Part 12 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 12 LOVE IN RAIN
Matahari sudah menampakkan diri. Sinarnya pun begitu menghangatkan jiwa. Sama halnya seperti senyuman di wajah Viona yang begitu hangat di pagi ini. Entah kenapa gadis itu terlihat sangat ceria sekali. Matanya pun terus berbinar sambil berdiri di depan cermin berukuran sedang yang menempel di dinding kamarnya. Kaos panjang dan celana jeans andalannya melekat pada tubuhnya yang mungil, melengkapi wajah natural juga rambut lurus sepunggung berwarna hitam. Tak lupa tas kecil yang selalu dipakainya setiap kali pergi santai, dan juga sepatu kesayangannya. Sederhana namun terlihat begitu cantik.
"Sayang, Dion udah datang tuh. Dia nunggu di luar." sahut Vina yang tiba-tiba masuk ke kamarnya Viona
"Oh iya Ma, Viona udah siap koq." Viona langsung menoleh sambil menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Kayanya ada yang beda deh." Vina memperhatikan anaknya itu dari ujung kaki sampai ujung kepala sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada
"Beda apanya? tampilan Viona masih kaya biasanya koq." Viona nampak tak mengerti
"Tampilan memang masih seperti biasanya, tapi wajah kamu yang beda." Vina langsung menyentil dagunya Viona. "Kaya ceria gimana gitu ya, udah ga sedih-sedih lagi." lanjutnya sambil tersimpul simpul
"Yah mama kirain apaan." Viona menekuk wajahnya sedikit. "Tapi bukannya ini yang mama inginkan? Viona kembali ceria, ga mengingat lagi masa lalu dan menatap masa depan." lanjutnya sambil merangkul bahu mamanya itu
"Masa depan bersama Dion?." tanya lurus Vina
"Ih mama koq Dion sih." Viona nampak sebal dan langsung menurunkan tangannya kembali
"Ya kamu kan tadi bilang masa depan." Vina menatap dengan santai
"Ya tapi bukan kesana maksudnya..."
"Terus kemana?." sela Vina
"Keluar tuh, kasian kak Dion udah nungguin lama." sahut Feby yang tiba-tiba datang
"Oh iya. Yaudah kalau gitu Viona pamit dulu ya Ma." Viona langsung mengecup hangat punggung kanan mamanya itu
"Inget jangan sampai lupa waktu ya, nanti kita ga jadi pergi lagi." Feby menatap dengan tegas
"Siap. Udah tenang aja, kakak pergi dulu ya." Viona mulai beranjak pergi
"Pergi sama masa depan ya." sahut Vina mencoba menggoda
"Mama." Viona langsung menoleh dengan senyum gemas sebelum akhirnya keluar dari rumah
"Hai." sapa Dion saat gadis itu sudah berada di teras rumah
"Hai. Sorry lama ya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Ga masalah. Kita pergi sekarang?." Dion menatap lurus gadis itu
"Lo ga mau pamit dulu gitu sama nyokap gue?." Viona menatap dengan heran
"Udah tadi. Malahan kami udah ngobrol banyak pas lo masih di kamar." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oh kirain lo mau langsung pergi gitu aja, ga pamitan dulu seperti yang biasa lo lakukan kalau kesini." sahut Viona dengan santai
"Jadi diem-diem lo suka merhatiin gue juga ya, sampai tau kebiasaan gue segala." Dion tersenyum dengan begitu percaya diri
"Mulai deh kepedean lagi." sindir Viona
"Lebih baik kepedean dong daripada minderan." Dion mengangkat sebelah alisnya dengan senyum jail
"Terserah deh." acuh Viona
"Gitu aja ngambek, udah ayo pergi." Dion langsung menggenggam pergelangan tangan kanan gadis itu
"Gue bisa jalan sendiri." Viona menepis pegangannya Dion dan langsung berjalan menuju mobil lelaki itu
Udara segar di pagi hari menemani perjalanan Viona dan juga Dion. Meskipun Viona tidak mengetahui kemana lelaki itu akan membawanya. Tapi ia nampak terlihat tenang dan ceria. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah taman kota. Taman yang sama dengan taman yang menjadi tempat saat Viona diputuskan oleh Dimas.
"Ayo turun." ajak Dion santai
"Kita mau ngapain kesini?." tanya lurus Viona
"Ya seperti yang lo bilang. Lo mau pergi ke tempat yang bisa membuat lo tenang dan fresh lagi, ya ini tempatnya." jelas Dion
"Ga, gue ga mau kesini." Viona nampak menjadi muram
"Kenapa?." Dion mengerutkan kening heran
"Pokoknya gue ga mau kesini. Mendingan lo bawa gue ke tempat lain aja." sahut Viona dengan nada kesal
"Ya tapi kenapa? apa yang salah dengan tempat ini?." Dion kembali mengerutkan kening heran
"Karena disini gue ga akan mendapat ketenangan, tapi justru akan mendapat kesedihan." jelas Viona
"Kesedihan? maksud lo?." Dion semakin tidak mengerti
"Karena ini adalah tempat dimana gue sering menghabiskan waktu dengan Dimas, dan juga ini adalah tempat dimana Dimas mutusin gue." jelas Viona kembali dengan dada yang mulai terasa sesak
"Apa? jadi?." Dion nampak merasa bersalah
"Karena itu, lebih baik kita cari tempat lain aja." ajak Viona
"Ngga, ngga. Kita ga akan pergi kemana-mana, kita akan tetap disini dan masuk ke taman itu." Dion menatap dengan tenang
"Maksud lo apa sih? lo mau gue inget lagi sama kejadian itu? lo mau gue sedih lagi?." tanya lurus Viona dengan kesal
"Bukan gitu. Tapi justru dengan membenci semua hal yang pernah ada hubungannya sama orang yang lo benci itu akan membuat lo semakin mengingatnya, jadi mending lo bersikap biasa aja." jelas Dion dengan tatapan lembut. "Kalaupun saat melihat tempat ini lo merasakan kepahitan, gue akan mengubahnya menjadi kebahagiaan."
"Tapi..." Viona mencoba memberi penjelasan
"Lo percaya sama gue. Kenangan pahit yang pernah lo alami di tempat ini, akan berubah menjadi kenangan manis." sela Dion dengan tatapan semakin lembut. "Lagipula taman ini luas, pasti ga semuanya berhubungan dengan Dimas dong." lanjutnya sambil tersenyum kecil
"Lo bener juga. Yaudah gue mau." Viona mulai terlihat tenang kembali
"Kita keluar sekarang?." tanya lurus Dion
Viona langsung mengangguk yakin, lalu kemudian keluar dari mobil lelaki itu.
"Sekarang gue tanya dulu, bagian mana aja dari taman ini yang pernah lo datangi sama Dimas?." tanya Dion saat mereka sudah berada di depan taman
"Cuma bagian samping taman di sebelah sana aja sih." Viona menunjuk ke arah barat daya yang berada cukup jauh dari tempatnya berdiri
"Oh itu doang. Gue emang ga tertarik juga sih buat ngajak lo kesana." Dion menanggapi dengan santai
"Terus ngapain lo nanya-nanya?." tanya lurus Viona
"Ya gue pengen tau aja kemana biasanya si Dimas Dimas itu ngajak lo pergi. Eh ternyata cuma duduk-duduk doang di kursi taman, sangat tidak menyenangkan." Dion tersenyum kecil
"Itu juga karena gue yang ngajak. Kalau ngga mana mau dia ke tempat terbuka kaya gini, dia lebih sering ngajak gue ke mall, bioskop, restoran dan tempat-tempat tertutup lainnya." jelas Viona
"Manja banget. Takut kulitnya rusak kali ya kalau main ke tempat terbuka kaya gini." sahut Dion dengan candaan
"Iya nanti kalau kepanasan kulitnya bisa gosong." balas Viona
"Udah ah jadi kebanyakan ngomongin dia." Dion langsung menarik pergelangan tangan kanan gadis itu
"Kemana?." tanya Viona saat mereka sudah mulai berjalan
"Nanti juga lo tau sendiri." Dion tersenyum santai sambil tetap menggenggam pergelangan tangan Viona
"Air mancur." sahut Viona saat mereka sudah berada di tengah-tengah taman sambil mulai duduk dan memperhatikan pancuran air itu
"Lo tunggu disini bentar ya." Dion tersenyum santai
"Lo mau kemana?." Viona mengerutkan kening heran
"Tunggu aja, nanti gue kesini lagi koq." Dion kembali tersenyum lalu beranjak pergi
"Entah kenapa lelaki itu selalu bisa membuatku merasa tenang." gumam Viona sambil tersenyum simpul lalu kembali memperhatikan air mancur
Memejamkan mata, menikmati suara air, juga merasakan hembusan angin. Jiwanya terasa begitu tenang. Pikirannya terasa begitu bersih tanpa beban. Hatinya pun terasa begitu damai.
"Viona."
Hingga akhirnya matanya kembali terbuka dan mulai memutar kepala ke arah suara itu.
"Hai." sapa Dion sambil menunjukkan beberapa balon yang dibawanya
Seketika Viona langsung berdiri dengan tatapan penuh keheranan. "Lo?." sahutnya sambil menunjuk balon-balon itu
"Ini buat lo." Dion tersenyum dengan begitu santai
"Buat gue?." Viona mengerutkan kening heran. "Lo pikir gue anak kecil, di kasih balon kaya gini." lanjutnya dengan senyum sinis
"Ga usah komentar dulu, sini biar gue jelasin." Dion langsung membawa gadis itu kembali terduduk. "Lo pegang dulu jarum ini." lanjutnya sambil memberikan sebuah jarum dari dua jarum di tangan kanannya
"Buat apa?." Viona masih tak mengerti
"Lo liat gue ya." Dion langsung menusukkan jarum yang dipegangnya pada salah satu balon
"Dion." teriak Viona yang tak tahan dengan suara letusan balon itu. "Lo gila ya, ngapain lo beli balon kalau buat dipecahin kaya gitu." lanjutnya dengan ketus
"Terserah lo mau bilang gue gila atau apa." acuh Dion. "Gini ya maksud gue itu, coba lo anggap balon-balon ini sebagai masalah atau beban yang sedang mengganggu pikiran lo. Jadi lo pecahin balonnya satu persatu, biar semua masalah dan bebannya hilang." lanjutnya dengan tatapan lembut
"Ngaco lo, apa hubungannya masalah gue sama balon itu." Viona tersenyum tak percaya. "Lagipula gue kan udah ga punya masalah lagi, paling cuma tentang Dimas aja." lanjutnya dengan tak bersemangat
"Nah justru itu, Dimas udah banyak membawa masalah dalam kehidupan lo. Udah bikin hubungan lo sama adik lo memburuk, bikin hubungan nyokap sama adik lo memburuk, dan membuat hati lo juga memburuk. Jadi lo luapin aja kekesalan lo sama si Dimas lewat balon-balon ini." Dion menatap dengan begitu tenang
"Ga ah ngapain, kaya ga ada kerjaan aja." acuh Viona
"Coba dulu." Dion langsung menarik tangan kanan Viona lalu membuat gadis itu menusuk salah satu balon dengan jarum yang dipegangnya
"Dion." teriak Viona sambil menutup sebelah telinganya
"Ya makanya lo coba sendiri, atau..." Dion kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya
"Dion." Viona langsung menepuk lengan lelaki itu dengan kesal
Namun Dion malah tertawa puas, dan disaat itu Viona membalas dengan memecahkan balon di dekat lelaki itu. Ia pun langsung tertawa ceria ketika melihat Dion begitu terkejut mendengar suara letusannya. Tak puas dengan itu, ia pun memecahkan satu balon lagi. Dan kembali tertawa dengan begitu cerianya karena berhasil lagi membuat Dion terkejut akan letusannya. Hingga akhirnya tersisa satu balon di tangan lelaki itu.
Dalam waktu yang bersamaan, Dion dan Viona menusuk balon yang tersisa itu hingga membuat keduanya saling terkejut. Lalu saling tertawa puas dan ceria, saling bertatapan juga saling merasa gembira.
"Ikut gue yu." ajak Dion yang mulai berdiri
"Kemana lagi?." Viona mengerutkan kening heran
"Udah ikut aja." Dion langsung menarik tangan gadis itu dan membawanya jalan cukup jauh
"Sepeda?." sahut Viona saat merasa sudah berada di tempat penyewaan sepeda
"Iya. Kita kelilingi air mancur ini dengan naik sepeda." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya sambil menatap ke arah air mancur sekilas
"Tapi kan sepedanya cuma satu." Viona menatap lurus lelaki itu
"Ya kita kan bisa boncengan." Dion menanggapi dengan santai
"Boncengan?." Viona nampak tercengang
"Iya. Udah ayo naik." ajak Dion saat sudah mulai menaiki sepeda itu
Perlahan Viona pun mulai naik menduduki jok belakang sepeda dengan posisi menyamping dan memegang kedua sisi jaket Dion.
"Megangnya yang bener dong." sahut Dion
"Ini juga udah bener." balas Viona
"Yaudah kalau sampai lo jatuh, berarti jangan nyalahin gue ya." Dion langsung mengayuh sepedanya dengan tidak seimbang secara sengaja sehingga gadis itu langsung memeluk erat pinggangnya
"Dion, lo sengaja ya." Viona langsung memukul punggung Dion dengan kesal
"Kan tadi gue udah bilang, makanya pegangan yang bener. Lo malah ga nurut sih." Dion menahan senyum sambil terus mengayuh sepedanya
"Nyebelin, bilang aja nyari kesempatan." kesal Viona
Namun Dion hanya tersenyum simpul, lalu membawa gadis itu mengelilingi air mancur.
Dan nampaknya Viona pun begitu menikmati kebersamaan itu. Sesekali ia merentangkan kedua tangannya sambil tertawa lepas, mengganggu keseimbangan Dion yang tengah mengendalikan sepeda, juga memegang erat pinggang lelaki itu sambil melihat kesana kemari dengan senyuman yang terus mengembang di wajahnya.
Sepertinya masih belum cukup juga bagi Dion untuk membuat gadis itu bahagia. Karena setelah bermain sepeda, ia pun mengajak Viona bermain balon air. Meniupnya bersama, berlomba untuk menciptakan gelembung yang paling besar dan paling banyak, juga saling tertawa ceria dan saling memecahkan gelembung yang sudah tercipta.
Hingga akhirnya ia mengajak Viona ke suatu tempat yang membuat gadis itu enggan dan ingin segera pergi dari sana. Tempat dimana terdapat kenangan pahit di dalamnya.
"Lo harus lawan rasa benci atau rasa sedih yang sedang lo rasakan saat ini, ubah semuanya menjadi kebahagiaan." Dion menatap dalam-dalam gadis itu
"Tapi gue ga bisa, tempat ini terlalu menyimpan banyak kenangan." elak Viona yang hampir beranjak pergi
"Percaya sama gue, kesedihan itu akan benar-benar segera berlalu." Dion mengangkat telapak tangan kirinya
Viona masih merasa ragu, namun setelah diyakinkan berulang kali, ia pun merekatkan jari jemari tangan kanannya pada celah jari jemari tangan kiri Dion. Yang kemudian langsung digenggam dengan sangat erat oleh lelaki itu.
"Jika lo berpikir gue bakal ngajak lo untuk duduk di kursi itu, lo salah besar." sahut Dion sambil mengarahkan wajahnya pada sebuah kursi di sebelah kanan tempatnya berdiri. "Karena gue hanya ingin mengubah makna tempat ini buat lo." lanjutnya sambil menatap lurus gadis itu
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Lo lihat anak-anak kecil disana." Dion menunjuk pada sekelompok anak yang tengah bermain bola di depan mereka. "Mereka aja bisa begitu cerianya di tempat ini, masa lo ga bisa." lanjutnya yang mulai kembali menatap Viona
"Ya iyalah mereka kan cuma anak kecil yang belum ngerti apa-apa, dan mereka juga ga pernah ngerasain apa yang gue rasain." sahut Viona dengan sedikit ketus
"Lo tuh ya." Dion menghela nafas sejenak. "Mendingan lo coba dulu deh, baru nanti lo bisa ngasih pendapat kaya gini."
"Ini bukan pendapat, tapi..."
Namun Dion tak menghiraukan gadis itu, ia langsung membawanya menghampiri sekelompok anak yang dimaksud tadi.
Membuat Viona kebingungan tentang apa yang akan dilakukan oleh Dion sekarang. Dan tanpa di sangka, lelaki itu mengajaknya bermain bola dengan mereka. Awalnya ia menolak, namun Dion terus memaksa. Hingga akhirnya ia bermain bola bersama mereka. Meskipun ia tidak mempunyai keahlian sama sekali dalam bidang itu, namun ia tetap berusaha mengikuti. Menggiring bola kesana kemari, meski selalu kecolongan. Dan tak bisa menahan lawan yang menembus dinding pertahanannya.
Namun ketika ia berhadapan dengan Dion, yang juga menjadi lawan mainnya. Ia bisa memasukkan bola berkali-kali ke dinding pertahanan team lelaki itu, karena ia selalu bisa mengelabui ketika Dion terdiam kaku saat saling bertatapan dengannya. Dan disaat menang di akhir pertandingan, ia pun nampak begitu gembira sambil adu tos dengan teman satu teamnya.
Lagi lagi Dion kembali berhasil menciptakan senyuman bahagia di wajah gadis itu. Namun semuanya masih belum cukup, ia mengajak Viona membeli ice cream di tepi taman. Saling melodeti ice cream nya ke wajah masing-masing, berlari kecil ketika ingin memberikan lodetan selanjutnya, dan saling tertawa lepas tanpa beban.
"Sumpah ya gue ga nyangka kalau ternyata lo itu orangnya seseru ini." sahut Viona sambil menghabiskan sisa ice creamnya
"Makanya jangan dulu menilai seseorang tidak baik sebelum lo kenal siapa orang itu sebenarnya." Dion menatap lurus gadis itu
"Oke deh sekarang gue mengakui kalau lo itu orang yang baik, baik banget." Viona menunjukkan wajah gemas
"Yeh biasa aja dong mukanya, ga usah so imut gitu." Dion langsung mencubit hidung Viona dengan sangat gemas
"Ih Dion, sakit tau." Viona langsung memegang hidungnya yang jadi memerah. "Lo tuh ya. " sahutnya sambil mencubit hidung Dion tak kalah gemas
"Awww." teriak Dion sambil mengelus-ngelus hidungnya yang jadi memerah juga. "Oh jadi lo ngebales ya." lanjutnya yang hendak mencubit hidung Viona kembali
Namun gadis itu langsung menahan tangan Dion, yang membuat keduanya saling bertatapan cukup dalam. Namun beberapa lama kemudian, mereka tersadar dan terlihat sama-sama salah tingkah.
"Kita duduk disana yu." ajak Dion sambil menunjuk pada rerumputan hijau
"Oke." Viona mulai berjalan lalu terduduk diikuti oleh lelaki itu
"Mmm Viona." sahut Dion yang sekarang duduk di sebelah Viona
"Iya." Viona menoleh dengan santai
"Lo terlihat lebih cantik kalau sedang seperti ini." Dion menatap dengan lembut
"Maksud lo?." Viona mengerutkan kening heran
"Ya maksud gue, lo terlihat lebih cantik saat lo lembut kaya gini, tersenyum bahagia dan tertawa lepas kaya tadi." Dion menatap dengan semakin lembut
"Oh." sahut Viona singkat. "Tapi, semua itu kan karena lo." lanjutnya dengan tatapan tak kalah lembut
"Karena gue?." Dion mengerutkan kening heran
"Iya. Setelah cukup lama, akhirnya gue bisa bahagia lagi. Bahkan jauh lebih bahagia dari gue yang dulu. Dan semua itu karena lo." Viona menatap dengan penuh arti
"Karena gue?." Dion mendekatkan wajahnya pada gadis itu
"M-maksud gue, ya karena semua yang lo lakukan hari ini. Bukan karena diri lo." Viona mencoba mencari alasan lain
"Oh kirain beneran karena gue." Dion kembali menjauhkan wajahnya
"Keburu kepedean sih lo." sindir Viona. "Duh kenapa sih gue sampai ngomong kaya gitu tadi." pikirnya dalam hati
"Oh iya Viona, lo suka naik motor ga?." tanya lurus Dion
"Lebih tepatnya sih bukan suka, tapi pernah suka naik motor." jawab Viona santai
"Maksud lo?." Dion mengerutkan kening heran
"Ya gue pernah suka naik motor, tapi dulu saat bokap gue masih ada. Tepatnya saat gue masih SMA, tapi semenjak itu gue ga pernah naik motor lagi." jelas Viona dengan wajah sedikit murung
"Saat bokap lo masih ada? emang sekarang dia kemana?." tanya lurus Dion
"Dia udah meninggal." jawab Viona dengan tenang
"Meninggal?." Dion nampak terkejut
"Iya." Viona mengangguk singkat
"Oh pantesan setiap kali ke rumah lo, cuma ada nyokap atau adik lo doang." sahut Dion dengan tenang. "Tapi kalau boleh tau meninggalnya kenapa?."
"Bokap gue sakit dan pada saat itu nyokap ga punya banyak uang untuk bawa dia ke rumah sakit. Sebenernya ada tabungan, tapi dia melarang nyokap untuk menggunakan uang itu karena dia bilang uangnya buat biaya kuliah gue dan juga Feby." jelas Viona dengan mata berkaca-kaca. "Dia pengen gue dan Feby bisa jadi orang yang sukses, sampai dia ga pernah memikirkan kesehatannya sedikitpun. Yang dia pikirkan hanya anak-anaknya, sama halnya dengan mama sekarang."
"Berarti kedua orang tua lo sayang banget ya sama lo dan juga Feby." Dion menatap dengan tenang
"Iya lo bener. Makanya itu gue beruntung banget punya keluarga seperti mereka." Viona mencoba tersenyum meski merasa bersedih. "Dan sekarang yang jadi keinginan gue adalah gue bisa membuat mama dan Feby bahagia suatu hari nanti."
"Lo pasti bisa." Dion balas tersenyum. "Eh tapi sorry ya gue ga bermaksud untuk buat lo sedih kaya gini." lanjutnya dengan wajah bersalah
"Nyantai aja kali, gue gapapa koq." Viona mencoba untuk terlihat ceria lagi. "Oh iya, cari makan yu. Gue laper." lanjutnya dengan manja
"Oh iya gue lupa, ini udah siang ya. Kita belum makan dari pagi." Dion tersenyum polos. "Yaudah bentar ya, lo tunggu dulu disini." lanjutnya yang langsung beranjak pergi
"Apa lagi yang mau dia lakukan." gumam Viona dengan wajah tak mengerti
Cukup lama ia menunggu, hingga akhirnya Dion kembali. Namun ketika melihat lelaki itu datang dengan tangan kosong, wajah yang tadi ceria berubah jadi kesal.
"Kenapa lo mukanya kaya gitu?." tanya Dion sambil tersenyum kecil
"Kesel sama lo." ketus Viona. "Udah main pergi gitu aja, eh datang-datang bukannya bawa makanan malah ga bawa apa-apa." lanjutnya dengan sebal
"Jadi intinya lo udah laper banget ya? yaudah ayo kita cari makan." Dion menanggapi dengan santai
"Baru mau cari? kirain tadi lo pergi itu buat mesen dulu makanannya." sebal Viona lagi
"Bawel banget sih." Dion tersenyum gemas. "Udah ayo." ajaknya yang langsung menarik tangan gadis itu
Namun Viona dibuat kebingungan, karena bukan membawanya ke tempat makan, Dion malah membawanya menunggu di pinggir jalan di tengah teriknya matahari. Hingga akhirnya ada seseorang yang menggunakan motor ninja berwarna merah lengkap dengan helm hitamnya datang menghampiri mereka.
"Maaf Den lama, ini kuncinya." sahut orang itu setelah turun dari motor dan memberikan kunci motornya pada Dion
"Dan ini kunci mobilnya, langsung dibawa ke rumah ya Pa." balas Dion sambil memberikan kunci mobilnya
"Baik kalau begitu saya permisi dulu Den." pamit orang itu. "Mari non." lanjutnya sambil menoleh ke arah Viona sekilas
"Mari." Viona menanggapi dengan wajah bingung
"Makasih ya Pa." sahut Dion
"Iya Den." balas orang itu yang kemudian pergi membawa mobilnya Dion
"Orang itu siapa? koq dia bawa mobil lo?." tanya Viona yang sejak tadi merasa sangat penasaran
"Dia Pak Willy supir di rumah, dia sengaja gue suruh kesini untuk nganterin motor ini dan bawa mobil gue pulang." jelas Dion dengan tenang
"Motor ini punya lo?." tanya lurus Viona
"Bukan, motor curian." jawab Dion sambil mulai mendekati motornya. "Yaiyalah motor gue, gimana sih lo." lanjutnya saat sudah menaiki motor itu
"Oh. Kirain lo ga punya motor, soalnya kemana-mana selalu bawa mobil." Viona tersenyum kecil
"Ini motor yang selalu gue pake pas masih SMA, tapi setelah lulus ga pernah gue pake lagi sampe sekarang." Dion tersenyum santai. "Dan motor ini juga yang selalu gue pake untuk ngebonceng cewe-cewe cantik." lanjutnya tersenyum jail
"Emang ada ya cewe yang mau sama lo?." Viona terlihat meremehkan
"Ya ada lah, orang gue ganteng gini. Makanya banyak cewe cantik yang ngerjar-ngejar gue." Dion tersenyum dengan bangganya
"Yayaya terserah lo aja deh." acuh Viona. "Eh tapi maksud lo bawa motor lo ini kesini buat apa?."
"Buat ngeboncengin lo." Dion menatap dengan genit
"Hah?." Viona nampak tercengang
"Ya tadi kan lo bilang, terakhir lo naik motor itu pas bokap lo masih ada. Jadi sekarang gue bakal membuat lo bisa merasakan naik motor lagi, anggap aja lo lagi melepas kangen sama bokap lo." jelas Dion dengan sangat tenang
"Maksudnya gue harus menganggap lo sebagai bokap gue gitu? ya ga mungkinlah." Viona terkekeh geli
"Ya ga harus menganggap gue sebagai bokap lo juga, lo boleh koq nganggap gue apapun sesuka hati lo." Dion menanggapi dengan santai. "Ayolah, gue juga kangen naik motor nih. Katanya lo laper, biar kita cepet pergi." ajaknya saat gadis itu hanya terdiam
"Yaudah deh." sahut Viona menyetujui
"Gitu dong." Dion langsung tersenyum lega. "Nih pake dulu helmnya." sahutnya sambil memberikan sebuah helm yang tadi menggangtung di bagian belakang motor
Viona pun mulai memakai helmnya bersamaan dengan Dion. Namun ia mengalami kesulitan, yang membuat lelaki itu langsung membantunya. Kembali saling bertatapan dengan dalam. Dan kembali juga salah tingkah.
"Ayo naik." ajak Dion dengan sedikit gugup
"Oke." Viona mulai naik dan memegang ragu punggung lelaki itu dengan kedua tangannya
"Lo mau jatuh pegangannya kaya gitu?." tanya Dion dengan santai
"Yaudah deh." Viona langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dion
Lelaki itu langsung tersenyum simpul, lalu mulai mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Ia memang sengaja memperlambat waktu agar bisa lebih lama berduaan di motor bersama Viona. Hingga akhirnya motornya harus terhenti di lampu merah, menunggu lampu hijau yang belum juga menyala.
Disaat itu Viona mencoba melirik kanan kiri menghilangkan rasa bosannya, lalu pandangannya tertuju pada sebuah mobil berwarna abu yang berada di sebelah kanannya. Kacanya terbuka dan pengemudinya menatap lurus ke arahnya, bahkan sejak tadi saat ia belum menyadarinya.
"Dimas." sahut Viona yang mulai mengenali orang itu
"Dimas." Dion mengerutkan kening heran lalu langsung menoleh ke belakang, kemudian melirik ke arah yang menjadi fokus pandangannya Viona
"Dion cepet jalan Dion. Gue ga mau ketemu sama dia." suruh Viona dengan sedikit panik
"Iya iya bentar, lo tenang." Dion mulai menjalankan motornya kembali saat lampu hijau sudah menyala
Lelaki itu mengemudikan motornya dengan cukup cepat, karena mobil Dimas terus mengikutinya. Terlebih karena Viona tidak ingin diikuti seperti itu. Sehingga ia terpaksa mengemudi secepat mungkin agar jejaknya tak ditemukan oleh Dimas.
Sementara Viona semakin mempererat lingkaran tangannya pada pinggang Dion demi keamanannya sendiri, sambil menundukkan kepalanya yang berhelm pada punggung lelaki itu. Tapi setelah beberapa lama kemudian, ia mulai mengangkat kepalanya kembali setelah menyadari jika Dion mengurangi kecepatannya dalam mengemudikan motor.
"Koq lo ga ngebut lagi?." tanya Viona dengan wajah kebingungan
"Iyalah, kan Dimas udah ga ngikutin kita lagi." jelas Dion santai
"Maksud lo dia udah kehilangan jejak kita?." tanya Viona lagi
"Iya, udah dari tadi malah." jawab Dion tak sadar
"Udah dari tadi?." Viona nampak tercengang. "Tapi lo ga ngasih tau gue dan malah santai-santai aja." lanjutnya mulai kesal
"Gu-gue tadi mau ngasih tau koq, cuma..."
"Ah udah deh, lo sengaja kan nyari kesempatan. Nyebelin banget sih." ketus Viona sambil memukul-mukuli punggung lelaki itu
"Eh, eh jangan mukul-mukul gitu dong. Nanti kalau kita jatuh gimana." Dion berusaha mengendalikan motornya yang mulai tidak seimbang
"Abisan lo rese banget." Viona mulai menurunkan tangannya
"Rese apa nyenengin?." goda Dion
"Apaan sih. Gue pukul lagi lo." Viona hampir memukul Dion kembali tapi tiba-tiba tersenyum sendiri lalu menurunkan tangannya
"Kenapa lo senyum-senyum sendiri kaya gitu?." tanya Dion sambil menatap gadis itu dari kaca spion
"Ngga, siapa juga yang senyum." elak Viona. "Udah cepetan bawa motornya, gue udah laper banget nih." suruhnya dengan sedikit ketus
Tanpa berkomentar, Dion langsung menambah kecepatan motornya sambil terus menatap Viona dari kaca spion dan sesekali tersenyum simpul. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah cafe, dan langsung turun dari motor menuju meja yang berada diluar cafe itu.
"Mas, saya pesan nasi goreng seafoodnya 1, chrispy chickennya 1, sama strawberry smoothinya 1 ya." sahut Dion saat seorang waiters menghampirinya
"Baik mas. Mba nya mau pesan apa?." Waiters itu melirik ke arah Viona
"Hah? Mmm samain aja deh ya mas sama dia." Viona tersenyum bingung
"Ciee yang pesanannya pengen disamain sama gue." sindir Dion setelah waiters yang tadi pergi
"Kepedean banget sih lo, siapa juga yang pengen disamain sama lo." ketus Viona
"Terus tadi itu apa?." Dion mengangkat kedua alisnya
"Tadi itu ya emang kebetulan aja gue pengen mesen kaya yang lo pesen." jelas Viona dengan sedikit gugup
"Yakin?." Dion menyondongkan badannya ke arah gadis itu sambil melipatkan kedua tangan di atas meja
"Yakin lah." Viona langsung memalingkan wajah
"Tapi koq gue ga yakin ya." Dion tersenyum jail sambil menatap gadis itu
"Arghh lo tuh ya." Viona langsung menoleh ke arah Dion. "Yaudah deh iya, emang gue sengaja mesen makanan dan minuman yang sama kaya lo." lanjutnya dengan nada kesal
"Kenapa?." tanya lurus Dion
"Ya karena..."
"Karena?." Dion menatap dengan penasaran
Viona langsung menyondongkan badannya ke arah lelaki itu dengan tangan sejajar lurus di atas meja, yang membuat keduanya saling berdekatan. "Gue kasih tau, tapi lo harus janji lo ga boleh ngetawain gue." sahutnya dengan tatapan serius
"Emang karena apa sampai lo ga mau gue ketawa?." Dion menatap dengan santai
"Duh lo tuh ya." Viona mulai kesal kembali
"Iya, iya. Gue janji." sahut Dion dengan tenang
"Semua itu karena gue ga pernah pergi ke cafe." jelas Viona dengan pelan. "Jadi gue ga tau mesti mesen apa, makanya gue ngikutin lo."
"Lo serius?." Dion nampak tercengang
"Iya." Viona mengangguk singkat. "Kenapa? nora ya? iya sih gue juga tau." lanjutnya lalu menunduk
"Ng-ngga koq, cuma gue ngerasa ga percaya aja gitu kalau lo ga pernah ke cafe." Dion tersenyum tak percaya
"Emang adanya gitu. Pas masih jadian sama Dimas juga, dia ga pernah bawa gue ke cafe, cuma ke restoran doang. Itupun yang selalu mesen makanannya dia, jadi gue ga tau apa-apa." Viona tersenyum singkat
"Oh." sahut Dion singkat. "Yaudah kalau gitu gue bakal sering-sering ngajak lo ke cafe ya." lanjutnya sambil tersenyum simpul
Namun Viona hanya membalas dengan senyuman kecil sambil kembali menyandarkan dirinya pada kursi, lalu mulai makan setelah pesanannya datang. Melahap semua makanannya dengan cukup cepat dan menyeruput minumannya sampai habis. Gadis itu memang merasa sangat lapar, sehingga tidak memperdulikan Dion yang sejak tadi terus memperhatikannya.
Hingga akhirnya Viona tersedak karena saking cepatnya makan, dengan cepat Dion pun langsung memberikan minuman miliknya pada gadis itu. Membantunya minum dari gelas yang dipegangnya.
"Makanya lain kali kalau makan itu pelan-pelan, jangan kaya orang ga makan sebulan." sahut Dion setelah Viona selesai minum
"Bukan cuma sebulan, gue udah 7 bulan tau ga makan gara-gara lo." Viona menatap dengan sebal
"7 bulan dari mana, orang cuma 7 jam juga." balas Dion dengan tatapan tak kalah sebal
"Iya deh 7 jam." Viona menahan senyum sambil memperhatikan wajah lelaki itu yang terlihat lucu baginya
Selesai makan, Dion mengajak gadis itu naik motor keliling kota. Menyusuri jalanan yang berbeda-beda dan menikmati keramaian kota sambil bercanda ria bersama. Bahkan sesekali Viona berdiri, baik dengan merentangkan kedua tangannya, sebelah tangannya atau bertumpu pada kedua bahunya Dion.
Sampai akhirnya tiba-tiba saja turun hujan, Dion dan Viona pun langsung segera bergegas menuju suatu halte yang mereka temui untuk berteduh. Sama-sama berdiri menghadap ke arah jalan di tengah hiruk pikuk semua orang yang juga berteduh disana. Merasakan hembusan angin kencang yang merasuk ke dalam pori-pori tubuh, juga merasakan cipratan air hujan yang dibawa oleh angin itu.
"Lama kan reda hujannya, coba kalau tadi kita terus jalan." sahut Dion sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada
"Terus maksud lo kita harus naik motor di tengah hujan deras gitu?." Viona menatap lurus lelaki itu
"Ya iyalah. Masa cuma karena hujan doang harus jadi penghambat." Dion menanggapi dengan santai
"Yaudah lo aja sana jalan sendiri. Gue sih ga mau ngambil resiko." Viona langsung memalingkan wajah
"Resiko apa? resiko sakit maksud lo?." tanya lurus Dion. "Kan lo udah membuktikan sendiri kalau hujan itu bukan penyebab lo sakit."
"Oke, mungkin emang sekarang gue udah percaya kalau hujan itu ga membuat gue sakit. Tapi itu bukan berarti kebencian gue sama hujan hilang." jelas Viona dengan sedikit tajam
"Jadi lo masih benci sama hujan? kenapa?." Dion mengerutkan kening heran
"Entahlah, rasanya setiap kali gue berada di tengah hujan selalu ada masalah yang menghampiri, dan ujung-ujungnya menciptakan tetesan air mata kesedihan." Viona langsung kembali menoleh ke arah Dion. "Jadi gue ga mau berada di tengah hujan itu lagi, karena pasti akan ada masalah setelahnya."
"Jadi secara ga langsung lo menganggap hujan itu selalu membawa kesedihan? dan dia menimbulkan banyak masalah dalam hidup lo?." Dion menatap dengan tenang. "Viona, Viona. Bukan hidup namanya kalau ga mempunyai masalah, semua orang pasti mempunyai masalah." lanjutnya sambil tersenyum heran
"Tapi kenyataannya dulu hidup gue selalu baik-baik aja, karena gue ga pernah terkena air hujan sedikitpun." jelas Viona
"Ya itu semua karena dulu lo masih anak-anak, jadi hidup lo selalu senang dan ga pernah ada beban." Dion menatap dengan sangat lembut. "Beda dengan sekarang, lo udah beranjak dewasa. Mempunyai masalah adalah suatu wajar, dan bahkan harus lo alami biar lo bisa lebih dewasa lagi."
"Dion, gini ya. Gue udah pernah menuruti kata-kata lo untuk mengubah sugesti gue tentang hujan, tapi untuk yang satu ini lo jangan ikut campur. Karena yang merasakannya itu gue, jadi lo ga bakal pernah ngerti." Viona menatap dengan sangat tegas
"Gue ga ikut campur, gue cuma..."
"Udah. Kalau lo masih mau mengeluarkan kata-kata mutiara lo itu, mendingan lo pergi aja biar nanti gue pulang sendiri." sela Viona
"O-oke, gue minta maaf. Gue ga bakal banyak ngomong lagi." sahut Dion dengan wajah bersalah. "Seseorang memang tidak bisa mencampuradukkan pemikirannya dengan pemikiran orang lain, karena masing-masing orang membunyai cara berpikir yang berbeda." gumamnya dalam hati
Menyadari Dion yang terus terdiam sejak tadi, membuat Viona sangat merasa bersalah akan perkataannya tadi. Namun ia tak berani menoleh, dan malah terus menatap ke arah air hujan yang membasahi jalanan. Tubuhnya mulai merasa kedinginan karena sudah berdiam cukup lama dalam kondisi seperti itu. Sambil menyilangkan kedua tangan dan mengelus-ngelus lengannya, ia mencoba menghangatkan tubuhnya kembali.
Hingga akhirnya tiba-tiba saja Dion menyelimuti setengah badan gadis itu dari arah belakang dengan sebuah jaket yang sejak tadi dipakainya. Sementara dirinya saat ini hanya menggunakan kaos pendek.
"Kenapa lo ngasih jaket lo ke gue? bukannya lo sendiri juga kedinginan." Viona langsung menoleh ke arah lelaki itu
"Lelaki itu diciptakan lebih kuat daripada perempuan, jadi sudah menjadi kewajibannya untuk selalu bisa melindungi dan menjaga perempuan yang bersamanya." Dion menatap dengan sangat lembut
"Oh, jadi ceritanya mau menjadi seorang pahlawan yang selalu bisa menjaga dan melindungi apa yang sedang diperjuangkannya gitu." Viona menanggapi dengan sedikit candaan
"Pahlawan yang sedang memperjuangkan cinta lebih tepatnya." Dion tersenyum hangat
"Cinta?." Viona mengerutkan kening heran
"Ya cinta kepada sesama maksudnya." Dion cepat-cepat mencari penjelasan
"Oh." sahut Viona singkat
"Udah mulai reda tuh hujannya, pulang sekarang aja yu." ajak Dion tiba-tiba
"Itu kan masih gerimis, ga mau ah." tolak Viona
"Terus lo mau sampai kapan nunggu disini? hari udah mulai gelap juga." Dion menatap lurus Viona
"Ya tapi kan..."
"Udah ayo." Dion langsung menarik tangan gadis itu dan berjalan menuju motornya
"Yaudah gue mau pulang sekarang." sahut Viona yang akhirnya menurut. "Nih pake dulu jaketnya." lanjutnya sambil memberikan jaket yang tadi menyelimutinya
"Udah lo aja yang pake, nanti lo masuk angin lagi." Dion bermaksud mengembalikan jaketnya
"Justru lo yang nantinya bisa masuk angin, kan lo di depan." Viona menatap dengan tenang
"Yaudah deh gue pake." Dion langsung memakai jaketnya sebelum akhirnya mulai mengemudikan motornya untuk mengantar gadis itu pulang
Menerobos jalanan yang terhalangi oleh rintik-rintik hujan dengan kecepatan sedang. Kembali bercanda ria lagi sambil terlibat beberapa obrolan. Namun kali ini Viona tak melingkarkan tangannya pada pinggang Dion, ia hanya memegang kedua bahu lelaki itu. Sambil sesekali berlenggak-lenggok ke kanan dan ke kiri mencoba mengganggu keseimbangan sambil tertawa lepas.