HPK

mesothelioma survival rates,structured settlement annuity companies,mesothelioma attorneys california,structured settlements annuities,structured settlement buyer,mesothelioma suit,mesothelioma claim,small business administration sba,structured settlement purchasers,wisconsin mesothelioma attorney,houston tx auto insurance,mesotheliama,mesothelioma lawyer virginia,seattle mesothelioma lawyer,selling my structured settlement,mesothelioma attorney illinois,selling annuity,mesothelioma trial attorney,injury lawyer houston tx,baltimore mesothelioma attorneys,mesothelioma care,mesothelioma lawyer texas,structered settlement,houston motorcycle accident lawyer,p0135 honda civic 2004,structured settlement investments,mesothelioma lawyer dallas,caraccidentlawyer,structured settlemen,houston mesothelioma attorney,structured settlement sell,new york mesothelioma law firm,cash out structured settlement,mesothelioma lawyer chicago,lawsuit mesothelioma,truck accident attorney los angeles,asbestos exposure lawyers,mesothelioma cases,emergency response plan ppt,support.peachtree.com,structured settlement quote,semi truck accident lawyers,auto accident attorney Torrance,mesothelioma lawyer asbestos cancer lawsuit,mesothelioma lawyers san diego,asbestos mesothelioma lawsuit,buying structured settlements,mesothelioma attorney assistance,tennessee mesothelioma lawyer,earthlink business internet,meso lawyer,tucson car accident attorney,accident attorney orange county,mesothelioma litigation,mesothelioma settlements amounts,mesothelioma law firms,new mexico mesothelioma lawyer,accident attorneys orange county,mesothelioma lawsuit,personal injury accident lawyer,purchase structured settlements,firm law mesothelioma,car accident lawyers los angeles,mesothelioma attorneys,structured settlement company,auto accident lawyer san francisco,mesotheolima,los angeles motorcycle accident lawyer,mesothelioma attorney florida,broward county dui lawyer,state of california car insurance,selling a structured settlement,best accident attorneys,accident attorney san bernardino,mesothelioma ct,hughes net business,california motorcycle accident lawyer,mesothelioma help,washington mesothelioma attorney,best mesothelioma lawyers,diagnosed with mesothelioma,motorcycle accident attorney chicago,structured settlement need cash now,mesothelioma settlement amounts,motorcycle accident attorney sacramento,alcohol rehab center in florida,fast cash for house,car accident lawyer michigan,maritime lawyer houston,mesothelioma personal injury lawyers,personal injury attorney ocala fl,business voice mail service,california mesothelioma attorney,offshore accident lawyer,buy structured settlements,philadelphia mesothelioma lawyer,selling structured settlement,workplace accident attorney,illinois mesothelioma lawyer

Menu Navigasi

Part 13 LOVE IN RAIN

novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 13 LOVE IN RAIN

"Thanks ya untuk semua yang lo lakukan hari ini." sahut Viona setelah turun dari motor Dion di depan rumahnya. "Lo udah terlalu baik sama gue, entah harus berapa banyak lagi ucapan terimakasih yang harus gue ungkapin sama lo. Bahkan mungkin, rasa terimakasih aja ga akan bisa membalas kebaikan lo." lanjutnya sambil tersenyum penuh arti

"Ga usah berlebihan kaya gitu. Gue melakukan semua itu ga mengharapkan imbalan apapun koq, dengan melihat lo senang aja itu udah lebih dari cukup." Dion balas tersenyum penuh arti

"Oke." Viona mendadak salah tingkah

Bahkan gadis itu tak mengeluarkan sepatah katapun lagi, ia hanya terdiam sambil terus menghindar dari tatapan Dion. Keduanya hanya saling berhadapan tanpa kata di dekat motor yang berada di halaman, beberapa langkah dari rumah Viona.

Dengan membawa motor, Dion memang bisa memakirkannya tepat di halaman rumah gadis itu. Tak seperti ketika membawa mobil, hanya bisa sedikit masuk ke halaman agar tidak menghalangi jalanan, karena halamannya yang tidak cukup luas.

"Viona, Dion."

Sampai akhirnya suara itu menghentikan sikap diam mereka tadi.

"Mama." Viona langsung melangkah menuju teras rumah yang kemudian diikuti oleh Dion

"Koq malah diem di luar sih, bukannya langsung masuk." Vina menatap lurus Viona

"Tadi kita udah mau masuk koq Ma." Viona langsung mengecup hangat punggung kanan mamanya itu seperti biasanya

"Iya tante tadi kita udah mau masuk koq." Dion mulai berjabatan tangan dengan Vina

"Yaudah kalau gitu kita masuk ke dalam yu." ajak Vina lembut

"Kak Viona ini jam berapa ya?." tanya Feby yang sejak tadi berada di sebelah Vina

"Jam berapa sih?." Viona melirik ke arah Dion

"Jam 6." Dion mengangkat jam yang melingkar di tangannya

"Oh jam 6 ya, terus tadi pagi aku nyuruh kakak pulang jam berapa?." Feby menatap Viona dengan sedikit kesal

"Tadi pagi?." Viona mencoba mengingat sesuatu. "Oh iya kakak lupa, harusnya kan kakak pulang jam 3 karena kita mau pergi." sahutnya setelah mulai mengingat

"Bagus ya sampe lupa waktu kaya gitu, sampai di telepon juga ga di angkat-angkat." ketus Feby

"Maaf, dari pagi hp nya di tas. Ga kakak cek, jadi..."

"Udah ah, keburu males." Feby langsung pergi begitu saja ke dalam rumah

"Feby." Viona mencoba menahan dengan rasa bersalah

"Udah, nanti juga dia baik sendiri. Gapapa koq." Vina berusaha menenangkan

"Tapi kan Ma, Viona yang salah." Viona nampak semakin merasa bersalah

"Maaf tante sebelumnya, ini ada apa ya? kenapa Feby sampai marah kaya gitu?." tanya Dion dengan hati-hati

"Gini Dion, jadi sebenarnya kami itu berencana untuk pergi keluar hari ini, ya sekedar jalan-jalan sama makan malam aja sih. Dan Feby meminta Viona untuk pulang jam 3 sore, tapi mungkin Viona nya lupa." jelas Vina dengan tenang

Dion nampak terkejut dan langsung menatap ke arah Viona yang terlihat gusar. Sejenak ia menarik nafas lalu menghembuskannya secara perlahan. "Yaudah kalau begitu, besok saya akan mengizinkan Viona libur kerja lagi. Karena ini kan juga salah saya, jadi anggap saja itu sebagai pengganti dari rencana yang hari ini batal." sahutnya dengan tatapan penuh ketenangan

[EXTRACT]

"Tapi nanti gue jadi ga masuk kerja 2 hari dong." Viona menatap lurus lelaki itu

"Udah gapapa, anggap aja itu waktu istirahat lo. Dan lo tenang aja gaji lo tetap full koq." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya

"Nah itu baru gue ga bakal nolak." Viona langsung tersenyum ceria

"Iya deh." sahut Dion singkat. "Kelinci galak." lanjutnya pelan

"Ih koq lo manggil gue dengan sebutan itu lagi, dasar kucing rese." Viona langsung mengangkat tangannya untuk memukul lelaki itu

Namun ketika menyadari jika Vina tengah memperhatikannya, ia pun kembali menurunkan tangannya. "Yaudah pulang gih sana, cepet mandi dan ganti baju biar ga masuk angin. Baju dan jaket lo kan basah karena kehujanan tadi." sahutnya penuh perhatian

Saat itu Vina dan Dion nampak tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh gadis itu. Keduanya saling tersenyum penuh arti. Karena sebelumnya Viona memang tidak pernah memberikan perhatian seperti itu kepada Dion.

"Oke, kalau gitu gue pulang dulu ya. Lo juga cepet mandi dan ganti pake baju yang anget biar ga kedinginan lagi." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Saya pulang dulu ya tante." pamitnya pada Vina lalu mulai pergi

Sementara Viona tak berhenti tersenyum menatap kepergian Dion, bahkan semua kebersamaannya dengan lelaki itu di hari ini terus-menerus terbayang di dalam pikirannya.

"Ehm, yang lagi bahagia sampai lupa kalau ada mamanya disini." sindir Vina sambil menyenggol lengan anaknya itu

"Mama, apaan sih. Viona biasa aja juga." elak Viona

"Mmm biasa ya. Tapi Dion baik kan?." goda Vina

"Ya baik, baik banget malah. Bahkan dia teman terbaik yang Viona punya saat ini." Viona tersenyum ceria

"Teman apa teman?." goda Vina lagi

"Ya teman." sahut Viona singkat

"Kamu mungkin bisa mengatakan jika orang yang tengah dekat dengan kamu itu hanya sebatas teman biasa, tapi tatapan yang kamu tunjukkan ke dia itu, bukanlah tatapan biasa tapi tatapan cinta." Vina menatap dengan sangat lembut. "Sadar atau tidak sadar, tapi tatapan itu lebih jujur dibandingkan ungkapan."

"Iya deh mamaku sayang. Udah selesai kan memberi kata-kata mutiaranya, jadi mendingan sekarang kita masuk yu." Viona langsung merangkul bahu mamanya itu lalu berjalan membawanya ke dalam rumah

Namun baru saja di ambang pintu, langkah mereka terhenti ketika mendengar suara mobil berhenti di pinggir jalan dekat rumah. Dengan cepat mereka pun langsung membalikkan badan dan menatap lurus ke depan.

"Dimas." sahut Viona saat mengetahui jika orang yang datang itu adalah mantan kekasihnya

"Mau apa kamu kesini?." Vina langsung melangkah menghalangi jalannya Dimas

"Saya kesini untuk minta maaf sama Viona dan juga tante." jelas Dimas dengan sangat tenang

"Minta maaf kamu bilang? setelah apa yang kamu lakukan, semudah itu kamu minta maaf?." tanya Vina dengan tajam

"Saya tau tante, saya salah. Tapi saya benar-benar menyesal dan saya berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Oleh karena itu, saya minta maaf." Dimas menatap penuh harap

"Dengarkan saya baik-baik. Saya tidak akan pernah mengizinkan kamu mendekati anak saya lagi, jadi lebih baik sekarang kamu pergi dari sini." tegas Vina

"Tapi tante, yang menyebabkan semua ini kan Feby, anak tante juga. Jadi saya ga sepenuhnya salah dong, karena saya dibohongi." bela Dimas

"Apa kamu bilang? kamu ga sepenuhnya salah? jelas kamu sangat salah." tanya Vina dengan tatapan tajam. "Jika kamu memang benar-benar mencintai Viona, kamu tidak akan pernah meninggalkan dia apapun yang terjadi. Apalagi hanya karena kebohongan yang dilakukan oleh Feby, itu bukanlah alasan. Seharusnya kamu mencari tau dulu kebenarannya, tidak langsung percaya begitu saja."

[EXTRACT]

Dimas langsung tak berani berkutik lagi, lelaki itu hanya terdiam dan merasa sangat menyesal.

"Kamu ga bisa membela diri lagi kan? jadi sekarang juga kamu pergi dari sini dan jangan pernah menemui Viona lagi." usir Vina dengan kesal

"Ngga tante, saya ga akan pergi dari sini sebelum saya bicara sama Viona." bantah Dimas. "Viona, tolong Viona beri aku satu kesempatan lagi." sahutnya sambil mulai melangkah mendekati Viona yang berdiri di belakang Vina

"Jangan pernah kamu mendekati anak saya lagi. Apa masih kurang jelas?." tahan Vina dengan sangat tajam

"Sebentar aja tante, setidaknya hanya untuk memberikan bunga ini." pinta Dimas sambil menunjukkan satu buket bunga yang sejak tadi dipegangnya

"Ga ada bunga atau alasan apapun juga." Viona langsung menghampiri dan menjatuhkan buket bunga yang dipegang oleh lelaki itu. "Pergi kamu dari sini." lanjutnya sambil menunjuk ke arah jalanan dengan tatapan tajam

Seketika Dimas langsung menatap ke arah buket bunga yang tergeletak di bawah, lalu mengangkat wajahnya dan menatap gadis itu dengan tidak percaya.

"Pergi." sahut Viona dengan sangat lantang dan tajam

"Tapi Viona..."

"Pergi dan jangan pernah temui aku lagi." Viona langsung mendorong Dimas dan membawanya ke pinggir jalan. "Pergi ga?." lanjutnya dengan tatapan penuh amarah

"Oke oke aku akan pergi. Tapi perlu kamu tau, aku masih sangat mencintai kamu." Dimas menatap dengan dalam

"Pergi Dimas." sahut Viona kembali lantang dan juga tajam

Akhirnya Dimas pun menurut dan pergi dengan mobilnya. Sementara gadis itu masih merasa sangat kesal dan berulang kali menarik nafas beratnya.

"Udah sayang, abaikan aja." Vina langsung mendekat dan merangkul hangat bahu anaknya itu

"Ada apa sih Ma? koq tadi aku kaya ngedenger suara orang ribut gitu?." tanya Feby yang tiba-tiba keluar dari rumah

"Eh sayang, itu tadi ada pengganggu lewat." Vina langsung membalikkan badan diikuti oleh Viona

"Pengganggu? maksudnya?." tanya lurus Feby

"Lelaki itu." jawab Vina datar

"Maksud mama Dimas?." tanya Feby kembali

"Iya. Tapi udahlah ga usah ngebahas dia lagi." acuh Vina. "Lebih baik kita masuk sekarang." ajaknya kembali tenang

"Yaudah. Kita masuk yu kak." ajak Feby yang langsung menggandeng lengan Viona

"Kamu udah ga marah sama kakak?." tanya lurus Viona

"Ngga, aku kan udah mendengarkan semuanya." Feby tersenyum santai

"Mendengarkan apa?." Vina mengerutkan kening heran

"Mendengarkan semua yang dibicarakan oleh mama, kak Viona dan kak Dion tadi." Feby menatap dengan santai

"Oh jadi kamu nguping ya." Viona menatap dengan gemas

"Ga nguping koq, cuma pengen tau aja." Feby tersenyum jail

"Itu sama aja adeku sayang." Viona mencubit gemas kedua pipi adiknya itu

"Iya deh sama. Mmm tapi kita beneran jadi pergi kan besok?." Feby menatap dengan manja

"Jadi ga ya Ma?." Viona tersenyum jail melirik Vina

"Jadi sih, tapi cuma kita berdua. Feby ga usah di ajak." Vina ikut tersenyum jail

[EXTRACT]

"Ih mama, jahat banget sih." Feby menunjukkan wajah sebal

"Bercanda koq. Kita bertiga akan pergi besok, dan kita bisa jalan-jalan sepuasnya." Vina menatap dengan lembut

Keceriaan pun langsung terpancar dari wajah ketiganya. Memang tidak ada yang lebih bahagia dalam sebuah keluarga, selain kerukunan dan curahan kasih sayang. Karena sejatinya keluarga tercipta dari saling mengasihi dan menyayangi.

***

Kata orang cinta itu soal memberi dan menerima. Jika kita mencintai seseorang maka kita akan dicintai oleh orang itu. Tapi bukankah tidak selamanya seperti itu, karena terkadang kita mencintai seseorang yang tidak mencintai kita. Kita menyimpan namanya di dalam hati, tapi kita tidak tau apakah orang itu mempunyai sedikit saja ruang di hatinya untuk menyimpan nama kita atau bahkan tidak sama sekali. Terlihat tidak adil memang, tapi cinta tidak akan pernah salah. Jika seseorang memang ditakdirkan untuk kita, maka cepat atau lambat orang itu akan berlabuh di tempat yang seharusnya.

Bagi Dion, saat ini Viona memang begitu berarti untuknya. Dan kebahagiaan gadis itu ada hal yang terpenting baginya. Senyum manisnya, tawa cerianya terbayang sangat jelas dalam pikirannya. Terutama semua kebersamaannya dengan gadis itu sepanjang hari ini. Membuat hatinya berbunga-bunga dan wajahnya berseri-seri.

"Gadis itu membuatku gila." Dion mengacak-ngacak rambutnya sendiri sambil terduduk di sofa kamar dan terus tersenyum ceria

"Dion."

Sampai akhirnya suara itu mengubah suasana hatinya. Dengan sedikit malas ia pun langsung berdiri lalu membuka pintu kamarnya.

"Sayang, makan malam dulu yu. Udah ditunggu sama papa di bawah." ajak Sarah lembut

"Mama duluan aja ya, nanti bentar lagi Dion ke bawah koq." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya

"Yaudah, tapi jangan lama-lama ya." Sarah balas tersenyum lalu pergi menuruni tangga

Sementara Dion langsung menyusul setelah merapihkan rambutnya kembali yang tadi cukup berantakan. Menuruni setiap anak tangga, berjalan sebentar lalu menemukan mamanya yang tengah sendirian di ruang makan.

"Loh papa mana? katanya udah nunggu disini." Dion mengerutkan kening heran sambil mulai duduk di depan Sarah

"Papa lagi ke ruang kerja dulu, soalnya tadi ada telepon penting dari kantor." jelas Sarah santai sambil menyiapkan makanan untuk anaknya itu. "Oh iya sayang, tadi gimana jalan-jalan sama Viona nya? lancar?." lanjutnya saat sudah selesai

"Lancar dong Ma. Bahkan seharian tadi Dion berhasil membuat Viona selalu tersenyum bahagia." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya

"Bagus deh, mama seneng dengernya." Sarah balas tersenyum. "Tapi sayang, apa ga sebaiknya kamu tembak Viona dalam waktu dekat ini aja ya? takutnya nanti dia keburu balikan sama mantannya lagi, kan kamu sendiri yang bilang kalau mantannya itu sedang berusaha untuk mendapatkan dia kembali." lanjutnya dengan tatapan lembut

"Pengennya sih gitu Ma, tapi sikap Viona masih sering berubah-ubah. Kadang lembut, kadang balik lagi ketus. Nanti kalau Dion nembak langsung di tolak lagi." Dion nampak penuh keraguan

"Masa gitu doang dijadikan alasan. Kamu kan mantan playboy, nembak gitu doang mah gampang lah." ejek Sarah dengan candaan

"Ih mama koq bawa-bawa masa lalu sih. Beda dong, dulu kan Dion cuma main-main jadi gampang." Dion menanggapi dengan santai

"Kalau sekarang?." Sarah mengangkat kedua alisnya

"Kalau sekarang ya serius, karena Dion ga mau Viona cuma jadi pacar yang sebulan dua bulan putus. Tapi Dion ingin Viona itu menjadi pendamping hidup Dion untuk selama-lamanya." Dion memberi penekanan pada setiap kata yang dikeluarkannya

[EXTRACT]

"Waw ternyata anak mama sekarang udah benar-benar dewasa ya. Udah bisa menata masa depannya sendiri." puji Sarah dengan bangga

"Harus dong, yang akan menjalaninya kan Dion jadi semuanya harus sesuai dengan keinginan Dion. Tidak boleh ada yang mencampuri, terutama untuk urusan pasangan hidup." tegas Dion dengan lembut

"Iya deh jagoan kecilnya mama." goda Sarah

"Ma, Dion itu udah gede ya. Jadi bukan jagoan kecil lagi." Dion menatap dengan lembut

"Terserah apapun itu, tapi bagi mama kamu tetep jagoan kecilnya mama dan papa. Jagoan kecil yang selalu kami sayangi." Sarah menatap tak kalah lembut

"Aduh mama kebanyakan nonton sinetron kali ya, bahasanya jadi lebay kaya gini." Dion tersenyum ngeri

"Bukannya lebay, itu hanya bentuk luapan kasih sayang mama sama kamu." sahut Reza yang baru kembali ke ruang makan dan langsung duduk di sebuah kursi yang berada di ujung meja, menjadi penengah antara anak dan istrinya itu

Dion hanya menanggapi dengan senyuman kecil tanpa berkomentar sedikitpun, lalu menghabiskan makananannya yang tersisa.

"Kamu kenapa? perasaan sekarang setiap kali papa ngomong, kamu selalu ga ngerespon." tanya lurus Reza

"Males aja, nanti juga ujung-ujungnya pasti papa ngajak ribut." acuh Dion sambil mulai meminum segelas air mineral miliknya

"Dion." panggil Sarah dengan tatapan lurusnya

"Emang kenyataannya gitu kan Ma?." Dion balik menatap lurus mamanya itu

"Bukan papa yang ngajak ribut, tapi kamu sendiri yang selalu ngebantah dan memancing emosi setiap kali papa bicara sama kamu." sahut Reza dengan tegas

"Ya karena isi pembicaraan papa itu selalu memaksakan kehendak. Nyuruh aku ini lah, nyuruh aku itu lah. Semuanya harus sesuai keinginan papa." balas Dion tak kalah tegas

"Papa ga memaksakan kehendak, papa cuma ingin yang terbaik untuk kamu." Reza menatap dengan tenang

"Tapi ini adalah hidup aku Pa, papa ga berhak mengatur aku harus bagaimana dan harus seperti apa. Karena yang menjalaninya itu aku, jadi semuanya harus sesuai dengan keinginan aku, bukan keinginan papa." Dion langsung berdiri dan menatap papanya itu dengan tajam

"Dion udah, semuanya kan lagi baik-baik aja. Jadi kamu jangan memperkeruh suasana." Sarah ikut berdiri dan berusaha menenangkan anaknya itu

"Biarkan saja Ma, itu memang sudah menjadi kebiasaan dia. Menuduh orang lain sebagai pembuat keributan, tanpa sadar bahwa dia sendirilah yang suka tiba-tiba membuat keributan." acuh Reza sambil menatap kesal Dion sekilas

"Terserah, papa emang selalu ingin menang sendiri." Dion langsung pergi begitu saja kembali ke kamarnya

"Ada apa sih dengan anak itu? ga ada angin, ga ada hujan, tiba-tiba seperti itu." Reza nampak tak mengerti

"Udahlah Pa, mungkin emosi Dion lagi ga stabil." Sarah menatap tenang suaminya itu

"Mungkin kamu benar, makanya emosinya meluap-luap tanpa sebab kaya gitu." Reza mulai kembali tenang

"Kasihan Dion, sepertinya dia sudah sampai pada puncak kekesalannya. Dia sudah lelah karena harus selalu menuruti keinginan papanya ini. Padahal dia punya keinginannya sendiri." gumam Sarah dalam hatinya

***

Seperti biasanya, Viona menembus kemacetan kota dengan menggunakan taxi menuju restoran tempatnya bekerja. Menoleh ke kanan dan ke kiri dari balik jendela mobil untuk menghilangkan kejenuhan, sambil menghempaskan diri dan membangkitkan kembali tubuhnya berulang kali.

[EXTRACT]

Hingga akhirnya ketika jalanan mulai longgar dan kendaraan kembali normal beroperasi, pandangannya tertuju pada arah depan mobil. Tepat di pinggir jalan sebelah kiri, terlihat seorang lelaki tengah dipukuli oleh beberapa lelaki lainnya yang menggunakan pakaian serba hitam, baik celana maupun jaket kulitnya.

"Dimas." sahut Viona sambil memperhatikan orang itu secara seksama. "Itu beneran Dimas? tapi kenapa dia dikeroyok kaya gitu?." pikirnya dipenuhi pertanyaan

"Mba kenal sama orang yang dikeroyok itu?." tanya supir taxi tiba-tiba

"Hah? ng-ngg..."

"Kita tolongin yu mba, kasian bisa terluka parah kalau dibiarkan. Mana orang-orang disana malah acuh tak acuh lagi, ga ada yang nolongin." sela supir taxi

"Bener juga kata bapak ini, kasian Dimas kalau ga di tolongin." pikir Viona dalam diamnya

"Ayo mba, kita turun. Kasian si mas itu." ajak supir taxi itu

"I-iya Pak." sahut Viona yang langsung keluar dari mobil

"Mas, mas udah mas. Jangan asal keroyok kaya gini." supir taxi itu langsung menghampiri orang-orang yang tengah memukuli Dimas dengan beraninya

"Pak jangan ikut campur ya, ini urusan kami." sahut salah seorang dari mereka

"Saya tau, tapi ini tempat umum mas. Kalau memang ada masalah, kan bisa dibicarakan baik-baik. Ga perlu pake kekerasan kaya gini." balas supir taxi itu dengan sikap tenang

"Iya mas, bapak ini benar. Semuanya bisa dibicarakan dengan baik-baik." tambah Viona yang mulai mendekat dan membuat Dimas yang tengah terduduk lemas dengan kaki terselunjur kaku terkejut melihatnya

"Kami sudah bicara dengan baik-baik, tapi orang ini yang ga bisa di ajak baik-baik." salah seorang yang lain dari mereka menunjuk Dimas dengan sangat kesal

"Tapi tetap mas, ga harus dengan kekerasan kaya gini. Masalah apapun pasti ada jalan keluarnya." supir taxi tadi kembali berusaha menenangkan suasana

"Untung ada mereka, kalau ngga abis lo."

"Gue kasih waktu lo seminggu lagi, kalau sampe lo belum bayar hutang-hutang lo juga, lo bakal tau sendiri akibatnya."

"Dan mobil lo ini, kita anggap sebagai bayaran dari setengah hutang lo. Jadi lo harus bayar sisanya secepatnya."

Setelah saling melontarkan luapan kekesalannya, orang-orang itu pun pergi dengan mobilnya dan juga membawa mobilnya Dimas.

"Dimas, kamu gapapa?." tanya Viona yang langsung terduduk memegang lengan kanan lelaki itu

"Aku gapapa koq." Dimas terlihat meringis kesakitan dengan bibir berdarah dan wajah penuh dengan lebam

"Mba, sebaiknya kita bawa mas ini ke rumah sakit aja." sahut supir taxi yang tadi

"Yaudah pak, bantuin saya bawa dia ke mobil ya." balas Viona

Mereka pun membawa Dimas ke dalam taxi, lalu segera menuju ke rumah sakit terdekat.

"Makasih ya udah nolongin aku." Dimas tersenyum lembut menatap Viona setelah keluar dari ruangan dokter dengan membawa beberapa obat antiseptik di dalam sebuah plastik

"Bukan cuma aku, tapi bapak ini juga nolongin kamu." Viona melirik ke arah supir taxi yang berada di sebelahnya

"Makasih banyak ya Pak." Dimas menyunggingkan seulas senyum di bibirnya

"Sama-sama mas." supir taxi itu balas tersenyum

"Pak, kita anterin dia pulang dulu ya. Baru setelah itu, anterin saya ke restoran." sahut Viona santai

[EXTRACT]

"Baik mba, kalau begitu mari." supir taxi itu mulai melangkah pergi

"Kamu udah ga marah lagi sama aku?." tanya Dimas saat tengah berjalan berdua bersama Viona menuju parkiran

"Aku ga mau ngebahas soal itu lagi." acuh Viona yang langsung mempercepat langkahnya

"Tapi Viona." Dimas mencoba menahan. "Aww." rintihnya yang merasakan sakit di bagian perutnya

"Dimas." Viona kembali mendekat dengan wajah khawatir. "Kamu gapapa?." lanjutnya semakin khawatir sambil memegang lengan kanan lelaki itu

"Kamu khawatir? itu artinya kamu masih peduli sama aku." Dimas menatap lurus Viona

"Aku peduli hanya karena rasa kemanusiaan. Jadi kamu jangan mikir yang aneh-aneh." tegas Viona

"Aku ga mikir yang aneh-aneh, aku cuma mengharapkan maaf dari kamu. Apa itu salah?." Dimas menatap dalam-dalam gadis itu. "Aku hanya manusia biasa Viona, yang pasti pernah melakukan suatu kesalahan. Dan aku juga pasti bisa berubah. Tapi apa aku sama sekali tidak pantas untuk dimaafkan? apa aku sama sekali tidak pantas untuk diberi kesempatan?."

"Apa aku terlalu jahat dengan tidak memaafkan orang yang pernah menyakitiku? padahal dia sudah menyesali perbuatannya dan terus-menerus meminta maaf kepadaku." pikir Viona dalam diamnya

"Yaudah, mungkin ini emang sangat sulit untuk kamu. Seharusnya aku sadar diri, aku ga bakal maksa lagi." Dimas nampak pasrah sambil melepaskan pegangan Viona secara perlahan lalu mulai melangkahkan kaki sambil menahan rasa sakit di perutnya

"Aku udah maafin kamu." sahut Viona tiba-tiba yang langsung menghentikan langkah lelaki itu

Rasa senang tapi seakan tak percaya langsung tersirat dengan sangat jelas di wajahnya Dimas, perlahan ia pun memutar kembali badannya ke arah Viona. "Kamu serius?." tanyanya sambil berjalan tertatih-tatih mendekati gadis itu

"Iya." Viona mengangguk singkat sambil tersenyum kecil

"Bukan karena terpaksa kan?." tanya lurus Dimas

"Bukan." Viona menggeleng singkat sambil tersenyum lembut. "Yaudah yu biar aku bantuin jalannya." lanjutnya yang langsung menggandeng lengan lelaki itu lalu memapahnya masuk ke dalam taxi

"Sekali lagi makasih ya karena udah maafin aku, dan udah nolongin aku tadi." sahut Dimas saat sudah berada di perjalanan menuju apartemennya

"Iya sama-sama." balas Viona singkat. "Eh tapi kalau boleh tau, kamu punya hutang apa sih sama mereka? koq mereka sampai bawa mobil kamu segala?." lanjutnya sambil menatap lurus lelaki yang berada disebelahnya itu

"Kalau itu biasalah aku kalah balapan beberapa kali." Dimas menanggapi dengan santai

"Kebiasaan dia ga pernah berubah dari dulu." gumam Viona dalam hatinya. "Terus kenapa kamu ga bayar hutang-hutang kamu itu?." tanyanya lurus

"Ya karena uang di kartu kredit aku semuanya lagi menipis, papa dan mama juga lagi ke luar negeri ada kerjaan jadi belum ditransfer." Dimas tersenyum polos

"Tapi kamu pasti punya uang tabungan kan? lagian bukannya kamu juga kerja di kantor papa kamu?." Viona menatap lurus lelaki itu

"Uang itu kan buat masa depan aku nanti, jadi untuk masalah ini biar menjadi urusan orang tua aku." Dimas kembali tersenyum dengan polosnya

"Umurnya doang lebih tua dari aku, tapi kelakuannya masih kaya bocah. Berani berbuat ga berani bertanggung jawab, hutang-hutang dia tapi ga mau rugi sedikitpun." gerutu Viona dalam hatinya

[EXTRACT]

Setelah mengantarkan Dimas pulang, gadis itu segera bergegas ke restoran karena menyadari jika ia sudah sangat terlambat dari jam kerja yang seharusnya. Dan saat sudah sampai tepat di parkiran, ia pun langsung melangkah terburu-buru tanpa menyadari jika Dion tengah berlari panik ke arahnya lalu memeluknya secara tiba-tiba.

Deg. Viona merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga. Darahnya seakan berhenti mengalir dan tubuhnya pun menjadi kaku seketika.

"Viona, lo gapapa kan? lo baik-baik aja kan?." tanya Dion dengan sangat khawatir setelah melepas pelukannya lalu memegang kedua pipi Viona

"Gue? gue gapapa, gue juga baik-baik aja. Lo kenapa?." Viona mengerutkan kening heran

"Ga mungkin lo baik-baik aja, pasti ada yang terluka kan? mana? tangan lo? atau kaki lo yang terluka? atau yang lainnya?." Dion memperhatikan gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan teliti

"Gue gapapa Dion, ga ada yang terluka. Lo kenapa sih? aneh banget." Viona semakin tak mengerti

"Syukurlah kalau emang lo gapapa." Dion nampak mulai lega. "Soalnya tadi gue denger Dila lagi telponan sama lo, dan dia bilang lo masuk rumah sakit. Terus pas gue telpon berulang kali, ga lo angkat-angkat." lanjutnya dengan wajah muram

"Oh itu." Viona langsung terkekeh kecil. "Gue emang ke rumah sakit, tapi bukan gue yang sakit." lanjutnya santai

"Terus siapa?." Dion mengerutkan kening heran

"Dimas." Viona tersenyum kecil

"Dimas?." Dion nampak tak senang

"Iya. Jadi tadi pas gue mau berangkat kesini, gue ngeliat dia di pinggir jalan lagi dikeroyok gitu sama sekelompok orang." jelas Viona dengan tenang. "Karena kasian, ya gue tolongin deh terus gue bawa dia ke rumah sakit, dan gue juga nganterin dia pulang. Lagian lukanya cukup parah, jadi gue ga tega ngebiarin dia gitu aja."

"Oh." sahut Dion singkat

"Oh doang?." Viona mengerutkan kening heran

"Ya terus?." Dion menatap lurus gadis itu

"Terserah lo deh." acuh Viona sambil tersenyum kecil. "Eh tapi, tadi lo bilang lo nelponin gue berulang kali? emang lo punya nomer gue darimana?." lanjutnya dengan tatapan lurus

"Ya gu-gue kan pemilik restoran ini, jadi gue punya data semua karyawan disini dong, termasuk data lo. Wajar kan kalau gue punya nomer hp lo?." Dion nampak terlihat gugup

"Ya wajar sih, tapi ngapain lo tadi nelpon-nelponin gue segala?." tanya Viona sambil mendekati lelaki itu

"Kan tadi udah gue jelasin alasannya sama lo. Makanya gue nelpon lo, karena gue khawatir dan gue takut lo kenapa-napa." Dion nampak semakin gugup

"Hah? Dion khawatir sama gue." gumam Viona dalam hatinya

"Semoga Viona mengerti dengan apa yang aku katakan tadi." gumam Dion dalam hatinya. "Yaudah yu kita cek restoran." ajaknya sambil mulai melangkahkan kaki

"Cek restoran? ngapain di cek segala?." Viona mengerutkan kening heran saat berjalan di sebelah lelaki itu

"Maksud gue yang di lantai atas." Dion menunjuk ke arah balkon restorannya

Seketika Viona nampak begitu tercengang ketika melihat balkon restorannya Dion yang semula hanya tempat kosong biasa, tapi sekarang berubah penuh dengan kursi dan meja. Bahkan dari parkiran pun terlihat jika tempat itu dipenuhi oleh orang-orang yang tengah makan dan berduduk santai sambil mengobrol.

"Itu." Viona menunjuk ke arah balkon dengan wajah senang tak percaya

"Iya." Dion mengangguk singkat. "Hari ini lantai atas resmi gue buka sebagai bagian dari restoran kita." lanjutnya sambil tersenyum bahagia

"Hari ini? maksud lo tadi pagi?." tanya lurus Viona

"Iyalah tadi pagi. Lo sih datang jam segini, jadi ga tau apa-apa kan?." jawab Dion dengan sedikit ketus

"Ya gue kan udah kasih tau alasannya, gimana sih lo." Viona menunjukkan wajah sebal

"Gue cuma bercanda kali, yaudah kita masuk?." Dion tersenyum lembut sambil mengarahkan wajahnya ke dalam restoran

"Ayo." Viona mengangguk singkat lalu memasuki restoran bersama lelaki itu

"Gimana? langsung rame kan meskipun hari pertama?." tanya Dion saat mereka sudah berada di lantai atas

"Rame banget, eh tapi meja-meja itu, terus kursi-kursinya, dan semua yang ada disini kapan dirapihinnya? perasaan kemarin tempat ini masih kosong deh ga ada apa-apa." Viona menatap dengan sangat penasaran

"Semalam." sahut Dion singkat

"Hah semalam? tempat seluas ini, dirapihin hanya dalam waktu semalam?." Viona nampak tak percaya

"Iya emang semalam. Lagian karyawan cowo disini kan banyak jadi cepet lah, dan gue nyuruh beberapa orang dari ahli interior juga buat ngebantuin mereka." jelas Dion dengan sangat tenang

"Oh pantesan." sahut Viona singkat. "Eh tapi kenapa ga lo buka restoran lantai atas ini dari awal aja sih? kenapa baru sekarang?." tanyanya dengan tatapan lurus

"Ya tahap demi tahap dong. Lagian buat ngemajuin satu lantai restoran aja butuh waktu cukup lama dan kerja keras yang bener-bener ekstra, jadi gue mau langsung main buka tempat banyak gitu aja." Dion kembali menjelaskan dengan sangat tenang. "Gue pengen menikmati setiap prosesnya dari tahap satu ke tahap yang lain. Dan setelah restoran ini benar-benar maju, gue bakal coba buka cabang di beberapa tempat lain bahkan mungkin di luar kota."

"Lo pasti bisa. Gue doain semoga keinginan lo ini bisa segera tercapai." Viona langsung menepuk bahu Dion sambil tersenyum simpul

"Thanks ya." Dion balas tersenyum simpul

"Oke." Viona kembali tersenyum sambil menurunkan tangannya. "Dion benar-benar pekerja keras, beda banget sama Dimas." gumamnya dalam hati sambil menatap lembut lelaki itu

"Yaudah kerja gih, udah telat juga malah diem disini, bukannya langsung kerja." suruh Dion dengan wajah so tegas

"Emang gue juga tadi mau langsung kerja koq, lo aja malah ngajak gue kesini." sahut Viona dengan wajah so kesal

"Terus kenapa lo nurut?." Dion mengangkat sebelah alisnya

"Ya sebagai karyawan yang baik, gue kan harus nurut sama atasan." Viona tersenyum kecil

"Biar apa? biar gaji lo naik gitu?." goda Dion

"Nah tuh lo tau. Karena gue udah nurut sama lo, bulan depan gaji gue naikin ya 3x lipat." balas Viona yang langsung beranjak pergi

"Eh apaan 3x lipat, enak di lo ga enak di gue dong." Dion langsung mengejar gadis itu yang sedang menuruni tangga. "Lagian yang ada bukannya dinaikin, tapi di potong gara-gara hari ini lo telat datang kerjanya." lanjutnya sambil tersenyum kecil

"Ih koq di potong sih, gue kan ga sengaja telat datang kerjanya." Viona langsung menghentikan langkahnya. "Gapapa deh ga dinaikin gajinya, asal jangan di potong ya." sahutnya dengan wajah penuh harap

"Mmm gimana nanti aja deh." Dion langsung melanjutkan langkahnya untuk menuruni tangga

"Ih Dion koq lo gitu sih." Viona langsung mengejar lelaki itu

Namun tiba-tiba kakinya tersandung dan nyaris saja terjatuh. Beruntung Dion langsung menyadari dan segera menangkap gadis itu. Keduanya saling bertatapan dengan sangat dalam, tanpa menyadari jika sekarang mereka berada di dekat ujung tangga. Dan menjadi fokus perhatian banyak orang yang berada di lantai bawah.

Hingga akhirnya pandangan Viona tertuju pada orang-orang itu, dengan cepat ia pun langsung melepaskan dirinya dari pegangan Dion. "Gue duluan ya." sahutnya dengan gugup dan langsung beranjak pergi menuju ruangan loker karyawan melewati orang-orang tadi sambil menahan rasa malu

Bagikan ke Facebook

Artikel Terkait