Part 1 LOVE IN RAIN
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Part 1 LOVE IN RAIN
Hari sudah malam. Tapi jalanan masih saja ramai. Kendaraan pun masih padat merayap. Membuat kesabaran Viona yang tengah berada di dalam taxi meredup. Tanpa banyak berdiam diri lagi, gadis itu pun langsung segera keluar dari taxi dan lebih memilih untuk berjalan kaki menuju taman kota yang jaraknya masih 2 km dari tempatnya tadi.
Lelah. Itu tak perlu ditanya. Karena yang terpenting baginya adalah segera sampai ke tempat dimana kekasihnya tengah menunggunya sekarang. Hembusan angin kencang yang merasuk ke dalam pori-pori tubuhnya pun, sama sekali tidak ia hiraukan. Gadis itu terus saja mempercepat langkahnya, meski berulang kali nafasnya tersendat-sendat. Hingga akhirnya langkahnya terhenti saat melihat kekasih yang begitu dicintainya sudah terduduk manis di kursi tempat biasa mereka menghabiskan waktu berdua.
"Dimas." Viona langsung berlari kecil ke arah lelaki yang dimaksudnya
"Hai." balas Dimas yang langsung berdiri dengan wajah datar
"Maaf ya aku telat." Viona menunjukkan wajah bersalah
"Gapapa koq. Duduk Vio." Dimas kembali duduk, masih dengan wajah datar
"Kamu ada apa? koq nyuruh aku malem-malem kesini?." Viona menatap lurus Dimas dari samping
"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu." Dimas menoleh ke arah Viona
"Apa?." alis Viona terangkat
"Aku mau putus sama kamu." Dimas mengucapkannya dengan sangat jelas
"Putus? kenapa?." seketika Viona merasakan sesak di dadanya
"Kamu ga perlu tau kenapa, yang jelas aku mau putus dari kamu." Dimas langsung berdiri tanpa menatap Viona sedikitpun
"Kamu ga bisa kaya gini. Apa salah aku? kamu bilang, biar aku ubah semua hal yang kamu ga suka dari aku. Tapi tolong jangan tinggalkan aku." Viona menggenggam tangan Dimas dengan penuh harap
"Kamu ga perlu merubah apa-apa. Karena kita sudah tidak bisa bersama lagi."
"Tapi kenapa? beri aku alasan, kenapa kamu tiba-tiba memutuskan hubungan kita padahal sebelumnya kita ga punya masalah apapun."
"Kamu mau tau alasannya? Oke akan aku kasih tau. Aku menyukai orang lain."
Kesesakan itu semakin dirasakan oleh Viona. Air mata pun seakan mengalir begitu saja. Tubuhnya melemah tak berdaya. Seakan energi yang sudah dikumpulkannya sekian lama menguap begitu saja. Tatapan penuh kesenduannya terus saja mengarah pada jejak dimana Dimas pergi tadi.
Kenapa harus seperti ini. Setelah hampir 2 tahun kita jalani bersama, kenapa harus ada orang ketiga diantara kita. Kenapa semudah itu kamu melupakan cinta kita, kenapa semudah itu kamu mengkhianati cinta ini, kenapa semudah itu kamu berpaling dan pergi. Apa yang salah dari aku? apa lebihnya dia dibandingkan aku? Bukankah dulu kamu pernah berjanji jika kamu tidak akan pergi dari aku, tapi kenapa sekarang janji itu seolah hanya tinggal kata.
Alam juga seakan mengerti akan kesedihan Viona. Dengan derasnya hujan membasahi seluruh tubuhnya yang sedari dulu membenci jutaan tetes air yang turun dari langit itu. Untuk pertama kalinya ia mampu berdiam diri dalam keadaan seperti itu. Rasa sakit yang akan ia rasakan setelahnya pun tak ia pedulikan sama sekali. Karena sekarang, rasa sakit itu telah ia rasakan sebelum hujan turun. Bahkan ribuan kali lebih sakit dari semua rasa sakit yang pernah ia rasakan.
Apa kamu tidak punya hati? hingga kamu semudah itu memutuskan hubungan ini. Kamu pergi begitu saja tanpa memikirkan bagaimana perasaanku saat ini. Bagaimana hancurnya hati ini, bagaimana rapuhnya jiwa ini. Apa kamu sudah lupa akan semua hal yang telah kita lalui selama ini? suka, duka, ceria, tawa. Apa kamu sudah lupa jika dulu kamu selalu jadi pereda sedihku, selalu jadi penghapus tangisku, lalu kenapa sekarang justru kamu yang menyebabkan kesedihan itu, justru kamu yang menjadi alasan dari tangisku. Kenapa Dimas kenapa? Rintih Viona dalam hatinya dengan rasa sesak yang semakin menyakitkan.
Langkah demi langkah ia pijaki dengan air mata yang belum juga mereda sedari tadi. Sama halnya seperti hujan yang juga belum mereda, malah semakin deras turunnya. Entah sudah berapa lama ia bertahan di tengah hujan malam yang deras itu, kakinya mulai terasa lemas dan tubuhnya mulai menggigil juga bergetar. Tapi ia terus saja berlari dengan deraian air mata tanpa arah sambil berlari menyebrangi jalan. Hingga akhirnya tiba-tiba saja ada mobil yang melaju cukup kencang ke arahnya.
Viona terus menutupi wajahnya dengan menyilangkan kedua tangan. Tubuhnya terasa kaku dan jiwanya penuh dengan ketakutan. Entah apa yang terjadi sekarang, apakah ia masih hidup atau sudah mati. Ia benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya sekarang.
***
Dion begitu merasa khawatir pada Viona, gadis yang baru saja hampir tertabrak olehnya tadi. Terlebih Viona sangat terlihat ketakutan dan gemetar.
"Mba maaf, mba gapapa?." tanya Dion untuk kesekian kalinya sambil memegang lengan Viona
Perlahan Viona mulai menurunkan tangannya dan menatap lurus ke arah Dion yang tengah berdiri sambil memayunginya. Sejenak gadis itu memperhatikan dirinya sendiri, seolah memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Mba baik-baik aja?." Dion kembali mengeluarkan pertanyaan yang sama
"Hah? Iya gue baik-baik aja koq." Viona terlihat kaget tak karuan
"Beneran? tapi tadi lo hampir ketabrak mobil gue." Dion masih merasa khawatir
"Serius, gue gapapa. Lagipula kan baru hampir ketabrak bukannya ketabrak." sahut Viona dengan nada ketus
"Tapi ga mungkin lo gapapa, pasti ada yang luka kan. Dimana? biar gue periksa." Dion terus saja menunjukkan rasa khawatirnya
"Gue gapapa, bawel banget sih lo." sinis Viona
"Sorry. Gue kan cuma khawatir, karena gue takut aja lo jadi celaka karena gue. Nanti gue malah dituntut lagi, makanya sebelum dituntut gue mau tanggung jawab duluan biar..."
"Aduh lo tuh ya bener-bener. Gue bilang gapapa ya gapapa, bawel banget sih lo jadi cowo." kesal Viona sambil beranjak pergi
Namun baru saja beberapa langkah, Viona kembali berhenti. Ia merasakan pandangannya mulai kabur dan kepalanya terasa sakit.
"Lo gapapa?." Dion mendekati Viona sambil terus memayungi gadis itu
"Gue gapapa." sahut Viona kembali melanjutkan langkahnya
Brukkkkkkkkk. Tiba-tiba saja Viona terjatuh pingsan yang langsung membuat Dion terkejut.
"Loh mba, mba bangun mba." Dion langsung mengangkat Viona ke atas pangkuannya. "Duh koq bisa pingsan gini ya. Gue mesti gimana."
***
Dion merasa sangat gelisah sambil terus mondar-mandir menunggu dokter yang tengah memeriksa Viona di ruang rawat. Ia memang sama sekali tidak mengenal Viona, tapi bagaimanapun juga gadis itu menjadi tanggung jawabnya sekarang.
Ketika kegelisahan masih menyelimuti pikirannya, ponselnya tiba-tiba saja berdering. Dengan perasaan tak bersemangat, Dion merogoh saku jaketnya dan segera menempelkan ponselnya pada telinga kanan. Namun baru saja terjadi beberapa obrolan kecil, dokter yang ditunggunya tadi keluar.
"Dokter, bagaimana keadaan gadis yang ada di dalam?." tanya Dion dengan begitu cemas
"Anda tenang saja, pasien baik-baik aja koq. Tapi demamnya cukup tinggi, jadi dia belum bisa sadarkan diri." jelas dokter dengan sangat tenang
"Demam?." Dion mengerutkan kening heran. "Tapi saya sudah boleh melihatnya ke dalam kan dok?."
"Tentu saja boleh. Kalau begitu saya tinggal dulu ya." pamit dokter sambil memberikan senyuman penuh keramahan
Dengan langkah ragu, Dion memasuki ruang rawat Viona. Ia memperhatikan gadis yang masih memejamkan matanya itu. Sejenak ia berfikir, lalu ia mulai ingat jika dirinya belum memberi kabar kepada keluarga dari gadis yang ditolongnya itu.
"Keluarganya pasti khawatir. Tapi gimana cara gue ngehubungin mereka." Dion mencoba memutar otaknya untuk berfikir
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada tas yang berada di atas meja, Dion mulai mengerti apa yang harus dilakukannya. Ia langsung merogoh tas tersebut dan menemukan sebuah ponsel yang sepertinya milik Viona, lalu mulai mencari nomor yang mungkin bisa dihubungi untuk memberitahu keadaan gadis itu.
Cukup lama Dion berdiam diri menunggu keluarga Viona datang, tapi yang ditunggu tak kunjung datang juga, gadis itu sendiri pun masih belum sadarkan diri. Sementara sejak tadi mamanya terus saja menelpon dan menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah. Karena berfikiran jika Viona sudah dalam keadaan baik-baik saja, ia pun memutuskan untuk pulang setelah menitipkan gadis itu pada suster.