Part 10 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 10 LOVE IN RAIN
Sarah terlihat begitu sumringah saat melihat perkembangan restoran anaknya yang sangat pesat. Ramai dengan para pengunjung, pelayannya yang begitu ramah dan bekerja dengan sangat baik, juga perkembangan yang lainnya.
Rasa bangganya semakin bertambah, ketika Dion mengajaknya pergi ke dapur restoran. Dapur yang sangat bersih dan sehat, kehebatan para chefnya yang bisa meracik bumbu sehingga menghasilkan makanan-makanan yang begitu lezat, juga sikap profesional dari semua karyawannya.
Namun di tengah kebahagiannya atas kerja keras Dion yang sudah berhasil memajukan restoran itu, ada kegusaran di dalam hatinya. Ada pertanyaan yang terus memenuhi pikirannya.
"Dimana Viona?."
Hal itu yang menjadi fokusnya sekarang. Matanya pun terus saja bergerak kesana kemari, berusaha mencari keberadaan gadis itu.
Hingga tiba-tiba saja, Viona yang baru datang dari luar memasuki dapur dan melihat ada dua orang yang berdiri membelakangi dirinya, seorang lelaki menggunakan baju chef dan seorang perempuan di sebelahnya yang menggunakan dress pendek selutut dengan tas mewah di tangannya, juga rambut yang tergerai indah.
Karena sudah mengenal jika lelaki yang menggunakan baju chef itu adalah Dion, gadis itu pun langsung berjalan melewatinya untuk menghampiri chef Andi.
"Eh kelinci galak." Dion yang menyadari langsung menarik lengan Viona. "Maen lewat-lewat aja, permisi kek."
"Suka-suka gue dong, lagian kalau berdiri itu di tempat yang bener. Jangan ngehalangin jarang orang kaya gitu, tempat masih luas juga." ketus Viona sambil menatap lelaki itu
"Ya seengganya lo tau sopan santun lah, bilang permisi bisa kan?." Dion menatap lurus gadis itu
"Oke. Permisi." Viona menurunkan tangannya dari pegangan Dion. "Chef Andi, tadi kata Dila chef manggil saya ya? ada apa?." tanyanya yang langsung membalikkan badan ke arah ketiga chef yang berdiri menghadapnya
"Iya, pa Dion nanyain kamu." sahut chef Andi dengan santai
"Dion." Viona mengerutkan kening heran. "Ngapain lo nanyain gue?." tanyanya yang kembali menghadap ke arah Dion
Namun lelaki itu hanya terdiam, lalu saling bertatapan dengan perempuan yang berada disebelahnya. "Gue pengen ngenalin lo sama seseorang, yang pastinya semua orang disini udah tau orang itu siapa." sahutnya kembali menatap Viona
"Siapa?." Viona mengerutkan kening samar. "Orang di sebelah lo?."
"Iya." Dion mengangguk singkat
"Emangnya dia siapa? oh dia pacar lo ya?." Viona langsung berasumsi sendiri. "Eh tapi masa pacar lo ibu-ibu kaya gini. Mmm tapi bisa juga sih, secara cewe yang seumuran sama lo mana mau pacaran sama orang ngeselin kaya lo." lanjutnya sambil memperhatikan perempuan paruh baya yang berada di sebelahnya Dion yang terlihat masih segar dan juga cantik
Dion berusaha menghentikan celotehan Viona selanjutnya, namun perempuan di sebelahnya yang tak lain adalah Sarah, seolah menahannya untuk tetap diam.
"Kenapa lo diem? bener kan apa yang gue bilang?." tanya lurus Viona. "Chef, bener kan dia pacarnya si bos ngeselin ini?." lanjutnya sambil menoleh pada ketiga chef
"Mmm bukan Viona, dia itu..."
"Udahlah chef, ga usah nutupin gitu. Orang Dionnya aja udah mengakui koq." sela Viona saat chef Roy ingin menjelaskan sesuatu. "Tapi, koq bisa ya ibu-ibu ini mau sama si kucing rese itu."
"Hah? lo nyebut apa tadi?." Dion langsung terlihat kesal
"Kucing rese." Viona menatap lurus lelaki itu
"Enak aja, dasar lo kelinci galak." ketus Dion dengan tatapan kesal
"Eh lo yang enak aja, udah gue bilang kalau gue itu bukan kelinci galak." ketus balik Viona
"Kelinci galak." Dion tak menghiraukan gadis itu
"Lo tuh ya." Viona langsung memukul lengan Dion dengan sangat kesal
"Tuh kan galak." sahut Dion sambil menatap lurus Viona
"Lo." Viona hampir memukul lelaki itu lagi
"Ehm." Sarah mulai bersuara saat melihat percekcokan itu. "Kamu pelayan baru ya disini?." lanjutnya sambil menatap ke arah Viona
"Iya. Saya baru sebulan kerja disini." Viona menanggapi dengan santai
"Oh, pantesan saya baru lihat kamu sekarang." Sarah menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
Viona pun langsung memaksakan seulas senyum di bibirnya.
"Oh iya, kenalkan saya Sarah..."
"Oh jadi nama ibu, Sarah." Viona langsung memotong perkataan perempuan itu. "Dion gimana sih lo, katanya lo mau ngenalin gue sama pacar lo ini. Koq malah dia sendiri yang ngenalin dirinya." lanjutnya sambil menatap sinis Dion
"Bukan, saya bukan pacarnya Dion." sahut Sarah
"Terus ibu siapa? udah ibu ngaku aja, atau ibu malu ya punya pacar kaya dia." Viona tersenyum kecil
"Saya mamanya Dion." jelas Sarah dengan sangat lantang
"Hah? mama?." Viona terlihat sangat tercengang
"Iya, tante ini adalah mamanya Dion." Sarah menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Mama." Viona langsung gelagapan tak karuan. "Ini, nyokap lo?." lanjutnya sambil menoleh ke arah Dion
"Iya, ini nyokap gue." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
Seketika Viona langsung terdiam, ia tak berani berkutik apapun lagi. Entah harus ditutupi oleh apa wajahnya itu, agar tidak malu menghadapi semua orang yang ada disana. Benar-benar memalukan. Gadis itu sudah terlalu banyak berbicara dan mengoceh tidak jelas kepada ibu dari bosnya sendiri. Terlebih ia sudah menyebutnya sebagai pacar dari Dion. Sungguh keterlaluan, sangat tidak sopan.
"Kenapa jadi diem? ga diterusin ngocehnya?." tanya lurus Dion
Viona terus berusaha menghindari tatapan orang-orang disana, ini lebih dari memalukan.
"Nama kamu siapa?."
Pertanyaan itu langsung membuat tatapannyakembali terarah ke depan. "Viona, Bu." sahutnya gemetar
"Oh Viona." Sarah mengangguk santai. "Senang berkenalan dengan kamu." lanjutnya sambil mengulurkan tangannya
"Hah?." Viona semakin merasa tak karuan. "I-iya Bu." sahutnya sambil berjabatan tangan dengan Sarah
"Tante, panggil aja saya tante." Sarah menurunkan tangannya kembali sambil tersenyum kecil
"I-iya tante." Viona mencoba setenang mungkin
"Yaudah, kalau begitu mama tunggu di depan ya Dion." sahut Sarah yang kemudian pergi
"Iya Ma." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya. "Lo, ikut gue sekarang." lanjutnya sambil menatap lurus Viona
"Hah? kemana?." Viona terlihat begitu tercengang. "Duh, gimana nih. Apa jangan-jangan mamanya Dion marah besar ya karena sikap gue tadi, dan dia bakal mecat gue." pikirnya dengan penuh kecemasan
Perasaannya begitu gelisah, ketakutannya untuk di pecat pun sangat besar. Bagaimana tidak, sikapnya tadi memang sangat tidak pantas. Terlebih, tadi Sarah pergi begitu saja setelah berbicara dengannya.
Namun kini, kebingungan justru dirasakannya. Karena ternyata Dion mengajaknya ke parkiran menuju mobil, bukan ke ruangan kerja seperti yang dipikirkannya.
"Ayo masuk." ajak Dion setelah membukakan pintu belakang mobilnya
"Masuk? kita mau kemana?." Viona mengerutkan kening heran
"Udah masuk aja, nyokap gue pengen ngomong sama lo." suruh Dion sedikit tegas
"I-iya." Viona mulai masuk ke dalam mobil Dion
"Hallo Viona." sapa Sarah yang duduk di depan sambil menoleh ke arah gadis itu
"Hallo tante." sapa balik Viona dengan gugup. "Kayanya gue harus minta maaf deh, siapa tau aja nanti mamanya Dion bisa berubah pikiran, dan ga jadi mecat gue." pikirnya dalam kegusaran
"Viona." panggil Sarah
"I-iya tante." Viona langsung mengerjapkan matanya
"Kamu kenapa? koq jadi diem gitu?." tanya lurus Sarah
"Mungkin dia mendadak sariawan Ma." celetuk Dion yang baru masuk ke dalam mobil
Seketika Viona langsung menatap kesal lelaki itu, tapi ia berusaha mengendalikan dirinya.
"Tante." sahut Viona gemetar. "Saya minta maaf ya, atas sikap tidak sopan saya tadi. Saya ga tau kalau tante itu adalah ibunya pa Dion." lanjutnya dengan wajah yang terlihat sangat gusar
"Tidak masalah. Tapi, apa kamu sudah biasa bersikap seperti tadi sama anak tante ini?." Sarah menatap dengan tenang
"I-iya tante, saya tau itu memang tidak pantas. Tapi, anak tante sering sekali membuat saya kesal dan emosi." jelas Viona sambil menatap sinis Dion sekilas
"Oh." Sarah terlihat menahan senyum. "Dion ini emang suka bikin kesel orang, jangankan ke kamu, ke tante juga sering. Tapi ya sebenarnya, dia itu lelaki yang sangat baik." lanjutnya dengan senyum penuh ketenangan
"Hah? dia koq ga marah, padahal gue kan udah ngomongin hal-hal yang ga baik tentang anaknya itu." pikir Viona yang merasa heran
"Jadi wajar saja kalau kamu sampai terpancing emosi karena sikapnya itu." Sarah melanjutkan perkataannya
"Tante ga marah sama saya?." tanya lurus Viona
"Marah? marah kenapa?." Sarah mengerutkan kening heran
"Ya marah karena sikap ga sopan saya sama anak tante, terlebih karena sikap saya sama tante tadi." Viona menjelaskan dengan hati-hati
"Ngga lah, tante ga marah sama sekali." Sarah menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Berarti, tante ga akan mecat saya?." tanya Viona lagi
"Memangnya siapa yang bilang tante mau mecat kamu?." Sarah terlihat kebingungan
"Lalu untuk apa tante meminta saya kesini?." Viona menatap lurus perempuan itu
"Loh memangnya Dion belum ngasih tau kamu?." Sarah terlihat terkejut. "Dion." lanjutnya sambil menatap anaknya itu
"Iya deh Ma, maaf." Dion langsung terkekeh kecil. "Jadi sebenarnya, gue ngajak lo ikut gue itu buat belanja ke mall." lanjutnya sambil menahan senyum dan menoleh ke arah Viona
"Belanja? belanja untuk persediaan restoran maksud lo?." Viona menatap lurus lelaki itu
Dion hanya mengangguk dengan santai.
"Apa? jadi?." Viona mulai merasa kesal. "Oh ternyata Dion ngerjain gue. Dia sengaja ga ngasih tau tujuannya ngajak gue, biar gue jadi gelagapan ga jelas saat ngomong sama mamanya karena gue mengira bakal dipecat. Bener-bener ngeselin nih orang." geram Viona dalam hatinya
Sementara Dion, terus menahan tawa karena merasa berhasil telah membuat gadis itu diam tak berkutik, sambil mulai mengemudikan mobilnya.
Beberapa lama kemudian, mereka pun sampai di mall yang dimaksud tadi. Mereka mulai keluar dari mobil dan berjalan meninggalkan parkiran. Beriringan dengan langkah yang hampir seirama. Namun tepat di depan pintu masuk, langkah Viona terhenti ketika berpapasan dengan beberapa orang gadis.
Mata dari salah satu diantaranya tertuju dengan sangat tajam ke arah Viona, tanpa berkata sepatah katapun, gadis itu langsung pergi bersama yang lainnya.
"Feby." Viona berusaha mengejar. "Loh kenapa semakin hari malah semakin dia yang benci sama aku, bukannya kebalik." pikirnya dalam diam
"Viona, kamu kenal sama orang itu?." tanya lurus Sarah
"Iya tante, dia adik saya." jawab santai Viona
"Adik? adik yang..."
"Udah Ma, nanti keburu sore. Mending kita masuk sekarang." ajak Dion yang langsung menghentikan mamanya itu untuk berbicara lebih lanjut
Suasana tidak menyenangkan di restoran tadi, seakan menguap begitu saja. Buktinya, sekarang Viona malah mulai terlihat akrab dengan Sarah. Ia terlihat antusias sekali, ketika ibu dari bosnya itu mengajarkannya untuk memilah-milih bahan-bahan masakan yang segar dan bagus. Seolah sudah mengerti, ia pun langsung mengaplikasikannya untuk memilih sendiri sayuran yang akan dibeli.
Namun ternyata, Dion juga melakukan hal itu. Lelaki itu mengambil sayuran yang sama seperti yang di ambil olehnya. Yang membuat tangan keduanya berpegangan, lalu perlahan sama-sama mengangkat wajah dan saling bertatapan.
Seperti menikmati, Sarah tersenyum hangat menyaksikan pemandangan indah itu. Terlebih ketika melihat rona bahagia dari wajahnya Dion. Begitu menyejukkan hati, karena sudah cukup lama ia tak melihat anaknya seperti itu.
"Ehm."
Suara batuk palsunya langsung membuat Dion dan juga Viona terperanjat dan saling menjauh. "Udah selesai kan belanjanya?." tanyanya sambil menatap lurus kedua orang yang berada di hadapannya itu
"Udah tante, lagian udah kumplit juga." Viona langsung memasukkan sayuran yang tadi diambilnya ke dalam trolli yang tengah di pegang oleh Sarah
"Yaudah, kita langsung ke kasir aja." ajak Dion sambil mulai mendorong trollinya
Namun saat perjalanan menuju kasir, tiba-tiba Viona teringat akan uang dari gaji pertamanya yang saat ini tersimpan rapat di saku rok seragam kerjanya. Gadis itu mencoba memutar otaknya keras-keras agar mengetahui apa yang harus dilakukannya. Hingga akhirnya ia mulai mendapat ide, dan langsung menoleh ke arah Sarah yang berada disebelahnya.
"Tante." panggil Viona
"Iya Viona, kenapa?." tanya lurus Sarah
"Saya mau ke lantai atas dulu ya, ada yang mau saya beli. Kalau tante mau duluan, duluan aja. Nanti saya gapapa koq balik ke restorannya naik taxi." jelas Viona dengan tenang
"Emang lo mau beli apa?." tanya Dion yang langsung menoleh di tengah antriannya
"Gue belum tau sih mau beli apa, tapi yang jelas gue mau beli sesuatu buat nyokap gue." Viona tersenyum polos
"Mama kamu ulang tahun?." Sarah menatap lurus gadis itu
"Ngga tante, saya cuma ingin memberi hadiah aja. Karena hari ini kan saya mendapatkan gaji pertama saya." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Pantas saja Dion begitu luluh sama gadis ini. Karena selain cantik, dia juga baik dan sayang sama orang tuanya." gumam Sarah dalam diamnya. "Yaudah kalau begitu, biar tante temenin yu." ajaknya ramah
"Hah? ga usah tante, saya bisa sendiri koq. Lagipula tante pasti banyak urusan." tolak Viona lembut
"Gapapa, tante lagi nyantai koq. Tante temenin yah?." Sarah menatap penuh harap
"Iya, biar lo ditemenin sama nyokap gue aja. Nanti kalau gue udah bayar belanjaan ini, gue nyusul." suruh Dion
Dari satu tempat ke tempat lain, dari satu lantai ke lantai lain, Viona kunjungi bersama Sarah. Namun belum juga ada sesuatu yang menarik hatinya. Meski sesekali ibu dari bosnya itu memberikan saran, namun tidak juga sesuai dengan keinginannya.
"Semua tempat udah kita kunjungi, belum ada juga ya sesuatu yang menarik buat kamu?." tanya lurus Sarah
"Belum tante." Viona nampak muram. "Tante cape ya? yaudah kalau gitu tante pulang aja, biar saya cari sendiri." lanjutnya yang tak enak hati
"Ngga, ngga. Tante ga cape sama sekali, cuma tante jadi ikut bingung, sebenarnya sesuatu seperti apa yang ingin kamu beli?." Sarah menatap dengan sangat tenang
"Apa ya, intinya sesuatu yang akan membuat mama saya terkesan dan dia juga akan selalu menggunakan barang pemberian saya itu." jelas Viona
"Kenapa ga lo beli oven kue aja." sahut Dion yang tiba-tiba datang
"Oven kue?." Viona nampak berpikir
"Iya. Bukannya lo pernah bilang, kalau nyokap lo suka bikin kue untuk pelanggannya?." Dion mengangkat sebelah alisnya
"Oh iya, koq gue sampe ga kepikiran ya." Viona mulai mengingatnya. "Yaudah gue beli itu aja deh." lanjutnya yang langsung beranjak pergi
"Mamanya Viona punya toko kue?." tanya lurus Sarah
"Ngga, dia bikin di rumah kalau ada orang yang memesan." jelas Dion santai
"Oh, orderan kue gitu?." Sarah menatap lurus anaknya itu
"Ya seperti itulah." Dion mulai berjalan menyusul Viona, yang kemudian diikuti oleh Sarah
Viona terlihat kembali kebingungan, saat memilih oven mana yang harus dibelinya. Hingga akhirnya pemilik toko menunjukkan salah satu oven terbaik yang berada disana. Sebuah oven listrik yang canggih dan biasa digunakan oleh orang-orang kaya.
"Harganya berapa ya Pa?." tanya Viona pada pemilik toko itu
"Yang ini harganya 3 juta mba."
"3 juta?." Viona terlihat begitu tercengang
"Iya, karena ini kan pake listrik dan sudah canggih juga." jelas pemilik toko itu
"Kalau 3 juta, berarti pas banget dong sama gaji gue ini. Tapi, gapapa deh gue kan bisa nabung dari gaji-gaji gue selanjutnya." pikir Viona dalam diamnya
"Gimana jadi ga mba?." Pemilik toko itu memastikan
"Hah iya?." Viona terperanjat dari lamunannya
"Viona kenapa?." tanya Sarah yang berdiri dibelakang Viona
"Lo kekurangan uang?." tambah Dion yang langsung disenggol oleh mamanya itu
"Gapapa tante." sahut Viona santai. "Jadi koq Pa, ini uangnya." lanjutnya yang mulai merogoh saku rok
"Baik kalau begitu, mau di kirim kemana mba?." tanya pemilik toko setelah menerima uang dari Viona
"Ke Jl. Kenanga No. 7, tapi pembelinya atas nama Vina aja ya Pa, jangan nama saya." jelas Viona dengan santai
"Baik mba. Akan saya kirimkan secepatnya, terimakasih untuk kepercayaannya karena telah membeli barang di toko saya ini." pemilik toko itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah
"Terimakasih kembali Pa." Viona tersenyum balik sambil berjabatan tangan
Wajah gadis itu terus saja berseri-seri. Hingga tak menyadari jika sejak masuk ke dalam mobil hingga saat di perjalanan seperti ini, Dion dan Sarah terus saja memperhatikannya. Keduanya saling tersenyum dan bertatapan melihat tingkah gadis yang duduk di jok belakang itu.
"Viona, kamu keliatannya seneng banget ya sejak keluar dari mall tadi." sahut Sarah sambil menoleh ke arah gadis itu
"Iya tante, karena ini untuk yang pertama kalinya saya memberikan sesuatu untuk mama saya dari hasil kerja keras saya sendiri." Viona tersenyum dengan rona bahagia
"Oh, pantas saja." Sarah membalas dengan senyuman hangat
Namun di tengah kedamaian suasana, tiba-tiba saja ponsel Viona berdering. Gadis itu pun segera merogoh sakunya, dan mulai menatap layar ponselnya.
DIMAS
Nama itu tertera dengan sangat jelas di panggilan masuknya, yang membuat rona bahagia di wajahnya tadi berubah menjadi muram seketika.
"Koq teleponnya ga di angkat Viona?." tanya Sarah heran
"Ngga penting tante, nomor ga di kenal." Viona meyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Oh, orang iseng mungkin ya." sahut Sarah santai
"Udah sampai." sahut Dion yang mulai menghentikan mobilnya di pinggir jalan
Perlahan Viona pun mulai keluar dari mobil mengikuti Dion dan Sarah yang sudah keluar lebih dulu. Pandangannya langsung tertuju pada sebuah rumah yang sangat besar dan mewah yang berada di hadapannya.
Gerbang dengan pagar menjulang tinggi, pekarangan yang terlihat sangat luas dan dipenuhi tanaman hias di sekitarnya, juga kemegahan yang lainnya.
"Benar-benar istana. Kapan ya gue bisa tinggal di rumah seperti ini." gumam Viona dalam hatinya
"Viona, mau mampir dulu ke dalam?." ajak Sarah dengan sangat ramah
"Ga usah tante, lagian saya kan harus balik kerja lagi." tolak Viona lembut
"Oh, bener juga sih. Tapi lain kali main ya kesini, nanti tante suruh Dion buat ngajak kamu." Sarah tersenyum menatap ke arah Dion
"Hah? i-iya Ma, nanti kapan-kapan Dion ajak Viona ke rumah." Dion menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Kalau gitu, saya pamit dulu ya tante." Viona langsung mengulurkan tangannya
"Oh iya, hati-hati di jalan ya cantik." Sarah menerima salaman tangan gadis itu
Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam.mobil dan pergi bersama Dion. Meninggalkan istana mewah itu. Duduk saling bersebelahan selama perjalanan dan terlibat obrolan kecil mengenai hadiah yang dibeli oleh Viona tadi.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Viona baru saja keluar dari taxi di depan rumahnya, lebih tepatnya sekitar 5 m menuju rumah.
Dengan langkah perlahan, gadis itu berjalan santai lalu membuka pintu rumah yang memang tidak terkunci. Melewati ruang tamu dan melihat mamanya yang tampak seperti melamun sambil menunggu kue yang tengah dipanggangnya matang.
"Mama." panggil Viona mengagetkan
"Eh sayang, kamu udah pulang?." Vina terlihat terkejut
"Udah Ma. Mama ngapain sih pake ngelamun kaya gitu, nanti kuenya gosong loh." sahut Viona
"Ngga sayang, cuma mama bingung aja karena tadi sore ada yang ngirim paket kesini." jelas Vina
"Paket apa?." Viona mengerutkan kening heran
"Oven kue yang itu." Vina menunjuk ke atas meja. "Padahal mama kan ga pernah mesen, tapi di tanda pembayarannya atas nama mama." lanjutnya kembali menatap ke arah Viona
"Ya oven itu emang buat mama." Viona menanggapi dengan santai
"Tapi kan mama ga beli. Lagian itu oven mahal, uang dari mana mama bisa beli barang kaya gitu." Vina menunjukkan wajah penuh keheranan
"Mama emang ga beli, tapi Viona yang beliin ini untuk mama." Viona berjalan mendekati oven itu
"Kamu? uang dari mana? kamu pake uang tabungan ya?." Vina nampak tercengang sambil berjalan mendekati Viona
"Ngga Ma, hari ini kan tepat sebulannya Viona kerja. Jadi Viona dapat gaji pertama, dan Viona beliin ini deh untuk mama." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Gaji? emang gajinya besar ya?." tanya lurus Vina
"Lumayan sih Ma 3 juta, ya meskipun Viona kerjanya paruh waktu. Tapi kan restorannya Dion itu restoran mewah, makanannya aja mahal-mahal. Jadi gajinya juga cukup besar." jelas Viona dengan sangat santai
"Berarti kamu pakai semua gaji pertama kamu buat beli oven ini?." Vina menatap lurus anaknya itu
"Iya." Viona mengangguk santai
"Sayang, kenapa buang-buang uang kaya gitu. Lebih baik kan kamu tabung uangnya." Vina terlihat tak senang
"Viona ga buang-buang uang Ma, justru dengan oven ini bisa membuat usaha mama semakin berkembang. Bikin kuenya bisa lebih banyak, lebih cepet, biar mama ga usah begadang lagi hanya untuk memanggang kue dengan oven yang sudah rusak itu." Viona menatap ke arah oven yang sudah usang di atas kompor
"Tapi sayang, uang itu kan bisa untuk keperluan kamu, atau untuk beli apa aja yang kamu inginkan. Kamu ga perlu beliin apa-apa untuk mama, utamakan dulu kebutuhan kamu." Vina menatap dalam-dalam anaknya itu
"Ma, selama ini mama selalu mendahulukan kebutuhan Viona ataupun Feby. Sekarang, apa Viona salah jika ingin memikirkan kebutuhan mama terlebih dahulu? Viona tau ma, tabungan mama yang mama gunakan untuk bayar uang rumah sakit waktu itu, sebenarnya untuk beli oven baru kan?." Viona menatap dengan lembut. "Tapi mama harus nabung lagi dari awal hanya gara-gara Viona."
"Ngga, sayang. Mama kan udah pernah bilang, itu sudah kewajiban orang tua untuk memenuhi semua kebutuhan anaknya. Jadi kamu ga perlu ngerasa bersalah karena hal itu." Vina semakin mendekat dan memegang lembut pipi kanan Viona
"Semua ini Viona lalukan bukan karena rasa bersalah Ma, tapi karena Viona sayang sama mama. Viona ingin membuat mama bahagia, Viona ingin memberikan sesuatu untuk mama dari hasil kerja keras Viona sendiri." Viona menatap dengan tegas
Seketika batin Vina langsung terenyuh mendengar kata-kata anak pertamanya itu, ia pun langsung memeluk erat-erat putri cantik yang selama ini dibesarkannya.
"Makasih sayang, makasih karena kamu sudah menyayangi mama seperti ini. Mama juga sayang sekali sama kamu." Vina mulai meneteskan air matanya sambil memegang pipi Viona dengan kedua tangannya
"Mama apaan sih, Viona kasih hadiah bukannya seneng malah nangis kaya gini." Viona menunjukkan wajah sebal
Vina pun langsung menghapus air matanya sambil menahan tawa, namun tetap menunjukkan wajah sendu. "Mama seneng koq, seneng banget. Cuma mama terharu aja karena anak mama ini ternyata sudah besar dan punya rasa peduli cukup besar pada orang lain." sahutnya lembut
"Koq orang lain sih, mama kan mama aku. Udah kewajiban aku dong untuk selalu peduli dan sayang sama mama." Viona tersenyum kecil
"Iya sayang." Vina tersenyum penuh arti. "Yaudah ovennya mama terima dan akan selalu mama pakai. Tapi untuk malam ini, biar mama pake oven yang lama dulu ya. Itung-itung perpisahan sebelum nanti mama tuker dengan uang." lanjutnya terkekeh kecil
"Oke kalau gitu, tapi sekarang biar Viona yang menyelesaikan pekerjaan mama ini. Mama duduk aja." Viona tersenyum gemas sambil mendudukkan mamanya ke kursi makan
"Tapi sayang..."
"Eitss ga boleh nolak." sela Viona
"Yaudah mama ga akan nolak, tapi kamu harus janji ya gaji-gaji kamu berikutnya harus kamu tabung untuk keperluan kamu." sahut Vina dengan sedikit tegas
"Siap." Viona tersenyum dengan sangat ceria. "Pasti Ma, aku pasti akan rajin nabung agar bisa membuatkan toko kue untuk mama." gumamnya dalam hati
Ibu mana yang tidak akan bahagia jika mempunyai anak yang begitu menyayangi dan memperdulikannya. Ibu mana yang tidak akan terenyuh hatinya jika anak yang dibesarkannya dengan penuh kelembutan selama ini, juga melakukan hal yang sama kepada dirinya di masa sekarang.
Seorang ibu tidak akan meminta balasan atas semua jasanya, namun jika anaknya sendiri yang memang ingin melakukan hal itu, bukankah itu sangat membanggakan. Karena dari hasil didikannya tercipta seorang anak dengan seluruh sifat yang mungkin sangat didambakan oleh para orang tua di luar sana.
"Mama janji sayang, mama akan selalu berusaha untuk membahagiakan kamu. Tidak akan mama biarkan seorang pun bisa menyakiti kamu, seperti yang telah dilakukan oleh Feby dan juga lelaki itu." gumam Vina dalam hatinya sambil menatap ke arah Viona yang tengah menyelesaikan pekerjaannya dengan begitu semangat
***
Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, begitupun dengan pagi ini. Mungkin sudah hampir dua minggu berlalu. Keceriaan yang selalu terjadi di ruang makan tidak ada lagi. Canda tawa kedua dari kedua anaknya tidak ditemukannya lagi.
Vina begitu merindukan masa-masa itu. Masa dimana ia berkumpul bersama dengan Viona dan juga Feby. Sarapan bersama, makan siang bersama, makan malam bersama, membuat kue bersama, dan hal lainnya yang selalu dilakukan bersama.
Namun sekarang, semuanya telah berubah. Kebersamaannya tidaklah lengkap, hanya dengan salah satunya saja ia bisa merasakannya. Jika Viona yang bersamanya, maka Feby yang tidak ada. Dan jika Feby yang bersamanya, maka Viona yang tidak ada. Hal itu yang terus terjadi selama beberapa waktu ini.
"Aku harus segera memperbaiki hubungan mereka." gumam Vina sambil mulai berdiri dari tempat duduknya
Namun saat hendak melangkah, Viona datang berjalan ke arahnya.
"Mama mau kemana?." Viona mengerutkan kening heran
"Mama mau menemui kamu dan juga Feby." jelas Vina
"Aku dan Feby?." Viona kembali mengerutkan kening heran. "Sepertinya aku harus segera memperbaiki hubunganku dengan Feby. Kasian mama, dia pasti merasa sedih dengan keadaan ini." gumamnya dalam hati
"Karena kamu udah ada disini, berarti mama tinggal panggil Feby aja." Vina mulai beranjak pergi
"Ma, biar Viona aja yang panggil Feby." Viona langsung menarik lengan memanya itu
"Kamu?." Vina nampak tak percaya
"Udah, mama duduk lagi aja. Viona akan bawa Feby kesini, biar kita bisa sarapan bersama." Viona menyunggingkan seulas senyum di bibirnya
"Syukurlah semuanya akan segera membaik hari ini." lega Vina sambil menatap haru ke arah Viona yang melangkah pergi
Perlahan Viona melangkahkan kakinya, berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap menemui Feby, meski keraguan datang menghampirnya. Hingga akhirnya ia berhenti di ambang pintu kamar adiknya itu, melihat adik kesayangannya yang tengah bersiap-siap untuk pergi kuliah.
Terbayang dalam benaknya, semua kebersamaan yang telah ia lewati selama ini bersama dengan Feby. Suka duka, canda tawa, keceriaan, dan semuanya. Saat ini ia benar-benar merindukan semua itu.
"Ngapain lo berdiri disitu?." tanya Feby yang mulai menyadari kehadiran Viona
"Kakak tau kamu mungkin masih marah. Tapi kakak kesini, untuk menjelaskan semuanya." Viona berjalan mendekati adiknya itu. "Kakak tidak pernah sedikitpun berpikiran untuk menjadi anak emas di rumah ini, apalagi merebut semua kasih sayang mama dan papa. Jika kamu berpikiran mama lebih sayang dan memperhatikan kakak daripada kamu, kamu salah. Mama itu ga pernah membeda-bedakan kita berdua."
Feby terlihat langsung menghela nafasnya sejenak. "Gue juga udah mencoba memahami semuanya. Tapi kenyataannya memang mama lebih peduli sama lo dibandingkan gue." sahutnya dengan ketus
"Atas dasar apa kamu mengatakan semua itu? apa kamu sadar, semenjak masuk kuliah kamu lebih sering menghabiskan waktu di luar. Main sama teman-teman kamu, shopping, nongkrong ga jelas di cafe, selalu banyak meminta tanpa peduli apakah mama itu punya uang atau ngga." jelas Viona dengan tenang. "Mungkin selama ini mama selalu menuruti dan memberikan yang kamu minta, tapi apa kamu pernah memikirkan kalau mama selalu mengesampingkan kebutuhannya demi untuk memenuhi keinginanan kamu. Dia ga peduli sama dirinya sendiri, karena yang dia pedulikan hanya kebahagiaan anak-anaknya."
"Ya itu kan emang udah kewajiban mama untuk memenuhi semua kebutuhan kita. Lagian apa salahnya kalau gue lebih sering menghabiskan waktu di luar, pergi nongkrong, shopping ke mall. Wajar dong, kalau gue menghabiskan masa muda dengan seperti itu. Lo juga pasti jenuh kan kalau tiap hari cuma rumah-kampus rumah-kampus doang." ketus Feby lagi
"Ya itu emang wajar, tapi kamu juga harus menyesuaikan dengan kemampuan kita, kamu harus lihat keadaan kita ini seperti apa. Kita bukan orang kaya seperti mereka, yang tinggal meminta sama orang tuanya untuk membeli apapun yang diingankannya." tegas Viona. "Apa kamu ga kasian ngeliat mama nyari uang sendirian untuk memenuhi semua kebutuhan kita? tapi kita sebagai anaknya hanya tau meminta dan meminta tanpa kita pernah memikirkan bagaimana lelahnya dia berjuang sendirian."
Seketika Feby langsung terbungkam dan tak mampu berkutik lagi.
"Mungkin mama memang akan selalu melakukan apapun untuk kebahagiaan kita, dalam keadaan sesulit apapun. Dan dia ga pernah meminta apa-apa dari kita, atau meminta balasan sedikitpun. Karena yang dia inginkan hanya kita tetap rukun, selalu ada bersamanya, menyanyanginya dan bisa meluangkan waktu untuk dia meski hanya sedikit." tegas Viona lagi. "Jadi kalau kamu ngerasa mama lebih sayang sama kakak, itu semua karena kamu sendiri yang jarang ada waktu untuk mama. Makanya mama terkesan lebih dekat sama kakak, karena kakak lebih sering ada di rumah. Sekalipun sekarang kakak kerja, tapi setidaknya kakak tetap berusaha meluangkan waktu kakak untuk mama."
Feby mendadak meneteskan air mata mendengar semua yang dikatakan oleh kakanya itu. Hatinya terasa sakit dan dipenuhi oleh rasa bersalah. Kebenciannya pada Viona memanglah tidak benar dan tidak seharusnya.
"Kak, maafin aku ya. Selama ini aku udah salah, aku dipenuhi oleh rasa kebencian sehingga aku ga bisa melihat semuanya dengan benar. Padahal seharusnya aku sadar, aku yang salah dan mama ga pernah pilih kasih sedikitpun. Aku yang jarang ada waktu untuk mama, aku yang..."
Viona langsung menarik Feby ke dalam pelukannya, ia berusaha menenangkan adiknya itu yang tengah terisak dalam tangis penyesalan. "Kamu ga perlu menyalahkan diri kamu seperti ini. Yang terpenting sekarang kamu udah menyadari kesalahan kamu, dan kita bisa perbaiki semuanya bareng-bareng. Kita bersatu untuk membahagiakan mama, jangan sampai terpecah belah lagi." sahutnya sambil terus mengelus kepalanya Feby
"Iya kak, aku janji aku ga bakal kaya gini lagi. Kita akan selalu hidup rukun, kita akan hidup seperti dulu lagi, saling menyayangi, saling mendukung dan selalu bersama dalam keadaan apapun." lirih Feby sambil mempererat pelukannya
"Iya. Apapun yang terjadi kita akan selalu bersama." Viona mengecup hangat kepala adiknya itu dengan air mata yang mulai menetes
"Hal inilah yang sangat mama rindukan selama beberapa waktu terakhir ini." sahut Vina yang tiba-tiba sudah berada di kamarnya Feby
Mendengar itu, Viona dan Feby pun langsung saling melepas pelukannya, saling bertatapan dan tersenyum, lalu beranjak menghampiri mamanya itu dan memeluknya dengan sangat erat.
"Terus seperti ini ya sayang." Vina mengecup hangat kepala Viona dan juga Feby secara bergantian, yang saat ini tengah memeluknya di dua sisi yang berbeda
"Iya Ma. Kita janji." sahut kedua anaknya itu secara bersamaan sambil tersenyum haru
Tidak ada yang lebih bahagia selain mempunyai keluarga yang saling mengasihi dan menyayangi. Karena bahagia tidak perlu mewah, cukup dengan kesederhanaan yang bisa menyejukkan hati dan juga mendamaikan jiwa.
***
Hidup kadang seperti hujan yang juga diikuti oleh angin kencang. Hembusannya bisa menghancurkan hubungan yang sudah terjalin dengan kuat, sehingga menimbulkan kepedihan yang mendalam. Namun setelah hujannya reda, anginnya pun pergi. Tangisan mereda, masalahnya pun terselesaikan. Hingga hubungan yang masih bisa diselamatkan pun kembali terjalin dengan baik.
Viona begitu bahagia dan lega, karena keluarganya sudah kembali harmonis seperti dulu. Dan ia tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan hubungan itu lagi. Terurama Dimas, ia bertekad untuk tidak akan menerima lelaki itu lagi di dalam kehidupannya. Sekalipun sekarang ia sudah mengetahui apa alasan Dimas memutuskan dirinya dan lebih memilih Feby, juga mengetahui jika adiknya telah memanfaatkan mantan kekasihnya itu.
Dengan langkah pasti Viona melangkah memasuki gerbang kampus. Menjalani rutinitasnya sebagai seorang mahasiswi. Menyelesaikan ujian yang berakhir hari ini. Dan tinggal mempersiapkan diri untuk tingkat akhir yang akan dijalaninya beberapa bulan yang akan datang, setelah liburan panjangnya selesai.