Lima (2) Not a Dreaming Marriage (Completed)
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Lima (2) Not a Dreaming Marriage (Completed)
Cahaya jingga sudah menghilang saat Arion sampai ke rumah Mama. Lampu ruang tamu sudah dinyalakan. Begitu pun lampu di teras rumah dan taman kecil ketika aku menyambut Arion di beranda.
Azan shalat Maghrib belum terdengar. Mungkin suara muazin itu baru berkumandang beberapa menit lagi.
"Lho, langsung pulang, Ar?"
Setelah menyalami Mama dan berbasa-basi sebentar, Arion rupanya sekadar menjemputku. Ibu sudah pulang ke rumah ketika Bang Gibran masuk kamar.
"Iya, Ma. Saya masih ada kerjaan yang harus saya selesaikan nanti malam."
Aku tidak tahu apa yang dikerjakan Arion saat berada di ruang kerjanya. Dia tidak pernah cerita soal itu kepadaku. Mungkin dia berpikir, aku bukan orang yang cocok untuk dijadikan sebagai teman diskusi, apalagi terkait dengan pekerjaannya. Aku juga tidak yakin akan mampu mengikuti apa yang dibicarakannya. Tidak bisa kubayangkan jika dia mengajakku ngobrol soal rumus Matematika. Padahal sekadar mendengar namanya saja sudah membuat kepalaku terasa nyut-nyutan.
"Kan, masih nanti malam, Ar. Bentar lagi juga azan Maghrib. Shalat dulu di masjid kompleks, nanti sekalian makan malam di sini." Mama masih berusaha menahan Arion.
Aku mengalihkan pandangan saat Papa berjalan dari ruang tengah. "Mama benar. Lebih baik shalat dulu di sini, sekalian makan malam."
Aku melirik Arion. Dari gesturnya, dia tampak keberatan jika harus shalat dan makan malam di sini. Bukan karena Arion merasa sungkan di rumah Mama. Aku meyakini, mungkin dia butuh segera sampai ke apartemen untuk membersihkan badannya agar terasa segar saat makan malam. Dia bisa saja mandi di rumah Ibu. Meskipun dia sudah tinggal sendiri sejak dua tahun lalu, aku yakin beberapa bajunya mungkin masih ada di sana. Hanya saja, rasanya pasti berbeda jika dia sudah sampai di apartemennya sendiri.
"Mungkin lain waktu aja, Pa, kalau pas kita rencana nginep di sini. Iya, kan, Bang?" Aku menoleh pada Arion, menunggunya mengangguk sebagai tanda persetujuan.
Arion menatapku sebentar, sebelum akhirnya dia mengangguk kecil.
Mama dan Papa tidak menahan kami lagi. Mobil melaju pelan di jalanan kompleks setelah kami berpamitan pada Ayah Ibu yang rumahnya bersebelahan. Sepuluh menit dalam keheningan, suara azan shalat Maghrib berkumandang dari arah barat. Lalu, disusul azan Maghrib dari masjid-masjid lain yang entah letaknya ada di mana.
"Aku shalat di masjid dulu. Kamu bisa nunggu di mobil saja," kata Arion memecah kebisuan.
Aku hanya mengangguk pelan. Dia tahu aku tengah berhalangan sejak dua hari yang lalu.
Arion membelokkan mobil saat dilihatnya ada sebuah masjid di bagian kiri jalan. Meskipun pernah tinggal di luar negeri selama beberapa tahun, Arion selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ibu sering menceritakannya kepadaku. Ya, walaupun hingga kini aku masih dibuat penasaran dengan hubungan seperti apa yang pernah-atau mungkin masih-terjalin antara dirinya dengan Shenina.
Aku kembali memasang seat belt saat Arion sudah duduk di balik kemudi setelah shalat berjamaah di masjid.
"Kita mampir makan dulu?"
Aku mengernyit. "Nggak langsung balik ke apartemen?"
Kupikir dia tadi menolak makan di rumah Mama karena ingin mandi dulu. 1
"Di rumah nggak ada makanan, kan? Nanti kelamaan kalau nunggu aku masak."
Aku meringis. Sebagai istri, aku merasa tidak becus karena bukan aku yang memasak untuk suamiku. Sebaliknya, di tengah kesibukannya dia tetap menyempatkan membuat sarapan dan terkadang makan malam untukku. Memang tidak setiap hari. Jika Arion benar-benar tidak sempat, dia akan memesan lewat aplikasi pesan makanan atau makan di luar. Malah, terkadang kami tidak bisa makan malam bersama-dan aku diminta pesan sendiri-karena dia pulang malam. 1
"Kamu mau makan di mana?" tanya Arion setelah mobil melaju di jalan raya. Pandangannya fokus ke depan menatap jalanan Ibu Kota yang masih begitu padat saat malam mulai datang.
Aku sedikit mengerucutkan bibir. Memikirkan di mana tempat makan kami malam ini. Senyumku terkembang ketika teringat pada seseorang yang membuatku penasaran.
Aku mulai mengetik sesuatu pada layar ponsel, mencari lokasinya di google maps. Dan ketemu!
Senyumku kembali terbit. Letak restoran itu ternyata searah dengan apartemen Arion. Aku lantas menoleh pada Arion. "Kita makan di Ars Indonesian Restaurant saja, Bang!" 2
***
Aku bertopang dagu menunggu pesanan datang. Restoran sangat ramai malam ini. Para pelayan tampak mondar-mandir melayani tamu-tamu yang datang. Ini pertama kalinya aku datang ke restoran milik laki-laki-yang kata Agni-kurang beruntung mendapatkan Davina. 2
Saat menjejakkan kaki di sini, pandanganku sudah sibuk mengitari sekeliling, mencoba mencari-cari si pemilik restoran. Kata Davina, wajahnya mirip salah satu bintang Korea. Dia tidak menyebut siapa aktor itu. Kupikir, mungkin wajah laki-laki itu hanya mirip Park Jin Young, bos JYP Entertainment yang kaya raya ... tapi nggak ganteng-ganteng amat itu. 8
Sampai aku menemukan tempat duduk di dekat dinding yang dihiasi tampah-tampah di sisi kanan, aku sama sekali tak menemukan sosok laki-laki bermata sipit di sini. Mungkin dia sudah pulang. Sebagai pemilik restoran, dia tidak harus berada di tempat ini sampai malam hari, bukan?
Aku mendesah pelan. Sepertinya aku harus menyimpan rasa penasaranku karena sosok yang kucari itu tidak ada di sini. Saat kulihat pelayan laki-laki mendekati meja, membawa pesanan kami, aku segera menurunkan tangan, lalu menegakkan punggung.
"Makasih," kataku seraya tersenyum ramah pada pelayan saat meletakkan lodeh salmon dan sate lilit pesananku di atas meja.
"Sama-sama, Kak," balasnya tak kalah ramah.
Aku memandang sejenak. "Hm ... aku boleh nanya sesuatu?"
"Tanya apa, Kak?"
Aku melirik Arion sebentar. Dia tampak mengernyit penasaran.
"Hm ... apa ...." Lagi-lagi aku mengerling ke arah Arion. Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. Hanya sekilas saja sebelum aku kembali bertanya, "Apa ... bos kamu masih ada di sini?"
"Oh, Pak Arsal?"
Aku mengganguk cepat. Aku baru tahu dia bernama Arsal.
"Kayaknya Kakak beruntung banget karena Pak Arsal masih di sini. Biasanya jam segini Pak Arsal sudah pulang."
Aku tersenyum lebar. "Oh, ya?" Aku yakin wajahku tampak cerah karena rasa penasaranku akan tertuntaskan. Setidaknya aku bisa menilai-nilai laki-laki seperti apa yang sudah menolak-hm, maksudku-kurang beruntung mendapatkan Davina.
"Apa Kakak mau ketemu Pak Arsal?"
Aku buru-buru menggerakkan tangan. "Nggak-"
Terlambat! Pelayan itu malah menoleh ke belakang. "Tadi, Pak Arsal ada di sana, Kak. Biar kupanggilin dulu."
Bahuku terkulai ketika pelayan itu justru berjalan ke tempat bosnya berada. Padahal aku hanya perlu tahu diam-diam. Jika dia sampai datang ke sini, aku tidak tahu harus menjawab apa saat dia bertanya nanti. 1
Aku mengetuk dahiku pelan. Gemas dengan otak polosku yang tidak memikirkan kemungkinan terburuknya.
"Memangnya dia siapa?"
Aku terpaku sejenak. Bagaimana bisa aku sampai melupakan keberadaan Arion yang duduk di depanku ini? Dengan rasa penasaranku tadi, mungkin dia akan berpikiran buruk kepadaku. Semisal dia mengira aku menyukai laki-laki bernama Arsal itu.
Ish, menyebut namanya saja membuat lidahku terasa kecut seperti menguyah buah asem yang masih muda.
Arion tampak menunggu jawabanku. Aku meringis kikuk. "Dia ... hm ...."
"Dia duduk di sana, Pak."
Suara pelayan mengalihkan perhatianku. Saat mataku tertumbuk pada laki-laki berkemeja motif garis vertikal warna hitam yang lengannya sudah digulung sampai ke siku, aku seketika terpana. Sosok yang juga tengah menatapku itu sama sekali tidak mirip dengan Ahjussi JY Park.
Ini Park yang lain!
"Oppa ... Park Seo Joon?" 8
Aku mengerjapkan mata. Rasanya hampir-hampir tidak percaya jika laki-laki itu wajahnya begitu mirip dengan Park Seo Joon. Memang tidak sama persis. Park Seo Joon yang ini lebih terlihat aura Indonesia-nya. Kutebak, dia mungkin keturunan Indonesia dengan Korea.
Aku buru-buru menunduk, pura-pura menekuri makanan saat dia berjalan mendekat.
"Apa Anda mencari saya?"
Aku menghela napas pelan. Mau tak mau aku harus menghadapinya. Mungkin aku bisa SKSD memuji menu-menu restorannya.
Kuangkat kepala, lalu tersenyum canggung kepadanya. "Hm ... lodeh salmonnya enak," ujarku seraya menunjuk lodeh salmon di depanku. "Sate lilitnya juga enak."
Dia melirik pada makananku yang belum terjamah sama sekali. Dalam hati aku merutuki kemampuan basa-basiku yang begitu payah.
Aku nyengir kikuk. "Maksudnya ... kata orang-orang ... hm ... enak," ralatku menutupi rasa malu.
Dia tampak memandangku bosan. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana bahan. "Jika Anda berniat memuji menu restoran ini, pastikan dulu Anda sudah mencicipinya," tukasnya datar. 2
Dia melirik Arion sebentar, sebelum kembali menatapku. "Saya harap seseorang yang duduk di depan Anda ini tidak menyalah artikan kenapa Anda harus repot-repot berbasi-basi sampai saya datang ke sini."
Aku sontak ternganga. Tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk menimpali ucapannya, dia-dengan menyebalkannya-berlalu begitu saja.
Apa maksudnya coba? Apa dia mengira aku masuk jajaran fans fanatiknya yang mencoba memodusinya?
Aku mendengus kesal. Rasanya aku bersyukur sekali Davina tidak berjodoh dengan Park Seo Joon KW itu. Benar kata Agni, Davina bukannya ditolak. Laki-laki-kepedean sekaligus menyebalkan-itu saja yang kurang beruntung mendapat perempuan sebaik dan sepintar Davina. 1
Aku tertegun ketika menyadari Arion hanya diam menatapku. Ekspresinya tidak terbaca. Aku tidak mengartikan sorot mata kecokelatan itu sebagai tatapan cemburu. Tapi, bisa saja dia salah menilaiku. Mungkin dia mengira aku adalah salah seorang fans garis keras Park Seo Joon palsu itu.
Ish!
Aku membenahi posisi dudukku. Lalu, berdeham pelan. "Abang tadi nanya dia siapa, kan?" Lebih baik aku berterus terang ketimbang dia menduga yang tidak jelas tentangku. "Dia itu ...." Aku sedikit mencondongkan tubuh, mendekat kepadanya. "Cuman cowok kurang beruntung karena nggak jodoh sama Davina."
Aku memundurkan tubuh. Arion tampak menaikkan sebelah alisnya. Dua detik kemudian, dia tertawa tanpa suara seraya menggelengkan kepala. 4
Tbc
***
Maaaaaf yaaaaaa update-nya lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. 😂😂😂 4
Minta diuncali lombok. 😂😂 2
Ini mana editor udah nanyain kapan Mas Raka mau dikirim. Wkwkwk, kan tambah sibuk lagi akoooh. 😂😂 12
Yang penting tetep sampai ending dah. Insya Allah, ya. 😘😘 3