Tak ada kata yang keluar, selain hanya sebuah senyuman yang terus menghiasi wajahnya.
Hal yang sama pun dirasakan oleh Dion, lelaki itu merasa sangat bahagia. Matanya pun tak henti-hentinya memandang Viona. Hingga akhirnya ia menyadari sesuatu, lalu menggerakkan tangannya, mengambil sebuah jaket yang berada di jok belakang mobilnya. "Pake ini biar ga kedinginan." sahutnya lembut sambil memberikan jaket itu pada Viona
"Jaket yang waktu itu?." tanya lurus Viona saat mengingat jika jaket itu adalah jaket yang pernah Dion pinjamkan kepadanya di suatu sore saat hujan
"Iya. Jaket ini untuk kamu, anggap aja sebagai tanda jadian kita." Dion tersenyum dengan begitu lembutnya
Viona pun balik tersenyum tak kalah lembut sambil mulai memakai jaketnya, hingga tanpa disangka lelaki itu bergerak mendekat untuk memasangkan resleting jaketnya.
"Dan kalau misalkan nanti aku lagi jauh dari kamu, terus kamu kangen sama aku. Pakai aja jaket ini, biar kamu bisa merasakan kalau aku selalu ada di dekat kamu untuk menjaga dan melindungi kamu." sahut Dion ketika resleting tadi sudah sampai mendekati dada Viona, lalu mulai menjauhkan tangannya
"Terus kalau kamu yang kangen sama aku gimana?." tanya Viona dengan tatapan manja
"Aku tinggal memejamkan mata, lalu merasakan kehadiran kamu. Karena bagi aku, meskipun raga kita tak selalu bisa bertemu tapi kamu akan selalu bersama aku dimanapun aku berada." Dion tersinyum simpul
"Gimana bisa?." Viona mengerutkan kening heran
"Bisalah, kan merasakannya pake hati." Dion kembali tersenyum simpul
Mencintai hanya atas dasar hati dan tanpa memaksakan, itulah yang dinamakan ketulusan. Tanpa adanya suatu alasan yang bisa menjelaskan mengapa rasa cinta hadir. Karena ketika hati sudah bisa memilih, maka logika pun tak mampu menolak. Dan ketika hati sudah bisa merasakan, maka akal pun tak mampu menalarkan.
***
"Selamat pagi Mama." sapa Viona ceria yang langsung memeluk Vina dari belakang saat mamanya itu tengah mengemasi kue di meja makan
"Pagi juga sayang." sapa balik Vina yang langsung memutar kepala ke arah Viona. "Kalau yang lagi kasmaran, wajahnya cerah-cerah gimana gitu ya." lanjutnya menggoda
"Mama apaan sih." Viona nampak tersipu malu sambil melepaskan pelukannya lalu menyandarkan diri ke meja, berdiri di sebelah Vina namun dengan arah yang berlawanan. "Oh iya, Feby mana?." tanyanya santai
"Adik kamu udah berangkat ke kampus duluan tadi, soalnya ada yang jemput." jawab Vina sambil tersenyum kecil
"Siapa? pacar barunya?." tanya lurus Viona
"Mungkin." Vina mengangkat bahu dengan santai. "Soalnya dia belum ngenalin orang itu sama mama." lanjutnya dengan tatapan lurus
"Emangnya harus ya dikenalin sama mama?." tanya Viona dengan tatapan jail
"Harus dong." sahut Vina tegas. "Kaya Dion, dia ga hanya memperkenalkan dirinya sendiri sama mama, tapi dia juga berusaha untuk dekat sama mama."
"Dion berusaha untuk dekat sama mama?." Viona mengerutkan kening heran
"Iya." Vina mengangguk singkat. "Tanpa sepengetahuan kamu, Dion itu sering kesini loh untuk ketemu sama mama. Dia sering nanya-nanya banyak tentang kamu dan dia juga sering cerita apa aja yang suka kamu lakukan saat lagi sama dia." jelasnya sambil tersenyum lembut
"Apa? Dion sering kesini? kapan? perasaan dia kan dari pagi sampai malam kerja di restoran." Viona kembali mengerutkan kening heran
"Emangnya selama seharian penuh itu kamu selalu bareng terus sama dia? sampai kamu bilang dia selalu stay di restoran." Vina menatap lurus anaknya itu
"Ya ngga juga sih. Viona juga sering lihat dia keluar, tapi cuma buat belanja atau kaya ada urusan gitu." Viona menunjukkan wajah polos
"Nah itu, urusannya itu ya datang kesini. Mungkin ada urusan yang lainnya juga, tapi sebagian dari urusannya itu ya untuk mengenal kamu lebih dekat melalui mama." jelas Vina dengan sangat tenang
"Koq mengenal Viona nya melalui mama sih?." Viona nampak tak mengerti
"Ya karena lelaki yang baik dan benar-benar mencintai itu ya seperti Dion, dia ga terlalu menunjukkan ketertarikannya sama kamu, tapi di belakang kamu dia berusaha mencari tau semua hal tentang kamu apapun itu ketika tidak dia dapatkan langsung dari kamu." Vina langsung mendekat dan merangkul bahunya Viona. "Ya meskipun dia juga sering mendekati kamu langsung dengan caranya dia sendiri agar kamu bisa tau bagaimana perasaan dia yang sebenarnya. Tapi karena kamu selalu menganggapnya biasa saja, makanya itu dia mendekati mama agar bisa mengenal kamu lebih dalam." lanjutnya dengan tatapan lembut
"Jadi karena itu mama sering menyuruh aku untuk membuka kisah baru dengan Dion?." tanya lurus Viona
"Tepat Sekali." Vina mengangguk singkat. "Karena mama sudah mengenal dia dengan sangat baik selama beberapa bulan ini, lebih dari yang kamu tau. Jadi ga salah kan kalau mama menyarankan kamu untuk memberi dia kesempatan?." sahutnya lembut
"Ga salah sama sekali." Viona menggeleng singkat. "Karena Viona tau mama selalu ingin yang terbaik untuk Viona, jadi ga mungkin mama menyuruh Viona melakukan suatu hal jika tanpa ada alasan yang kuat." sahutnya yang langsung menyandarkan kepala ke bahu mamanya itu
Sampai akhirnya terdengar suara ketukan pintu yang membuat kehangatan itu harus terhenti.
"Kayanya Dion udah datang tuh buat jemput kamu." sahut Vina lembut
"Yaudah kalau gitu, Viona pamit..."
"Pamitnya di depan aja, mama juga kan pengen ketemu sama Dion." sela Vina
"Ngapain ketemu sama Dion?." tanya lurus Viona
"Ya mama pengen ketemu aja sama calon mantu mama." jawab Vina santai
"Calon mantu?." Viona nampak tercengang
"Udah ayo, nanti telat lagi." Vina mengalihkan pembicaraan
Viona pun hanya menurut tanpa berkomentar lagi. Berjalan memasuki ruang tamu, lalu mulai membuka pintu.
"Selamat pagi tante." sapa Dion lembut yang langsung menyalami Vina
"Pagi juga Dion." sapa balik Vina sambil tersenyum hangat
Melihat Dion yang hanya menyapa mamanya, mimik wajah Viona pun langsung berubah menjadi muram dan terus saja memalingkan wajahnya dari mereka. Seolah tak ada semangat sedikitpun di pagi yang begitu cerah ini. Hingga akhirnya lelaki itu mendekat.
"Selamat pagi sayang." sapa Dion dengan sangat lembut sambil memberikan sebuah coklat yang berpita merah
"Sayang?." Viona mengerutkan kening heran sambil mulai menoleh ke arah Dion
"Iya, emang kenapa? ga boleh ya kalau aku manggil dengan sebutan itu?." tanya lurus Dion
"Ya boleh-boleh aja sih, cuma serasa aneh aja gitu kalau kamu yang nyebutin. Biasanya juga..."
"Manggil kelinci galak maksud kamu?." sela Dion
Viona hanya tersenyum kecil.
"Jadi ga bakal di jawab nih ucapan selamat paginya?." tanya lurus Dion kembali
"Selamat pagi juga." Viona tersenyum singkat. "Kucing rese sayang." lanjutnya semakin mengembangkan senyuman
"Oh jadi sayangnya sama kucing, bukan sama aku." Dion menekuk wajahnya sedikit
"Yaudah, selamat pagi kembali sayang." Viona tersenyum dengan begitu lembut
"Nah gitu dong." Dion mulai tersenyum kembali. "Coklatnya?." lanjutnya sambil mengangkat coklat yang dipegangnya sejak tadi
"Kenapa harus coklat?." tanya Viona santai setelah mengambil coklatnya
"Kalau bunga kan udah biasa, dan gampang layu juga. Sedangkan kalau coklat, selain manis dan bisa dimakan, juga bisa bikin hati senang seperti aku." Dion tersenyum dengan begitu percaya dirinya
"Ih tetep aja deh kepedeannya ga hilang-hilang." Viona nampak salah tingkah
"Tapi fakta kan?." goda Dion jail
"Apaan sih." Viona semakin salah tingkah
"Ehm, jadi kapan mau berangkat? nanti dosen pembimbing Viona nya keburu pulang lagi dari kampusnya." Vina mulai bersuara kembali
"Ini mau berangkat koq Ma, kalau gitu Viona dan Dion pamit dulu ya." Viona langsung mengecup hangat punggung tangan kanan mamanya itu
"Mari tante." sahut Dion sambil mulai beranjak pergi bersama Viona
"Hati-hati ya." balas Vina sambil tersenyum hangat
Seperti biasanya, Dion pun langsung membukakan pintu mobilnya untuk Viona saat mereka hendak memasuki mobil. Lalu berjalan perlahan hingga akhirnya berada di mobil bersama gadis itu.
"Sa-sayang." sapa Viona dengan gugup saat mereka sudah di perjalanan
"Kenapa koq manggilnya kaya ragu gitu?." tanya Dion sambil tersenyum santai
"Gapapa, cuma masih belum terbiasa aja." Viona berusaha menghilangkan kegugupannya
"Yaudah." Dion tersenyum hangat."Kenapa sayang?." tanyanya lembut
"Habis nganterin aku ke kampus, kamu mau langsung ke restoran?." Viona menatap lurus Dion
"Ya ngga lah, aku bakal nungguin kamu dulu. Lagian cuma bimbingan doang kan bentar?." Dion menanggapi dengan santai
"Iya sih, tapi apa nanti kamu ga bakal jenuh kalau nunggu sendirian selama aku bimbingan?." tanya Viona dengan hati-hati
"Ngga dong, aku kan bisa sambil jalan-jalan dulu, keliling kampus sekaligus mengenang sesuatu." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Sesuatu apa?." Viona nampak penasaran
"Sesuatu yang ada di kampus itu." Dion menatap dengan santai
"Mantan kamu?." tanya lurus Viona
"Iya." Dion mengangguk singkat
"Oh." sahut Viona datar
"Ya bukanlah." Dion terkekeh kecil. "Jadi gini, dulu itu aku maunya kuliah di kampus tempat kuliah kamu sekarang. Tapi papa aku malah nyuruh buat kuliah di Amerika, dan akhirnya terpaksa aku turutin karena aku emang harus selalu nurut sama dia." lanjutnya dengan tenang
"Cieee anak penurut." ledek Viona
"Lebih tepatnya terpaksa jadi penurut, karena papa aku itu orangnya keras dan aku juga sebenarnya keras. Jadi kalau ga ada yang mengalah, ribet urusannya." Dion tersenyum kecil
"Emang semua keinginannya harus selalu diturutin ya?." tanya lurus Viona
"Ya seperti yang aku bilang tadi, kalau aku ga nurut ya bakal ribet urusannya, bisa sampai ribut malahan." Dion kembali tersenyum kecil
"Emang kamu ga pernah gitu sekali aja ga nurutin keinginan papa kamu?." tanya Viona lagi
"Pernah, dan sejak saat itu aku sadar kalau aku memang harus menentukan hidup aku sendiri. Aku udah ga mau lagi di atur-atur." jelas Dion dengan tenang. "Dan hal yang aku lakukan dengan tidak menuruti keinginan papa itu ya restoran yang ada sekarang. Karena papa inginnya aku mengurus perusahaan keluarga, tapi aku belum mau untuk itu, aku masih mau mengembangkan hobby aku dan mewujudkan keinginan aku dari dulu."
"Emangnya hobby dan keinginan apa?." Viona kembali mengeluarkan pertanyaan
"Hobby memasak dan keinginan menjadi pemilik sekaligus chef di restoran aku sendiri." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oh. Hanya itu yang ga sesuai dengan keinginan papa kamu?." Viona menatap lurus kekasihnya itu
"Iya." Dion mengangguk singkat. "Sebenarnya ada satu hal lagi, tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk kamu mengetahuinya." gumamnya dalam hati