Sembilan Belas Not a Dreaming Marriage (Completed)
novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita, Baca novel online gratis beragam cerita. Temukan aneka novel romance, novel horor, dan novel adult romance. Saat ini novel.goshere.xyz Situs Berbagi Cerita Sembilan Belas Not a Dreaming Marriage (Completed)
Vote itu bentuk dukungan ke penulis, ya. Jadi, jangan segan untuk memencet tanda bintang di pojok kiri. 😉 6
***
Kurang sebulan lagi KelasSeru Festival akan digelar. Namun, sepertinya ada masalah yang terjadi. Tiga jam yang lalu ketika Arion baru saja memasuki apartemen, dia mendapat telepon dari seseorang. Entah dari siapa.
Padahal saat itu dia baru saja pulang kantor. Bahkan belum sempat melepas sepatunya, dia harus buru-buru kembali ke kantor lagi setelah menutup telepon.
Aku menghela napas panjang. Kepala yang terasa berat ini kurebahkan ke sandaran sofa. “Apa masalahnya bener-bener serius?” gumamku begitu risau seraya menatap langit-langit apartemen.
Aku kembali menegakkan punggung ketika pikiranku tiba-tiba terlintas sesuatu. “Jangan-jangan karena PelajarPintar itu?”
Beberapa hari lalu, Arion bercerita jika mereka diam-diam menawarkan gaji yang lebih tinggi pada guru-guru potensial, termasuk para karyawan di KelasSeru. Bahkan, ada yang dijanjikan posisi yang lebih tinggi jika mereka mau bergabung bersama PelajarPintar. 2
“Kalau bener karena mereka, berarti mereka emang jahat banget,” desisku mulai geram. 1
Aku tidak habis pikir jika orang-orang berpendidikan seperti mereka harus bermain dengan cara seperti ini. Padahal dulu, Arion benar-benar merintisnya dari bawah. Saat itu, tidak sedikit yang menyepelekan karena usianya yang masih muda. Dia bahkan pernah ditolak berkali-kali ketika berusaha mencari investor. Kata mereka, bisnis startup pendidikan berbasis teknologi seperti KelasSeru tidak mungkin akan berkembang. Tapi, pemikiran mereka benar-benar salah. Nyatanya, berkat kerja keras dan sikap pantang menyerahnya, KelasSeru bisa berkembang besar seperti sekarang. 3
Setelah hubungan kami semakin dekat, aku baru tahu kalau KelasSeru itu sudah mulai dirintis ketika Arion kuliah di Stanford University, dengan bantuan Ghandi yang berada di Indonesia. Saat itu, KelasSeru belum banyak dikenal karena belum sampai diiklankan di televisi.
Suara detektor kunci pintu apartemen membuatku tersentak dari lamunan. Itu pasti Arion.
Aku buru-buru bangkit dari dudukku, lalu bergegas menuju depan pintu. Sesaat aku terpaku ketika laki-laki yang kutunggu itu sudah berdiri di depanku.
“Gi ... mana?” Hanya itu yang bisa kutanyakan saat ini.
Dia hanya tersenyum seraya menatapku. Senyumnya itu bukannya membuat lega justru malah menambah rasa khawatirku.
“Apa masalahnya bener-bener serius?”
Dia tidak juga menjawab, malah berjalan mendekatiku. Langkahnya baru berhenti ketika jarak di antara kami hanya tersisa beberapa senti saja.
Aku sedikit mendongak membalas tatapannya.
“Menurut sebuah penelitian, pelukan dengan pasangan itu bisa mengurangi kecemasan yang kita rasakan.” 6
Tubuhku spontan tersentak ketika dia tiba-tiba merengkuhku ke dalam pelukannya.
“Saat ini aku cuman butuh ini,” bisiknya di balik ceruk leherku. 1
Sebenarnya aku ingin bertanya apa masalahnya. Namun, sepertinya aku harus menunggu sampai dia siap bercerita. Apalagi ketika dia kembali berbisik, “Nanti aku bakalan cerita sama kamu setelah semua penawarnya masuk.” 3
Dia bahkan menyebut pelukanku sebagai penawar. Jika dia sudah mengatakan ini, bagaimana aku tidak meleleh, coba? 1
***
“Jadi ... nggak ada satu pun stasiun teve yang mau nayangin KelasSeru Festival tahun ini?” ulangku lagi untuk memastikan aku tidak salah mendengar.
Mataku semakin melebar ketika Arion hanya mengangguk mengiyakan. Padahal tiap tahun, KelasSeru selalu mengadakan acara untuk menyambut tahun ajaran baru yang akan ditayangkan live di semua stasiun televisi nasional. 1
“Gimana bisa sampai nggak ada satu pun yang mau nanyangin? Bukannya KelasSeru yang bakal bayarin air time-nya?”
“Kalau ada pihak lain yang menginginkan acara mereka tayang di hari dan jam yang sama, bahkan sampai berani bayar dengan harga yang jauh lebih tinggi, siapa pun pasti akan beralih ke mereka.” 1
“Jadi, ini ulah mereka lagi?” 3
Aku tidak habis pikir, mereka bisa sejahat ini demi meraih kesuksesan secara instan. Padahal sukses itu harus diperjuangkan. Bukan malah ambil jalan singkat dengan cara licik seperti ini.
“Padahal kita sudah meeting berkali-kali. Bahkan, hampir mencapai kesepakatan akhir. Tapi hari ini pihak stasiun teve itu malah membatalkan begitu saja.”
Aku mengusap lengan Arion untuk menguatkan. Saat ini, kami sudah berbaring di ranjang dengan posisi berhadapan seperti saat kami biasa pillow talk sebelum terlelap. Padahal selama ini, dia tidak pernah sekalipun membawa urusan kantornya ketika kami sudah berada di tempat tidur. Obrolan kami menjelang tidur itu biasanya hanya diisi dengan yang ringan-ringan saja diselingi joke receh dariku. Mungkin laki-laki di depanku ini ingin membagikannya denganku di tempat favorit kami berdua. 1
“Tadinya, kita sudah pasrah semisal tahun ini KelasSeru Festival hanya ditayangkan delapan stasiun teve saja. Karena empat stasiun itu nggak mungkin nayangin, kan? Tapi, ternyata semua kompak menolak.”
“Itu ... berarti air time yang awalnya buat nanyangin live Festival KelasSeru dibeli semua sama PelajarPintar?”
Arion hanya tersenyum kecil, lalu mengangguk tipis.
Aku ternganga. “Kenapa mereka bisa sejahat itu? Padahal kalau mau ngadain acara lagi, mereka bisa ambil waktu lain, kan?”
“Memang mereka sudah merencanakan ini sejak lama. Mereka sengaja membuat Festival KelasSeru nggak bisa ditayangin lagi di stasiun teve.” 3
Aku memandang sendu pada Arion. Meski dia tampak tegar, aku tahu ada beban berat yang tidak bisa ditutupi di balik sorot matanya itu. Arion pernah mengungkapkan kepadaku, sebagai CEO yang memiliki ribuan karyawan—termasuk guru, dia punya tanggungjawab yang berat agar KelasSeru bisa bertahan di tengah semua hambatan yang menghadang. Apalagi ada banyak guru yang dulu hanya digaji jauh di bawah UMR, kini bisa mendapatkan penghasilan yang layak untuk dedikasinya di bidang pendidikan. Dengan penghasilan yang layak, mereka mampu menghidupi keluarganya. Inilah mengapa dia harus berjuang keras agar KelasSeru terus maju. 2
“Kalau ....” Aku menggigit ujung bibirku pelan. Agak ragu mengatakannya karena sebenarnya aku tidak begitu paham soal ini. “Kalau ... hm ... misalnya festivalnya ganti hari lain, nggak bisa, ya?”
“Waktunya tinggal sebulan lagi, Ta. Nggak memungkinkan kalau ganti hari. Kita sudah telanjur sewa tempat, apalagi ada artis-artis yang ikut mengisi belum tentu bisa menyesuaikan waktunya. Jadwal mereka pasti sudah padat.”
“Berarti emang mereka itu jahat banget.”
Arion hanya tersenyum menanggapi rutukanku. Dia membenahi posisi tangan kirinya yang dijadikan bantal, lalu sebelah tangannya yang lain menyentuh wajahku. Beberapa saat dia hanya diam menatapku. Gerakan ibu jarinya perlahan mengusap lembut pipiku. “Kalau suatu saat nanti aku nggak punya apa-apa, apa kamu akan tetap di sisiku?” 1
Aku tertegun sesaat. “Ke-kenapa Abang malah nanya kayak gitu?”
Dia tersenyum tipis. “Aku pengin tahu jawabanmu.”
“Ya, tapi harusnya Abang nggak perlu nanyain itu. Kesannya kayak pesimis.”
“Memangnya aku terlihat pesimis? Padahal aku cuman pengin tahu jawabanmu.”
Aku menghela napas pelan. “Mau Abang ngajakin aku di rumah kontrakan, tinggal di rumah reyot atau di kolong jembatan sekalipun, aku pasti tetep ngikutin Abang.” 1
Mendadak tawa Arion pecah. Aku sampai terpaku sendiri. Tidak biasanya dia tertawa lebih keras dari biasanya. Padahal, saat tertawa sekali pun, dia selalu terlihat kalem. Pelan-pelan kusentuh keningnya. “Abang sehat, kan?” tanyaku sedikit khawatir. 1
Tawa Arion semakin menjadi. Tapi, kali ini dia menutupinya dengan telapak tangannya. Tampak jelas dia berusaha menahan tawa—agar tidak sampai terbahak. 2
Seketika aku terlongo sendiri. Antara heran sekaligus prihatin. Heran, karena aku merasa tidak ada bagian yang lucu. Prihatin, karena bisa-bisanya dia tertawa seperti itu untuk sesuatu yang menurutku tidak lucu. Aku yakin, sebelum bersamaku hidupnya pasti hanya dikelilingi orang-orang yang serba serius.
“Memangnya kamu mau kalau kita tinggal di kolong jembatan?” tanyanya setelah tawanya mereda. Namun, masih ada senyum geli di bibirnya. “Ya, mau gimana lagi. Aku kan nggak mungkin ninggalin Abang sendirian di sana.”
Dia tersenyum geli. “Begitu?”
Aku berdecak kesal. Baru kusadari kalau dia menanyakan itu sekadar ingin menguji kesetiaanku.
Dia kembali menyentuh pipiku seraya menatapku lekat. “Tapi, aku nggak mungkin biarin istriku hidup susah. Sesulit apa pun nanti, aku akan selalu berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab untukmu.” 6
Kalau seorang suami sudah mengatakan ini kepada istrinya, perempuan mana yang tidak meleleh? 1
“Aku juga akan selalu dukung Abang. Aku yakin Abang bisa melalui semuanya dengan baik.” 3
“Aku percaya, pasti Allah akan kasih jalan keluarnya nanti.” 5
Benar. Selalu ada jalan keluar dari setiap masalah. Entah bagaimana nanti, Allah pasti akan memberi kemudahan. Apalagi KelasSeru didirikan untuk tujuan mulia: memperbaiki sistem pendidikan sekaligus memberi lapangan pekerjaan baru terutama bagi para guru.
“Dan satu lagi ...,” lanjutnya memberi jeda. Tatapannya kini berubah hangat. Ada binar-binar yang terpancar dari sorot legam itu. “Cukup kamu ada di sisiku, maka semua akan baik-baik saja.” 3
Aku tercenung.
Ah, laki-laki ini.
Meski aku tahu dia bukan laki-laki romantis seperti dalam novel romance, tapi kata-katanya selalu membuat hatiku seperti diperciki tetesan-tetesan mata air jernih yang terasa menyejukkan. Dia benar-benar menganggapku begitu berharga untuknya. Padahal sekadar memberikan saran pun, aku tak mampu, apalagi sampai membantunya menyelesaikan masalah. 1
Sebagai istri, aku hanya bisa menjadi pendengar sekaligus pendukung setia baginya. Aku memang tidak bisa membantunya, tapi setidaknya bisa melihatnya tertawa di saat seperti ini, sudah cukup membuatku merasa begitu penting untuknya.
***
“Abang ....”
Arion yang baru meneguk air putih setelah menandaskan sarapannya beralih menatapku. “Kenapa?”
“Hm ....” Sebenarnya aku agak ragu mengatakan ini. Tapi, semalam tiba-tiba aku memikirkan ini. Entah ideku diterima atau tidak, aku harus menyampaikan kepadanya. Aku menghela napas panjang, lalu memandangnya lekat. “Gimana kalau kita buat KelasSeru Festival jadi viral? Kita buat orang-orang membicarakan Festival KelasSeru. Sadar atau nggak, kita itu dikelilingi banyak teman-teman influencer. Ada Agni, Davina, Yuris dan teman-teman mereka juga kebanyakan punya followers ratusan ribu. Di balik KelasSeru sendiri juga banyak influencer di sana. Dengan bantuan mereka, aku yakin Festival KelasSeru bakalan jadi trending topic di Twitter. Sejauh ini kan, yang ramai di Twitter pasti bakalan ramai juga di Instagram atau Facebook. Karena viral di media sosial, aku yakin di You Tube pun bisa masuk trending, malah bisa jadi nangkring yang paling atas.” 6
Aku sedikit memajukan tubuh agar lebih dekat dengannya. “Kalau bisa viral dan orang-orang banyak yang membicarakan, aku yakin besok paginya portal-portal online itu pasti akan banyak yang memberitakannya. Kalau di dumay udah ramai, pasti stasiun-stasiun teve itu juga nggak mau ketinggalan,” jelasku penuh keyakinan. 2
Hey, gini-gini aku juga pengamat yang ramai-ramai di media sosial. Aku tahu ke mana alurnya ketika sesuatu jadi viral dan banyak dibicarakan orang.
Tapi, tunggu dulu!
Keyakinanku yang sempat memuncak, mendadak terjun bebas ketika kutahu Arion hanya diam menatapku.
Aku meringis kikuk. Pelan-pelan kumundurkan badanku. Saking semangatnya mengutarakan ideku, aku sampai lupa kalau Arion mungkin saja sudah memikirkan ini. “Hm ... Abang udah mikirin soal ini, ya?”
Dia menggeleng pelan.
“Belum?”
Dia tersenyum kecil. “Bukan belum, sih. Sebenarnya aku juga mau melibatkan influencers, tapi nggak kepikiran untuk membuatnya viral di semua media sosial sampai semua orang ramai membicarakannya.” Dia terdiam sebentar seraya menatapku lembut. Perlahan tangannya bergeser ke arahku. “Aku memang nggak salah milih kamu untuk jadi istriku,” lirihnya sembari menautkan jemarinya di sela jemariku. 7
Aku sesaat hanya termangu. Dia ... tidak salah milih aku?
“Aku mungkin biasa memikirkan hal yang rumit-rumit, padahal bisa jadi solusinya sangat sederhana sekali. Mungkin kamu nggak menyadarinya, tapi dalam banyak hal, kamu selalu bisa menjadi pelengkapku.” 5
“Pe-leng-kap?” ejaku spontan yang hanya terdengar seperti gumaman.
Dia mengangguk kecil seraya tersenyum hangat ke arahku. “Kamu pelengkapku. Dan aku pun jadi pelengkapmu.” 1
Aku mencelus. Bagaimana bisa laki-laki yang dulu kukira terpaksa menikahiku karena perjodohan itu justru mengatakan ini kepadaku?
Bukan hanya dia yang selalu melengkapiku. Melainkan adalah kita. Ya, kita berdua.
Netizens mungkin menganggap kami tidak cocok karena perbedaan mencolok di antara kami: dia pintar, sedang aku ... (kalian tahu sendiri jawabannya apa). Tapi, seperti kata pepatah, jangan lihat sebuah buku dari sampulnya. Pun dengan pasangan yang terlihat tidak sepadan di mata manusia. Bisa jadi pasangan seperti ini justru malah saling melengkapi satu sama lain. 7
Sebaliknya, yang tampak serasi belum tentu mereka bisa menjadi pelengkap untuk pasangannya.
Tengok saja kisah cinta Albert Einstein dan istrinya, Mileva Maric. Arion pernah menceritakan kisah pasangan yang sama-sama memiliki otak jenius itu kepadaku.
Orang mungkin menganggap mereka sebagai pasangan yang sempurna. Bagaimana tidak? Dalam surat yang ditulis Mileva untuk Einstein, dia malah menulis soal teori kinetik gas—alih-alih merangkai kata yang puitis untuk menyampaikan perasaannya. Surat-surat mereka pun banyak membahas tentang penemuan ilmiah ketimbang membicarakan masalah pribadi.
Mereka tampak begitu sempurna. Tapi, nyatanya tidak bisa saling melengkapi. Mileva mungkin berusaha menjadi pelengkap untuk suaminya. Konon, dia adalah kontributor tersembunyi di balik penemuan-penemuan Einstein. Namun, tidak dengan Einstein. Dia justru terlibat skandal dengan wanita lain. Bahkan, saat Mileva ingin bertahan, Einstein dengan teganya memberikan syarat berisi sembilan catatan perjanjian yang seolah-olah menganggap Mileva bak pembantu di rumahnya. Pada akhirnya, pasangan ini bercerai karena mereka gagal menjadi pelengkap satu sama lain. 3
Einstein yang terlalu ambisius dan tidak setia. Dan Mileva yang cerdas, namun naif karena cintanya pada Einstein.
“Jadi ....”
Suara Arion kembali mengalihkan perhatianku kepadanya. Dia mengeratkan tautan jemarinya. Tatapannya yang dalam itu terasa seperti simpul-simpul yang mengikat mataku. Seolah ada berbongkah-bongkah keyakinan di sana.
“Mari kita bersatu untuk membuatnya menjadi viral. Kita bisa siapkan konten-konten yang berpotensi viral. Kita buat mereka beramai-ramai membicarakan Festival KelasSeru sampai semua media massa itu ikut membicarakannnya.” 4
Aku mengangguk mantap. Kuraih sebelah tangan Arion yang lain, lalu menautkan jemariku pada jemari besarnya. Seakan kita tengah menyalurkan berkilokalori energi untuk menyatukan kekuatan. 13
Tbc